HOME

Kamis, 12 Mei 2022

Kesabaran Seorang Ibu - (Sebuah Kisah Nyata)



Kita berdua ditinggal wafat bapak saat usia masih sangat dini, saya ketika itu berusia 13 tahun, sedangkan adekku 10 tahun.
Ketika ditinggal wafat, mak banyak sekali ditinggali hutang oleh bapak karena untuk berobat selama sakitnya, kurang lebih 3 tahun lamanya. Angkanya ratusan juta, Allahul Mustaan.
Kalaulah bukan karena karunia Allah, kemudian kesabaran mak, entah nasib kita berdua mungkin sudah putus sekolah saat itu. Bisa beli beras saja sudah sangat bersyukur.
Mak yang hanya jualan ikan, sayur dan sembako menguatkan kami, bahwa saya dan adek saya harus tetap sekolah setinggi-tingginya. Jangan hanya berhenti di tengah jalan.
Kita berfikir, bahwa lulus SMK/SMA saja sudah bersyukur, boro-boro mau kuliah. Tapi itu semua ditepis oleh mak saya, beliau banting tulang sendiri untuk menghidupi kami. Tidurnya sangat sedikit sekali.
Beliau jualan apa saja yang beliau bisa, untuk bisa menyekolahkan kita berdua. Pernah jualan nasi jagung, jualan pempek, jualan cilok, mie tok-tok, dan banyak lagi yang lainnya.
Tugas saya saat itu membantu beliau, mengantarkan ke pasar. Dan juga tentunya harus berprestasi di sekolah.
Setelah hampir 6 tahun lamanya hidup dalam kesederhanaan, akhirnya saya lulus sekolah. Dan saya bertekad untuk lanjut kuliah, setelah banyak lika-likunya. Allah berikan saya tempat kuliah di Univ. Al-Azhar Kairo, tentunya hal ini sangat membanggakan mak saya dan juga keluarga.
Tugas saya sebagai kakak, yaitu mengantarkan adekku ke gerbang yang sama, yaitu bisa kuliah. Dan semua itu Allah mudahkan urusan kami, hingga adekku juga bisa kuliah di Luar Negeri, tepatnya di salah satu kampus di Turki. Meskipun jurusannya bukan agama, karena kecenderungan yang berbeda, itu tidak masalah. Saling menopang nantinya.
Rezeki Allah datang lagi, saya diberi kesempatan kuliah di Univ. Islam Madinah. Walhamdulillah

Setelah hampir dua tahun tak berjumpa, hari ini kita di pertemukan di Istanbul.
Bukan hanya sekedar sarapan, tapi memang ingin bertemu. Dengan biaya yang pas-pasan, yang penting bisa jalan-jalan bareng, membuat mak senang.
Ketika tadi kita telpon, mak menangis haru melihat anak-anaknya sudah sampai di titik ini. Kita flasback ke 11 tahun yang lalu, sepertinya tidak mungkin. Akan tetapi Allah berkehendak lain.
Semoga makku sehat selalu, salah satu pintu surga yang tersisa bagi anak-anaknya.
Semoga kita bisa membalas dan bisa membahagiakan beliau.


Istanbul, 27 Oktober 2020
~Abu Yusuf ~