oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far
Muqoddimah
الحمد لله حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه ، كما يحب ربنا و يرضى، و أشهد أن لا إله إلا الله و أن محمدا عبده ورسوله
قال الله تعالى : يأيهآ الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته، و لا تموتون إلا و أنتم مسلمون
و إن أصدق الحديث كتاب الله تعالى، و خير الهدي هدي النبي صلى الله عليه وسلم ، و شر الأمور محدثاتها فإن كل محدثات بدعة و كل بدعة ضلالة
أما بعد ،
Puji Syukur kehadirat Allah Ta'ala atas
segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita bisa tetap berada di atas
keimanan dan Islam sampai saat ini, dan juga masih diberi kesempatan untuk mengkaji
Al-Quran dan Sunnah Nabi Salallahu'alaihissalam sesuai dengan pemahaman para
sahabat Nabi Radhiyallahu'Anhum.
Macam-macam
Ibadah_2
Setelah kita mengenal Allah Ta’ala sebagaimana pembahasan sebelumnya, maka penulis kitab ini (Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab) melanjutkan pembahasan dengan menyebutkan macam-macam ibadah, ini ada
salah satu bentuk aplikasi dari pengenalan kita yaitu ibadah kepada Allah
Ta’ala. Karena yang diminta dari kita bukan hanya mengenal lalu meninggalkan,
akan tetapi kita diminta untuk mengenal Allah Ta’ala kemudian mendalami
pengenalan dalam bentuk ibadah.
Pada pertemuan yang lalu kita telah membahas
sebagian macam-macam ibadah, in syaa Allah pada kesempatan ini kita akan bahas
sisa dari pembebahasan kemaren. Diantara macam-macam ibadah sebagai berikut:
1.
Khasyah (Takut)
Khasyah adalah rasa takut yang dibarengi
dengan rasa pengagungan dan rasa cinta terhadapad sesuatu yang ditakutinya.
Allah Ta’ala berfiman :
فَلَا تَخْشَوْهُمْ
وَ اخْشُوْنِيْ
“Janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah kepada-Ku saja”(QS. Al-Baqarah : 150)
v 2.
Inabah (Kembali kepada Allah)
Inabah yaitu kembali kepada Allah dengan
kembali menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman :
وَأَنِيْبُوْا
إِلَى رَبِّكُمْ وَ أَسْلِمُوْا لَهُ
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah
dirilah kepada-Nya”(QS. Az-Zumar : 54)
3.
Isti’anah (Minta Pertolongan)
Isti’anah yaitu meminta sebuah pertolongan.
Isti’anan ada 2 macam :
a.
Minta Tolong kepada Allah, yaitu mencakup kerendahan diri
dari seorang hamba terhadap Rabb-Nya. Dan ini tidak boleh dipalingkan kepada
selai Allah. Allah Ta’ala berfirman :
إياك نعبد و إياك نستعين
“Hanya
kepada-Mu hamba beibadah dan hanya kepada-mu hambamu meminta pertolongan” (QS. Al-Fatihah : 5) Dalam ayat ini ada
uslub (tata bahasa) yang sangat indah yaitu mengedepankan maf’ul bih dari fi’il
dan fa’il, hal ini mengandung pengkhuusan, yaitu ibadah isti’anah tidak boleh
sama sekali dipalingkan kepada selain Allah, apabila sengaja memalingkan ibdah
kepada selain Allah maka dia telah terjatuh ke dalam perbuatan syirik,
berakibat kepada kekufuran kalau tidak segera bertaubat.
b.
Minta Tolong kepada makhluk yang mampu melakukannya, hal
ini di khususkan dalam perkara yang baik saja, adapun selain ini maka tidak
diperbolehkan. Allah Ta’ala berfirman :
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى البِرِّ وَ التَّقْوَى وَ لَا تَعَاوَنُوْا
عَلَى الإِثْمِ وَ العُدْوَانِ
“Saling
Tolong-menolonglah dalam hal yang baik dan ketakwaan dan janganlah saling
tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan” (QS. Al-Maidah : 2)
Misalkan membantu anak yatim, membiayai janda, menyebarkan pamflet
kajian ataupun yang lainnya.
4.
Isti’adzah (Meminta Perlindungan)
Isti’adzah yaitu meminta perlindungan dan penjagaan
dari sesuatu yang tidak disukainya.
Isti’adzah ada 2 macam :
a.
Isti’adzah kepada Allah
b.
Isti’adzah kepada orang mati ataupun yang masih hidup akan
tetapi hakekatnya keduanya tidak mampu, maka perbuatan ini adalah syirk. Allah
Ta’ala berfirman:
وَ إِنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ
مِنَ الجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا
“Dan
bahwasannya ada beberapa laki-laki di antara mereka meminta perlindungan kepaa
beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa
dan kesalahan”(QS. Al-Jin : 6)
Misalnya kita minta perlindungan pada orang mati atau yang
hidup, tapi mereka tidak mampu melakukannya, contoh : Ada seorang pemuda jalan
di tengan malam dengan menuntun motor karena mogok, pas waktu lewat di
semak-semak, pemuda itu berkata: Mbah jaga aku dari marabahaya, padahal si
Mbahnya lagi di rumah atau sudah meninggal. Hal demikian tidak diperbolehkan
secara syar’i. Ini salah satu contoh saja dan masih banyak yang lain lagi.
5.
Istighosah (Hampir sama dengan Isti’anah)
Istighosa yaitu meminta pertolongan di waktu
genting atau diambang kehancuran (kebinasaan).
Istighosah ada 2 macam :
a.
Istighasah kepada Allah, ini merupakan amalan yang mulia.
Allah Ta’ala berfirman :
إِذْ تَسْتَغِيْثُوْنَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
“(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolngan kepada tuhanmu, lalu dikabulkan-Nya bagimu” (QS.
Al-Anfal : 6)
b.
Istighasah kepada orang mati atau yang orang yang masih
hidup tapi tidak mampu mengabulkan permintaanya, maka ini adalah perbuatan
syirik.
6.
Dabh (Penyembelihan)
Dabh mengandung arti memisahkan ruh dengan
mengucurkan darah dengan niat khusus.
Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
162. Katakanlah: Sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam.
لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا
أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
163. tiada sekutu bagiNya; dan
demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Al-An’am : 162-163)
Dabh ada 2 macam :
a.
Dabh karena Allah, yaitu melakukan dengan menyebut nama
Allah sebelum menyembelih dalam rangka untuk mendekatkan diri pada Allah. Misal
menyembelih pada hari raya idhul adha, walimah pernikahan atau yang lainnya.
b.
Dabh kepada selain Allah, misalnya aku menyembelih atas
nama wali Fulan, atau Wali Alan dll, dalam rangka mendekatkan diri kepada Wali
tersebut (selain Allah). Maka perbuatan ini terlarang secara syar’i. kejadian
ini masih banyak terjadi di daerah pesisir pantai dengan berbagai macam
bentuknya, semoga Allah menjaga kita dari perbuatan tersebut. Nabi Salallahu
‘alaihissalam bersabda :
لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ
"Allah melaknat orang yang menyembelih karena selain Allah (bukan
karena Allah semata)" (HR. Muslim)
7.
Nadzar
Nadzar yaitu mewajibkan sesuatu bagi dirinya
sendiri dengan melakukan ketaatan, yang pada asalnya sesuatu itu tidak wajib
untuk dilakukannya.
Allah Ta’ala berfirman :
يُوفُونَ
بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا
“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang
azabnya merata di mana-mana.”(QS. Al-Insan : 7)
Ada 2 macam Nadzar :
a.
Nadzar mutlak (Tidak dikaitkan dengan sesuatu) , misal :
Aku harus puasa satu hari karena Allah, entah puasa ini dibarengkan dengan
puasa senin, atau yang lainnya. Nadzar semacam ini boleh, bahkan baik.
b.
Nadzar Muqoyyad (terikat dengan sesuatu), misalnya : kalau
seadainya aku berhasil maka aku akan sedekah 10 ribu, ini tidak haram tapi
makruh. Karena terkesan pelit.
Perlu diketahui bahwa nadzar wajib
ditunaikan, tentnya nadzar yang sesuai dengan syariat Allah, adapun nadzar yang
bertentangan dengan syariat Allaah maka tidak wajib ditaati, tapi harus membayar
kaffarah. Nabi Salallahu ‘alaihissalam bersabda :
مَنْ نَذَرَ
أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ
“Barangsiapa yang telah bernadzar berupa
ketaatan kepada Allah maka hendaklah dipenuhi nadzar itu” (HR. Bukhari)
Apa yang kami sebutkan diatas adalah sebagian
dari macam-macam ibadah, masih banyak ibadah-ibadah yang belum kami sebutkan
disini.
Perlu diperhatikan, bahwa semua contoh ibadah
diatas atau yang lainnya semua harus dilakukan karena Allah Ta’ala dan sesuai
petunjuk Nabi salallahu ‘alaihisalam.
Allah Ta’ala berfirman :
وَأَنَّ ٱلْمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu
adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya
di samping (menyembah) Allah.”(QS. Jin : 18)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
mengatakan : “ Barangsiapa yang memalikan ibadah-ibadah (diatas atau yang
selainnya), maka dia disebut musyik kafir”
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ
بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah,
padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya
perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada
beruntung.” (QS. Surat Al-Mu’minun : 117)
Syaikh Kholid bin Mahmud Al-Juhany
menjelaskan bahwa makna Musyik dan Kafir dalam perkataan Syaikh Muhammad bin
Adbul Wahhab itu adalah mengandung 2 makna, Umum dan Khusus, dalam perkataan
beliau itu maknanya umum bukan person (perorangan).
Dan pernyataan ini banyak disalah fahami
oleh sebagian orang, sehingga mereka menuduh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab (takfiri)
tukang mengkafirkan orang lain, tentunya tuduhan ini tidak benar. Boleh bagi
seseorang mengkafirkan secara umum sebagaimana dilakukan Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab dalam pembahasan, hal ini banyak ayat dan hadistnya.
Contoh : Allah Ta’ala berfirman :
وَ مَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُلَئِكَ هُمْ
الكَافِرُوْنَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa
yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah : 44)
Apakah setiap orang yang tidak
berhukum dengan hukum Allah Kafir ? Tentu saja tidak, ada perinciannya secara
detail menurut para Ulama’. Ini adalah salah satu contoh ayat takfir yang umum,
tidak boleh untuk menghukumi perorangan secara khusus secara serampangan kecuali
telah terpenuhi syarat-syaratnya, itupun yang berhak menghukumi bukan sembarang
orang akan tetapi para ulama yang mumpuni ilmunya.
Adapun yang tidak boleh adalah
mengkafirkan secara perorangan, misal : kamu kafir, fulan kafir, alan kafir dll,
permasalahan ini bukan urusan penuntut ilmu akan tetapi urusan ulama. Tidak
boleh bagi seseoang bermudah-mudah dalam masalah takfir sescara perorangan,
karena ini termasuk dosa besar jika kita mengkafirkan seseorang lalu tidak
terbukti padanya kekafiran atau belum terpenuhi syarta-syaratnya. Jadi jangan samapai salah faham dalam masalah
ini, sehingga kita tidak terjatuh dalam masalah seperti ini.
Demikian Penjelasan Kajian kita mengenai
penjelasan kitab Tsalatsatu Al-Ushul 10.
Semoga bermanfaat dan menambah keimanan kita serta menambah pengetahuan kita
tentang Islam. Walallahu ‘Alam
0 komentar:
Posting Komentar