HOME

Selasa, 14 Februari 2017

Kajian Kitab Ushul At-Tsalatsah-10


oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far

Muqoddimah

الحمد لله حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه ، كما يحب ربنا و يرضى، و أشهد أن لا إله إلا الله و أن محمدا عبده ورسوله

قال الله تعالى : يأيهآ الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته، و لا تموتون إلا و أنتم مسلمون

و إن أصدق الحديث كتاب الله تعالى، و خير الهدي هدي النبي صلى الله عليه وسلم ، و شر الأمور محدثاتها فإن كل محدثات بدعة و كل بدعة ضلالة

أما بعد ،

Puji Syukur kehadirat Allah Ta'ala atas segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita bisa tetap berada di atas keimanan dan Islam sampai saat ini, dan juga masih diberi kesempatan untuk mengkaji Al-Quran dan Sunnah Nabi Salallahu'alaihissalam sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi Radhiyallahu'Anhum.
 Macam-macam Ibadah_2

Setelah kita mengenal Allah Ta’ala sebagaimana pembahasan sebelumnya, maka penulis kitab ini (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) melanjutkan pembahasan dengan menyebutkan macam-macam ibadah, ini ada salah satu bentuk aplikasi dari pengenalan kita yaitu ibadah kepada Allah Ta’ala. Karena yang diminta dari kita bukan hanya mengenal lalu meninggalkan, akan tetapi kita diminta untuk mengenal Allah Ta’ala kemudian mendalami pengenalan dalam bentuk ibadah.

Pada pertemuan yang lalu kita telah membahas sebagian macam-macam ibadah, in syaa Allah pada kesempatan ini kita akan bahas sisa dari pembebahasan kemaren. Diantara macam-macam ibadah sebagai berikut:
     1.      Khasyah (Takut)
Khasyah adalah rasa takut yang dibarengi dengan rasa pengagungan dan rasa cinta terhadapad sesuatu yang ditakutinya.
Allah Ta’ala berfiman :
فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَ اخْشُوْنِيْ
Janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku saja”(QS. Al-Baqarah : 150)

v   2.      Inabah (Kembali kepada Allah)
Inabah yaitu kembali kepada Allah dengan kembali menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman :
وَأَنِيْبُوْا إِلَى رَبِّكُمْ وَ أَسْلِمُوْا لَهُ
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya”(QS. Az-Zumar : 54)
     3.      Isti’anah (Minta Pertolongan)
Isti’anah yaitu meminta sebuah pertolongan.
Isti’anan ada 2 macam :
a.       Minta Tolong kepada Allah, yaitu mencakup kerendahan diri dari seorang hamba terhadap Rabb-Nya. Dan ini tidak boleh dipalingkan kepada selai Allah. Allah Ta’ala berfirman :
إياك نعبد و إياك نستعين
“Hanya kepada-Mu hamba beibadah dan hanya kepada-mu hambamu meminta pertolongan” (QS. Al-Fatihah : 5) Dalam ayat ini ada uslub (tata bahasa) yang sangat indah yaitu mengedepankan maf’ul bih dari fi’il dan fa’il, hal ini mengandung pengkhuusan, yaitu ibadah isti’anah tidak boleh sama sekali dipalingkan kepada selain Allah, apabila sengaja memalingkan ibdah kepada selain Allah maka dia telah terjatuh ke dalam perbuatan syirik, berakibat kepada kekufuran kalau tidak segera bertaubat.
b.      Minta Tolong kepada makhluk yang mampu melakukannya, hal ini di khususkan dalam perkara yang baik saja, adapun selain ini maka tidak diperbolehkan. Allah Ta’ala berfirman :
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى البِرِّ وَ التَّقْوَى وَ لَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الإِثْمِ وَ العُدْوَانِ
“Saling Tolong-menolonglah dalam hal yang baik dan ketakwaan dan janganlah saling tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan” (QS. Al-Maidah : 2)
Misalkan membantu anak yatim, membiayai janda, menyebarkan pamflet kajian ataupun yang lainnya.

     4.      Isti’adzah (Meminta Perlindungan)
Isti’adzah yaitu meminta perlindungan dan penjagaan dari sesuatu yang tidak disukainya.
Isti’adzah ada 2 macam :
a.       Isti’adzah kepada Allah
b.      Isti’adzah kepada orang mati ataupun yang masih hidup akan tetapi hakekatnya keduanya tidak mampu, maka perbuatan ini adalah syirk. Allah Ta’ala berfirman:
وَ إِنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِنَ الجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا
“Dan bahwasannya ada beberapa laki-laki di antara mereka meminta perlindungan kepaa beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan”(QS. Al-Jin : 6)
Misalnya kita minta perlindungan pada orang mati atau yang hidup, tapi mereka tidak mampu melakukannya, contoh : Ada seorang pemuda jalan di tengan malam dengan menuntun motor karena mogok, pas waktu lewat di semak-semak, pemuda itu berkata: Mbah jaga aku dari marabahaya, padahal si Mbahnya lagi di rumah atau sudah meninggal. Hal demikian tidak diperbolehkan secara syar’i. Ini salah satu contoh saja dan masih banyak yang lain lagi.
     5.      Istighosah (Hampir sama dengan Isti’anah)
Istighosa yaitu meminta pertolongan di waktu genting atau diambang kehancuran (kebinasaan).
Istighosah ada 2 macam :
a.       Istighasah kepada Allah, ini merupakan amalan yang mulia. Allah Ta’ala berfirman :
إِذْ تَسْتَغِيْثُوْنَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolngan kepada tuhanmu, lalu dikabulkan-Nya bagimu” (QS. Al-Anfal : 6)
b.      Istighasah kepada orang mati atau yang orang yang masih hidup tapi tidak mampu mengabulkan permintaanya, maka ini adalah perbuatan syirik.
     6.      Dabh (Penyembelihan)
Dabh mengandung arti memisahkan ruh dengan mengucurkan darah dengan niat khusus.
Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
 لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
163. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.  (QS. Al-An’am : 162-163)
Dabh ada 2 macam :
a.       Dabh karena Allah, yaitu melakukan dengan menyebut nama Allah sebelum menyembelih dalam rangka untuk mendekatkan diri pada Allah. Misal menyembelih pada hari raya idhul adha, walimah pernikahan atau yang lainnya.
b.      Dabh kepada selain Allah, misalnya aku menyembelih atas nama wali Fulan, atau Wali Alan dll, dalam rangka mendekatkan diri kepada Wali tersebut (selain Allah). Maka perbuatan ini terlarang secara syar’i. kejadian ini masih banyak terjadi di daerah pesisir pantai dengan berbagai macam bentuknya, semoga Allah menjaga kita dari perbuatan tersebut. Nabi Salallahu ‘alaihissalam bersabda :
لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ
"Allah melaknat orang yang menyembelih karena selain Allah (bukan karena Allah semata)" (HR. Muslim)
     7.      Nadzar
Nadzar yaitu mewajibkan sesuatu bagi dirinya sendiri dengan melakukan ketaatan, yang pada asalnya sesuatu itu tidak wajib untuk dilakukannya.
Allah Ta’ala berfirman :
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا
Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.(QS. Al-Insan : 7)
Ada 2 macam Nadzar :
a.       Nadzar mutlak (Tidak dikaitkan dengan sesuatu) , misal : Aku harus puasa satu hari karena Allah, entah puasa ini dibarengkan dengan puasa senin, atau yang lainnya. Nadzar semacam ini boleh, bahkan baik.
b.      Nadzar Muqoyyad (terikat dengan sesuatu), misalnya : kalau seadainya aku berhasil maka aku akan sedekah 10 ribu, ini tidak haram tapi makruh. Karena terkesan pelit.
Perlu diketahui bahwa nadzar wajib ditunaikan, tentnya nadzar yang sesuai dengan syariat Allah, adapun nadzar yang bertentangan dengan syariat Allaah maka tidak wajib ditaati, tapi harus membayar kaffarah. Nabi Salallahu ‘alaihissalam bersabda :
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ
“Barangsiapa yang telah bernadzar berupa ketaatan kepada Allah maka hendaklah dipenuhi nadzar itu” (HR. Bukhari)
Apa yang kami sebutkan diatas adalah sebagian dari macam-macam ibadah, masih banyak ibadah-ibadah yang belum kami sebutkan disini.
Perlu diperhatikan, bahwa semua contoh ibadah diatas atau yang lainnya semua harus dilakukan karena Allah Ta’ala dan sesuai petunjuk Nabi salallahu ‘alaihisalam.
Allah Ta’ala berfirman :


وَأَنَّ ٱلْمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”(QS. Jin : 18)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan : “ Barangsiapa yang memalikan ibadah-ibadah (diatas atau yang selainnya), maka dia disebut musyik kafir”
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.(QS. Surat Al-Mu’minun : 117)

Syaikh Kholid bin Mahmud Al-Juhany menjelaskan bahwa makna Musyik dan Kafir dalam perkataan Syaikh Muhammad bin Adbul Wahhab itu adalah mengandung 2 makna, Umum dan Khusus, dalam perkataan beliau itu maknanya umum bukan person (perorangan).

Dan pernyataan ini banyak disalah fahami oleh sebagian orang, sehingga mereka menuduh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab (takfiri) tukang mengkafirkan orang lain, tentunya tuduhan ini tidak benar. Boleh bagi seseorang mengkafirkan secara umum sebagaimana dilakukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam pembahasan, hal ini banyak ayat dan hadistnya.
Contoh : Allah Ta’ala berfirman :
وَ مَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُلَئِكَ هُمْ الكَافِرُوْنَ
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.(QS. Al-Maidah : 44)
Apakah setiap orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah Kafir ? Tentu saja tidak, ada perinciannya secara detail menurut para Ulama’. Ini adalah salah satu contoh ayat takfir yang umum, tidak boleh untuk menghukumi perorangan secara khusus secara serampangan kecuali telah terpenuhi syarat-syaratnya, itupun yang berhak menghukumi bukan sembarang orang akan tetapi para ulama yang mumpuni ilmunya.
Adapun yang tidak boleh adalah mengkafirkan secara perorangan, misal : kamu kafir, fulan kafir, alan kafir dll, permasalahan ini bukan urusan penuntut ilmu akan tetapi urusan ulama. Tidak boleh bagi seseoang bermudah-mudah dalam masalah takfir sescara perorangan, karena ini termasuk dosa besar jika kita mengkafirkan seseorang lalu tidak terbukti padanya kekafiran atau belum terpenuhi syarta-syaratnya.  Jadi jangan samapai salah faham dalam masalah ini, sehingga kita tidak terjatuh dalam masalah seperti ini.


Demikian Penjelasan Kajian kita mengenai penjelasan kitab Tsalatsatu Al-Ushul 10. Semoga bermanfaat dan menambah keimanan kita serta menambah pengetahuan kita tentang Islam. Walallahu ‘Alam

0 komentar:

Posting Komentar