HOME

Minggu, 02 Januari 2022

Belajar dari Kisah Abu Thalhah

 



oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far

Siapakah Abu Thalhah? Beliau adalah Zaid bin Sahl bin Al-Aswad bin Harram Al-Anshori An-Najjari Al-Madani, beliau salah satu pembesar sahabat Rasulullah Salallahu'alaihissalam, beliau lebih di kenal dengan kunnyahnya. Beliau termasuk sahabat yang ikut dalam baiat Aqobah serta mengikuti perang badar.

Dalam Sebuah hadist yang shohih, dari Anas bin Malik berkata : Beliau (Abu Thalhah) adalah seorang penduduk Madinah yang kaya raya, beliau mempunyai kebun kurma yang sangat beliau cintai, kebun tersebut diberi nama " Bairuhaa' ". kebetulan kebun itu terletak berhadapan dengan Masjid Nabawi (di arah kiblatnya), dan Rasulullah Salallahu'alaihissalam sering masuk ke dalam kebun tersebut, meminum air yang jernih dari kebun itu. Lalu Anas berkata : Tatkala turun Ayat
لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون
" Kamu tidak akan memperoleh kebaikan, sampai kamu menginfakkan sesuatu yang kamu cintai "
Maka Abu Thalhah berdiri ke hadapan Rasulullah seraya berkata, Wahai Rasulullah Salallahu'alaihissalam Sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman :
لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون
" Kamu tidak akan memperoleh kebaikan, sampai kamu menginfakkan sesuatu yang kamu cintai "
Dan harta yang paling aku cintai adalah Bairuhaa', aku sedekah kan untuk Allah, aku berharap kebaikan dari sedekah itu dan pahala di sisi Allah. Gunakanlah Ya Rasulullah Salallahu'alaihissalam untuk kebaikan di jalan Allah.

Maka Rasulullah bersabda : '' Sungguh luar biasa, itu harta yang beruntung, itu harta yang beruntung, sungguh aku telah mendengar apa yang kau katakan, dan aku (Rasulullah) berpendapat jadikan kebun itu sebuah penyambung silaturahmi dan sedekah.
Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Rasulullah, dan membagi kebun tersebut kepada kerabat dekatnya.
( HR. Bukhari dan Muslim)

Apakah yang kita bisa ambil dari kisah diatas? Keimanan, Iya...

Sungguh Iman yang sangat luar biasa, Abu Thalhah sama sekali tidak pikir panjang untuk meraih kebaikan dari Allah Ta'ala. Yaitu menyedekahkan sesuatu yang sangat ia cintai, walaupun itu sangat berharga bagi dirinya, akan tetapi itu hanya sebatas di dunia, maka Abu Thalhah tidak ingin apa yang ia cintai hanya ia miliki sebatas di dunia saja, akan tetapi bisa bermanfaat di akhirat kelak, dengan cara menyedekahkannya.

Pelajaran yang lain yang bisa kita ambil dari kisah ini, sangat di sukai bersedakah dengan apa-apa yang masih bagus, layak pakai. misal, baju layak pakai, ataupun yang lain. Dan sangat tidak disukai sedekah dengan sesuatu yang buruk, misal : baju yang rusak (tidak layak pakai) , ataupun yang lainnya.

Semoga kisah tadi bisa kita amalkan dengan seksama, semata-mata hanya menjalankan perintah Allah Ta'ala.

Semoga bermanfaat.

Perbedaan antara kata " As-Syari'ah dan Al-Fiqh "



Sering kita dapati sebagian orang memahami kata Syari'ah hanya sebatas Ilmu Fiqh saja, seakan-akan tidak ada bedanya antara kata As-Syari'ah dan Al-Fiqh. Oleh karenanya kami mencoba membedah perbedaan kalimat tersebut untuk menambah wawasan kita, serta meluruskan pemahaman yang kurang tepat pada masa lampau dan untuk muroja'ah (mengingat kembali) bagi yang sudah tau.

Perbedaan dari As-Syari'ah dan Al-Fiqh bisa dibagi menjadi 4 cabang permasalahan :
1. As-Syari'ah itu maknanya umum untuk semua yang berkaitan dengan agama, baik itu masalah Aqidah, Akhlak dan Amaliyah (Al-Fiqh).
2. Al-Fiqh bagian dari Syari'ah itu sendiri, dan dikhususkan untuk permasalahan yang berhubungan dengan amalan individual, seperti Sholat, Hudud , Perdagangan, Qodo', dan Perilaku hamba secara keseluruhan.
3. As-Syari'ah itu dianalogikan mengenai hukum-hukum dan kaidah-kaidah sebagaimana Al-Quran dan As-Sunnah diturunkan.
4. Al-Fiqh itu Pemahaman dan Hasil Sebuah Penelitian dari kitab dan Sunnah, itu salah satu sisi praktek dari As-Syari'ah itu sendiri.

Dari penjabaran diatas bisa kita simpulkan, bahwa As-Syari'ah lebih umum daripada Fiqh, karena Fiqh bagian darinya. Dan tidak termasuk kesalahan bahwa kita menggunakan kalimat As-Syari'ah yang bermaksud Al-Fiqh sebagaimana yang sudah ma'ruf sekarang ini di Fakultas-Fakutas Hukum, yang menggunakan lafadz Syari'ah dimaksud kan untuk Al-Fiqh. Pembahasan itu termasuk dalam Ithlaq Majazi dalam Bab Ithlaq Am dan Menginginkan makna khusus.

Maka kalau kita ditanya,
Fulan : Akhi antum ngambil Fakultas apa di Univ. Al-Azhar?
Ana : (Misalnya), Ana ngambil Fakultas Syari'ah Islamiyah.
Fulan : Itu kuliahnya kayak gimana ya?
Ana : Kuliah Syariah itu membahas tentang Ilmu yang berkaitan dengan agama, tapi lebih detail mendalami mengenai Fiqh (Hukum-hukum) dan Ushul Fiqh, meskipun ilmu yang lain dipelajari juga.
Fulan : Oh, Syukron akhi.
In syaa Allah tahun depan ana nyusul.
Dialog diatas hanya sekedar contoh, untuk memahami permasalahan yang telah kita bahas.


Semoga bermanfaat bagi kita semua.

oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far
18 November 2016

SEKILAS TENTANG BUKU ROF'UL MALAM - IBNU TAIMIYYAH




 - Buku ini cocok buat yang suka mencela orang mukmin, apalagi Ulama'. -

Buat intropeksi aja bagi diri kita masing-masing, agar senantiasa menjaga lisan dan selalu mengedepankan huznudzon terhadap Ulama', karena kehormatan mereka harus tetap kita jaga, meskipun terkadang mereka salah, sebagaiamana manusia biasa.

Tugas kita tatkala ada Ulama' terjatuh dalam ijtihad yang salah atau yang lain, yaitu Kita jelaskan letak kesalahannya dan tetap menjaga kehormatannya.

Lihat perkataan Imam Malik, yang maknanya : " Semua perkataan manusia bisa diambil dan juga bisa ditolak, kecuali perkataan Nabi Muhammad Salallahu'alaihissalam". (Termaktub dalam Muqoddimah kitab ini)
Para Ulama saja masih banyak kekurangan dan kesalahan apalagi kita, yang memang sering kali mengedepankan hawa nafsu untuk menentukan sesuatu daripada dalil, jangankan mau ijtihad sesuatu masalah, boro-boro hafal Al-Quran dan Hadist Nabi, membaca Al-Quran saja males, apalagi baca kitab para Ulama' yang jumlahnya ribuan. Lantas kita menjadi Mufti di Facebook atau medsos lain, hantam sana hantam sini, Cela sana cela sini Memang kita itu memang harus selalu melihat kepada diri kita lebih dalam lagi. Muhasabah dan terus Muhasabah, biar hati kita ini adem, tidak nyinyir sana dan sini.
Allahu Musta'an
اللهم اغفر لنا و المسلمين أجمعين
Penulis kitab : Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah


Abu Yusuf Akhmad Ja'far
Kairo, 26 Nov 2016

Sabtu, 01 Januari 2022

Bolehkah, Nonton Bareng Sepakbola di Masjid?




Agama Islam adalah agama yang sempurna, sudah dijelaskan semuanya tentang hukum-hukum yang berkaitan dengannya. Terkadang kita saja yang malas mencari dan bertanya kepada ahli ilmu.
Diantara yang sudah dijelaskan oleh Ulama kita, adalah Hukum-hukum yang berkaitan dengan Masjid.
Sebelum kita menentukan hukum nobar di Masjid, maka lebih dahulu kita bahas beberapa hal berikut :
Bagaimana hukum bermain di Masjid?
Hal tersebut dibolehkan jika permainan mengandung maslahat bagi kaum muslimin, seperti latihan perang.
Itupun dengan beberapa syarat,
- Tidak boleh mengangkat suara (teriak-teriak)
- Ejekan
- Celaan
- Melukai sesama
Jika hal yang dibolehkan namun tidak memenuhi syarat maka hukumnya HARAM.


Lalu bagaimana dengan Nobar Sepakbola di masjid?
Selain itu bukan permainan yang ada maslahat bagi kaum muslimin, karena bukan sarana latihan untuk jihad. Jadi tidak tepat jika menggunakan dalil tentang latihan perang lalu diqiyaskan dengan main bola. Itu namanya qiyas maal fariq.
Belum lagi jika ada mengangkat suara, ejekan, dan lainnya. Itu mungkin saja terjadi, karena penonton tidak mungkin diam. Apalagi jika tim kesayangan mencetak gol atau kebobolan, secara spontan biasanya teriak-teriak.

Maka kesimpulannya tidak boleh nobar di Masjid, karena selain bukan untuk maslahat kaum muslimin, terdapat hal-hal yang terlarang untuk dilakukan. Allahul Mustaan
Lebih lanjut, silahkan baca Kitab Ahkam al-Masajid fi asy-Syariah al-Islamiyah karya Dr. Ibrahim bin Shalih Hafidzahullahu Ta'ala






DKM masjid selain amanah dan pinter mengelola idaroh, harus berilmu. Tidak hanya modal semangat demi meraup banyak Jamaah.
العلم قبل القول والعمل
"Ilmu Dahulu sebelum berkata dan beramal"
Semoga Allah mengampuni kita semua.


Abu Yusuf Akhmad Ja'far, Lc
Kota Madinah, 27 Jumadil Ula 1443 H

SEJARAH ILMU MUSHTOLAH HADITS



Merupakan sebuah kenikmatan diberi kesempatan mempelajari ilmu hadist, sebuah ilmu yang mulia.

Kitab guru saya dibawah ini salah satu sumbangsih beliau untuk umat agar mempermudah para pembaca nya mengenal Ilmu Mustolah Hadist dari awalnya. Termasuk saya penikmat karya-karya beliau yang mudah dicerna dan dimengerti, karena beliau tidak suka panjang lebar dalam membahas sesuatu, karena beliau tau betul bahwa kitab yang beliau tulis adalah untuk pemula.



Beliau menyebutkan dalam tulisan-tulisan beliau di semua cabang ilmu '' Mabadi Asyaroh (Awal mula mempelajari sesuatu dimulai dari mengenal 10 hal) '', beliau menukil perkataan Ash-Shobban, seorang Ulama dari Kairo yang mempunyai karya yang luar biasa diantaranya '' Hasyiyah Ala Syarh Al-Asymuni Ala Alfiyah '' .
Salah satu dari Mabadi Asyaroh, yaitu siapa peletak Ilmu Mustolah Hadist, beliau menyebutkan bahwa ilmu hadist itu dicetuskan oleh ulama besar semisal Imam Syafi'i, Bukhari, Muslim dll akan tetapi belum ada yang meletakkannya dalam sebuah kitab tersendiri. Akhir abad ketiga baru ada yang meletakkan ilmu mushtolah hadist ini dalam sebuah kitab tersendiri dengan kitab yang berjudul '' Al-Muhaddist Al-Fashil baina Ar-Rowi wa Al-Waa'i '' Versi cetakan terbaru di Dar Imam Bukhari Qatar, dengan harga 250 rb Cover warna merah dan hitam dengan halaman yang cukup tebal - karya Qodhi Abu Muhammad Hasan bin Khallad Ar-Romahurmuzy yang wafat tahun 360 H.

Penulis kitab dibawah ini memberikan corak yang berbeda dalam penulisan-penulisan kitab Mustolah Hadist sebelumnya, salah satunya yaitu beliau memberikan soal dalam setiap pembahasan untuk pemperkuat pemahaman pembaca nya.
Semoga Allah memberikan keberkahan kepada penulis kitab ini, yaitu guru saya Syaikh Dr. Kholid Mahmud Al-Juhany Hafidzahullahu Ta'ala


_Abu Yusuf Akhmad Ja'far_

Kisah Ibnu Daqiq Al-'Id

 


Imam Ghozali Rahimahullahu Ta'ala mempunyai 3 kitab saling berurutan untuk meringkas Nihayatul Mathlab karya Imam Al Juwainy, yang pertama Al-Basith, kemudian Al Washit dan selanjutnya Al-Wajiz.
Imam Ar-Rofi'i mensyarah Kitab Al-Wajiz yang dikenal dengan nama Al-Aziz Syarh Kitab Al Wajiz atau masyhur dengan sebutan Asy-Syarhu Al-Kabiir (Versi Cetakan DKI 13 jilid)
Ibnu Daqiq Al-'Id (beliau hidup di Abad ke 7) membeli kitab tersebut sebesar 1000 Dirham (setara 88 jt) dan beliau mengkhtamkannya selama setahun penuh. Uniknya selama setahun itu beliau hanya melakukan hal-hal yang wajib saja, semisal sholat lima waktu beliau kerjakan tanpa melakukan sholat sunnah-sunnah yang lain semisal Qiyam lail dll. Setelah menyelesaikan sholat fardhu beliau belajar kitab Fathul Aziz begitu seterusnya sampai setahun penuh.
Ibnu Daqiq Al-'Id menjadi seorang Alim bermadzhab Syafi'i pada zamannya.
Rahimahullahu Ta'ala
(Faidah dari kajian Silsilah Adz-Dzahabiyyah Kitab Madzhab Asy-Syafi'i di Masjid Al-Azhar Kairo).

Pelajaran yang bisa dipetik :

Demi ilmu puluhan juta dikorbankan dan betapa istiqomahnya beliau dalam mempelajari satu kitab berjilid jilid sampai selesai.
Coba bandingkan dengan kita, kitab harganya 45 rb masih di tawar. Allahul Mustaan


_Abu Yusuf Akhmad Ja'far_

Bahaya Belajar Setengah-setengah



Dalam kesempatan pengembaraan mencari kitab-kitab para ulama yang dipesan oleh sebagian asatidz di Indonesia, sambil lihat-lihat kitab terkadang kami membuka kitab-kitab yang judulnya bagus lalu menyempatkan untuk membaca singkat, minimal daftar isi dan muqoddimah, jikalau ada pembahasan menarik maka langsung cari babnya. Kebetulan kami menemukan kitab dibawah ini. Judulnya bagus dan isinya Masya Allah luar biasa yang menjelaskan tentang hadist-hadist yang sering dijadikan hujjah oleh orang-orang yang menyelisihi hadist itu sendiri.



Contoh : Hadist tentang niat, mereka yang ngajinya tidak tuntas berkesimpulan : " Yang penting Niatnya". Lalu jadi orang sok paham hadist.


Misal : Wanita yang tidak pakai jilbab, lalu meremehkan jilbab, menganggap bahwa jilbab itu kurungan (seperti tenda kemah) lalu niqob itu bla,bla..lalu mereka mengatakan : Agama itu tidak dilihat dari apa yang nampak dan bentuknya, karena Allah tidak melihat perawakan kita (casing), tapi Allah melihat pada hati kita. Kalau ( tidak berjilbab ) itu mempunyai niat baik (positif) dalam hal itu maka tidak ada masalah.
Nah ini kan jahil, kalau pemahaman seperti ini.
Paham satu dua hadist lalu berkesimpulan kayak gini.
Jangan fikir mereka (orang-orang yang menyimpang) tidak pake dalil, mereka pakai dalil, bahkan hadist shohih yang dipakai. Tapi bedanya dengan Ahlussunah, mereka pakai dalil untuk menguatkan hawa nafsunya, adapun Ahlussunah pakai dalil untuk diamalkan.
Orang-orang yang punya faham demikian banyak di sekitar kita, bahkan di kampus-kampus Islam, (Katanya kampus Islam). Tapi Wal'iyadzubillah.
PR dakwah masih panjang, teruslah belajar untuk memperbaiki diri yang serba kurang ini.
Dan banyak lagi contoh-contoh yang lain.


Kairo, 23 Muharram 1439 H
** Abu Yusuf Akhmad Ja'far **

KISAH NYATA SYAIKH BIN BAZ



Pada pengajian tadi, tatkala membahas kitab Syaikh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah " Al-'Aqidah Al-Washitiyah", Syaikhuna menceritakan tentang harapan gurunya yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullahu.
Beliau berangan-angan agar penglihatannya kembali lagi untuk melihat satu hal, yaitu Onta.
Karena Allah Ta'ala berfirman :
أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإِبِلِ كَيْفَ خلقت
" Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan" (QS. Al-Ghosiyah : 17 )

Tambahan dari kami :
Lihatlah seorang Alim, angan-angan nya luar biasa. Beliau tidak berangan-angan melihat istrinya, anaknya dan kesenangan yang lain dari megahnya dunia, tapi beliau berkeinginan mentadabburi ayat-ayat Allah yang diformalkan dalam Al-Qur'an.
Adapun kita diberi penglihatan yang bagus tapi jarang sekali memikirkan tanda-tanda kebesaran Allah. Astaghfirullah
Ampuni kami yang banyak lali dari apa yang telah egkau perintahkan...


Kairo, 25 Muharram 1439 H


** Abu Yusuf Akhmad Ja'far**

Fitnah lebih Kejam daripada Pembunuhan



Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far

Kata-kata ini sering terdengar di telinga, sedari SD hingga kini. Apakah anda sering mendengarnya juga ?
Setelah ditelisik Ternyata perkataan itu berdasarkan firman Allah Ta'ala :
والفتنة أشد من القتل
" Fitnah itu lebih Kejam dari pembunuhan " (QS. Al-Baqoroh : 191 )
Sebenarnya sudah lama pengen nulis ini, tapi baru sempat sekarang. Dalam rangka meluruskan persepsi di masyarakat.
"Fitnah" yang dipahami oleh teman-teman kita yaitu jika ada saudaranya tidak berbuat sesuatu, lalu dituduh berbuat sesuatu maka itu disebut fitnah. Oleh karenanya dari dulu hingga sekarang, temen-temen masih suka bilang jika dirinya tertuduh dengan hal yang tidak dia lakukan maka akan mengatakan, : Jangan kau Fitnah aku karena " Fitnah itu lebih Kejam dari pembunuhan ".
Lalu apakah benar Fitnah yang ada di ayat diatas sama dengan "Fitnah" yang dipahami oleh kabanyakan teman-teman? Ternyata setelah dibuka kitab-kitab tafsir seperti Tafsir At-Thabari, Tafsir Al-Qurtubhi, Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir , dll maknanya adalah Kesyirikan. Bukan fitnah yang dipahami kebanyakan teman-teman.

Tafsir Al-Qurthuby

Tafsir Ath-Thabary

Tafsir Ibnu Katsir


Tafsir Jalalain

Oleh karenanya ayat diatas lebih tepat kita terjemahkan, " Fitnah (Kesyirikan) itu lebih Kejam dari pembunuhan".

Semoga bisa dipahami, bahwa yang dimaksud fitnah lebih Kejam dari pembunuhan itu yaitu Syirik kepada Allah, bukan masalah menuduh A dan si A tidak melakukan.

Adapun makna fitnah itu sangat umum dan luas, mencakup segala bentuk ujian itu disebut Fitnah. Adapun yang sudah terkenal di masyarakat itu sudah menjadi kekhususan jadi terbatas disitu saja, padahal tidak demikian.


Semoga bermanfaat,
silahkan share jika manfaat !!


Kairo, 04 Safar 1439 H