Masuk
Semester 2 di LSIA
Di LSIA, waktu belajarnya hanya satu tahun
yaitu 2 semester, setara dengan Diplom 1.
Tidak
banyak yang berubah di semester dua, hanya saja muqoror berganti dengan level
berikutnya. Kamarku di asrama juga pindah, kali ini saya sekamar dengan
teman-teman dari Lombok, Bekasi dan Palembang.
Di
kamarku saat itu lumayan seram, karena temen sekamarku sering kesurupan
sehingga bikin heboh se asrama bahkan musyrif ikut kualahan menanganinya.
Memang sudah sejak semester satu dia begitu, dan berlanjut di semester dua.
Kalau sudah mulai gejalanya, pasti dia meraung-raung.
Beberapa
kali saya membacakan al-Qur’an padanya, bahkan sempat di pukul. Rasanya sakit
sekali kala itu. Sungguh aneh, salah satu sebab dia begitu karena di podoknya
dulu suka mengamalkan dzikir dari gurunya yang tidak sesaui tuntunan dan dia
masih menyimpan benda-benda keramat di kamarnya. Setelah temen-temen mengetahui
hal ini, mereka segera membuang barang-barang itu.
Ada
pelajaran di kelas yang kurang saya sukai , yaitu Khot Arabi. Alhasil sampai
sekarang tulisan saya jelek. Pelajaran lainnya semakin seru, Ust. Syarif saat
itu mengajar nahwu dari kitab Al-Ajurumiyah selalu membawakan angina segar
berupa faidah-faidah baru, Alfiyah Ibnu Malik yang beliu hafal seakan-akan
membuat kami sekelas takjub. Beliau sangat serius kalau ngajar, bahkan tak
segan menggebrak meja kalau ada yang tidur atau tidak memperhatikan materi yang
beliau sampaikan, namun sesekali di bumbui pembahasan pernikahan dan poligami,
yang membuat isi kelas menjadi rame dengan gelak tawa.
Berbeda
dengan Ust. Rizky Narendra, beliau ngajar kami Qiroah dan Ta’bir. Sangat anti
dengan pembahasan wanita dan pernikahan di kelas, selalu beliau mengalihkan ke
pembahsan yang berkaitan dengan materi. Sesekali beliau bercerita tentang siroh
Nabi dan Ulama, karena menurut pengakuan beliau bahwa beliau sudah
mengkhatamkan Kitab Siyar A’lami Nubala karya Imam Adz-Dzahabi yang
berjilid-jilid itu sebanyak 3 kali selama menjadi mahasiswa di Madinah. Pantes
saja beliau sangat hafal dengan kisah-kisah biografi para ulama yang di
tuliskan Imam Adz-Dzahabi.
Beliau
termasuk mahasiswa LSIA terbaik di angkatannya, beliau dari sekolah umum. Tapi
semangatnya mengalahkan anak-anak yang dari pesantren sehingga Allah bukakan
pintu ilmu untuk beliau, setelah lulus LSIA beliau melanjutkan ke Ar-Royyah
Sukabumi, dan termasuk angkatan awal-awal. Disana beliau bisa menghfal
Al-Qur’an 30 juz dengan mutqin, sehingga setelah lulus beliau dapat panggilan
untuk melanjutkan kuliah ke Univ. Islam Madinah.
Beliau
lah salah satu inspirasi saya ketika itu, semoga saya bisa meniru beliau dalam
perjuangannya menuntut ilmu, hingga akhirnya nanti bisa kuliah di Kota Madinah,
tempat idaman seluruh pelajar muslim.
Ust. Azmy salah satu dosen yang sangat
kalem, penyabar dan murah senyum. Pembawaannya yang kalem menjadi ciri khas
tersendiri. Bukan hanya itu, beliau selalu berpakaian rapi sehingga wibawanya
selalu terjaga.
Pelajaran
Reading Couse mengajarkan banyak hal bagi saya, terutama tulis menulis. Dari
situlah bibit-bibit bakat menulis saya mulia terasah. Menghabiskan waktu
membaca, menghafal dan murojaah. Sungguh nikmat yang luar biasa.
Jujur
saja, saat semester dua saya membawa tablet android ke asrama, tidak terlarang
dari pihak asrama. Tujuan utamanya sih, mencari info pendaftaran kampus-kampus
setelah lulus nanti. Memang susah membagi waktu dengan adanya internet, itulah
yang saya alami. Ada positif dan negatifnya, tergantung bagaimana kita dalam
memanfaatkannya.
Di awal bulan Januari mendapat pengumuman
bahwa Universitas Islam Madinah membuka tes Muqobalah di Darunnajah Jakarta,
alhamdullilah berkas yang tahun lalu sudah ada dan telah di perbarui dengan
nomor paspor yang sudah saya buat saaat liburan kemaren. Dengan bekal roqm
thalab saya berangkat kesana sendirian, karena temen-temen saat itu belum siap
berkas apa-apa, jadi tidak ada yang ikut daftar. Alhamdulillah saya sudah
siapkan berkas sejak setahun lalu, jadi kapanpun ada pendaftaran muqobalah,
saya selalu siap.
Berliku
mencari alamat Pondok Pesantren Darunnajah, naik angkot beberapa kali akhirnya
ketemu juga. Saya nginep dua hari disana, pesertanya membludak banyak sekali,
sehingga muqobalah di ganti dengan tes tulis di aula yang sangat besar. Alhamdulillah
bisa jawab dengan lancar.
Ikhtiyar sudah kita lakukan tinggal menunggu
hasil. Setelah itu saya balik lagi ke asrama untuk melanjutkan hari-hari
biasanya.
Setiap
Sabtu malam ada latihan Panca Bela, semacam pencak silat begitulah. Jujur saja
saya kurang minat dalam mengikutinya. Tapi karen wajib bagi setiap mahasiswa
untuk ikut, ya terpaksa dengan setengah hati mengikutinya. Sesekali bolos
dengan temen-temen, sehingga Ust. Ujang Habibi salah satu ketua asrama memarahi
kami semua. Lika-liku belajar demikian, ada saatnya dimarahi karena melanggar.
Kajian
setiap hari Selasa selepas sholat subuh, dengan pemateri Ust. Dr. Ahmad Zen
An-Najah Hafidzahullah Ta’ala (Lulusan Univ. Islam Madinah dan Al-Azhar Kairo).
Wajib bagi mahasiswa asram untuk ikut, meskipun dengan rasa kantuk. Kajian itu
sudah berlangsung dari semester 1, berlanjut di semester dua. Kitab yang di
kaji adalah Lum’atul I’tiqod karya Ibnu Qudamah tentang aqidah , dan Kitab
Muqoddimah fi Tafsir karya Ibnu Taimiyyah. Alhamdulillah selesai dua kitab itu,
meskipun di bahas seminggu sekali. Dan jujur saja, saat itu saya belum terlalu
memahami alur kajiannya. Atau karena memang saya kurang pinter saja kali ya,
tapi ada sedikit faidah yang saya ambil berupa pengenalan terhadap kitab-kitab
ulama dan mengkajinya.
Setiap
bulan saya selalu saja punya hutang, si Jon yang selalu menghutangi saya saat
itu. Memang kita sangat akrab saat itu, beiau dari Kota Solok Sumatra Barat.
Uang dari umik selalu tidak cukup dalam sebulan. Umik memberi 500 ribu setiap
bulannya, buat iuran makan di asrama 275 rb, sisa 225 rb untuk sebulan, belum
lagi beli paket internet 50 rb . sisanya buat jajan di kantin dan beli
buku-buku. Pantas saja selalu kurang, sehingga saya berhutang kepada si Jon,
tidak banyak sih 100-150 rb saja, dan selalu saya bayar setiap ada kiriman dari
umik, meskipun setelah itu hutang lagi. Kalau bahasa kerennya gali lubang tutup
lubang. Begitulah realita kehidupan yang saya jalani, harus hemat di
perantauan, dengan bekal secukupnya.
Membeli
buku, itulah hobi saya. Sehingga setiap bulan selalu saya sisikan uang dari
umik untuk membeli buku, terutama buku favorit saya adalah tulisan Ust. Yazid
Abdul Qodir Jawas Hafidzahullah Ta’ala, setiap beli buku berusaha say abaca
hingga tuntas dan banyak faidah yang saya dapat. Suatu saat ada Book Fair di
Senayan Jakarta, maka temen-teman sepakat untuk pergi kesana rombongan,
meskipun tidak beli, minimal mempunyai pengalaman sekaligus jalan-jalan melepas
penat di dalam asrama terus menerus. Saat itu saya borong buku, kebetulan
memang saya ada sedikit tabungan khusus untuk Book Fair, kitab-kitab berbahasa
arab yang saya beli, ya meskipun belum lancer bacanya, tapi suatu saat nanti
pasti bisa in syaa Allah.
Main
sepak bola, sebenernya itu hobi dari dulu bahkan saya hafal pemain kelas dunia,
bahkan yang di dalam negripun hafal. Tapi saat kuliah rasanya malas sekali
untuk main sepak bola, sehingga jarang-jarang ikut main hanya sesekali saja,
padahal temen-temen yang lain rutin setiap sore jika tidak ada jam kuliah
selalu sepak bola.
Bulan
demi bulan sudah saya lalui, banyak kosa kata yang saya hafal dan ketahui dari
belajar kitab Silsilah Lughoh Arobiyah 1-4. Dalam setiap babnya selalu ada
tambahan kosa kata baru, sehingga memeberikan pelajaran yang sangat berharga
bagi saya, bahwa bahasa arab itu sangatlah luas. Apalagi di semester dua ada
pelajaran Balaghoh, itulah pertama kali saya belajar balaghoh. Betapa indah bahasa
Al-Qur’an tersebut dipenuhi dengan makna-makna yang luar biasa.
Sudah
memasuki bulan Rajab, itu tandanya sebentar lagi lulus. Kemanakah selanjutnya
saya menuntut ilmu? Itulah yang menjadi fikiran saat itu. LIPIA Jakarta dan
Ar-Royyah Sukabumi menjadi tujuan utama, pembukaan dan tesnya juga sudah di
buka akhir bulan ini.
Kami
berangkat bareng-bareng dengan surat rekomendasi dari ust-ust di LSIA, untuk
daftar ke Lipia. Saat itu kami dan temen-temen nginap di Majid Al-Ikhlas Jati
Padang, masjid itu tidaklah asing bagi mahasiswa Lipia. Karena selalu menjadi
tempat penginapan saat-saat pendaftaran dan tes Lipia.
Dengan
penuh lika-likunya, kami ikut tes yang ke dua kalinya di Lipia, setelah
sebelumnya gagal. Dengan penuh keyakinan akan lulus, maka saya berusaha
mengerjakan soal-soal ujian dengan baik. Setelah seselai tes, maka kami pulang
ke asrama bersama temen-temen.
Dag-dig
dug selama seminggu mananti hasil, dan pada akhirnya kenyataan pahit yang harus
saya terima. Saya gagal untuk masuk lipia untuk yang kedua kalinya. Sedih
sekali saat itu, Alhamdulillah temen akrabku si Jon diterima dan beberapa temen
lain.
Tapi
semangat tak padam, temen-temen yang tidak diterima memutuskan berangkat ke
Sukabumi untuk ikut tes masuk ke Ar-Royyah. Kami berangkat dari terminal Bekasi
menuju Sukabumi, sekitar 6 jam perjalanan saat itu, karena macet.
Malam-malam
sampai juga di Ar-Royyah Sukabumi, dingin sekali karena memang di daerah
pegunungan. Nampak hening suasananya. Dua hari kami disana untuk mengikuti tes,
saya ambil program S1 sedangkan teman-teman ambil program D2. Dengan segala
kemampuan yang ada, alhamdullilah kami mengiktu tes dengan lancar.
Perjalanan
dari Sukabumi ke Bekasi penuh dengan liku, bus penuh sekali. Sehingga kami
harus berdiri selama 6 jam perjalanan, sangat capek sekali rasanya. Itulah
salah satu perjuangan kami untuk mencari tempat berlabuh dalam menuntut ilmu,
meskipun perjuangan itu tidak seberapa susahnya, tapi membekas dalam hati kami
bahwa menuntut ilmu harus penuh perjuangan. Dan betapa takjubnya saya dengan
para ulama salaf dahulu yang rela berjalan hingga berbulan-bulan demi menuntut
ilmu sehingga perjuangan yang kami lakukan ini sangatlah kerdil dibanding
perjuangan mereka. Masya Allah.
Setelah
berkutat dengan tes dan tes, saatnya kami focus untuk ujian akhir di LSIA. Tak
terasa sudah memasuki bulan Sya’ban, itu tandanya beberapa minggu lagi kami
akan lulus.
Belajar
dan menghafal di malam-malam ujian, untuk meraih hasil yang terbaik. Tibalah
waktunya ujian demia ujian, hari demi hari terlewati, mata kuliah demi mata
kuliah juga terlewati. Alhamdulillah, usai juga ujian semester dua, sudah
saatnya pulang kampung.
Sebelum
pulang kampung, saya bersama teman teman sempat mengikuti tes di Hufadzussunnah
di Jakarta (Ijazahnya Ikut Lipia Jarak Jauh dari Riyadh) dan ikut tes di STID
Muhammad Nastir (langsung semester 3).
Tiba-tiba
hp bergetar , setelah ku lihat ternyata pesan singkat dari teman lama asal
Lampung yang sama-sama pernah ikut pelatihan tes Lipia di Paciran, Lamongan
satu tahun lalu, beliau memberitahukan tentang seleksi di Univeritas Al-Azhar
Kairo. Beberapa waktu setelah kabar tersebut, ku coba buka-buka internet untuk
mendaftar, awalnya itu hanya iseng, karena rasa ingin tahu yang sangat tentang
universitas islam tertua di dunia ini. Setelah selesai semuanya, aku hanya
menunggu waktu seleksi , kebetulan aku memilih tempat seleksi di Kota Apel
Malang, yang kebetulan dekat dengan kota kelahiranku.
Alhamdulillah
nilai akhir semester dua sudah keluar, dan saya meraih nilai Mumtaz dan
termasuk salah satu yang terbaik di kelas. Alhamdulillah atas karunia Allah
sehingga meraih hasil yang terbaik.
Lalu
penguman-penguman hasil tes bagaimana ? simak serial berikutnya.
0 komentar:
Posting Komentar