HOME

Selasa, 07 April 2020

Fiqh Puasa Kitab Safinatun Najah 5


Silsilah Ngaji #Fiqh Syafii#
Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far

فيما يبطل الصوم
~Pembatal Puasa~
يبطل الصوم : بردة، و حيض، و نفاس، أو ولادة، و جنون ولو لحظة، و بإغماء، و سكر تعدى به، إن عما جميع النهار
1. Murtad
Murtad bisa berupa perkataan, keyakinan dan perbuatan.
2. Haid
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai sebab kekurangan agama wanita, beliau berkata,
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ
“Bukankah wanita jika haidh tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di dalam kitab Kifayatul Akhyar penulis menyebutkan, “Imam Nawawi membawakan nukilan ijma’ (kesepakatan ulama), puasa menjadi tidak sah jika mendapati haidh dan nifas. Jika haidh dan nifas didapati di pertengahan siang, puasanya batal.
3. Nifas ataupun Wiladah
Nifas hukumnya sama dengan haid, seperti nukilan diatas
4. Gila walaupun sebentar
Jika dia gila di pasar pertengahan siang, maka puasanya tetep batal walaupun sudah sadar pada hari itu.
5. Pingsan seharian
Adapun dia pingsan, lalu sadar di pertengan hari atau sesaat sebelum magrib maka puasanya sah.
Adapun jika dia tidur dari subuh hingga magrib, apakah puasanya sah? Sebagaian mengatakan tidak sah di qiaskan dengan pingsan seharian penuh, akan tetapi yang sahih, puasanya sah.
6. Mabuk yang menyebabkan pingsan seharian
Ada banyak pembatal yang tidak disebutkan penulis, diantaranya Makan dan minum sengaja, muntah dengan sengaja, onani, dan lainnya.
Sebagian sudah di singgung di pembahasan sebelumnya seperti Jima'.
في حكم الإفطار في رمضان
Hukum Berbuka di Siang Hari Bulan Ramadhan
واجب : كما في الحائض و النفاس
Pertama : Wajib, seperti orang Haid dan Nifas
وجائز : كما في المسافر و المريض
Kedua : Boleh, seperti Musafir dan Orang Sakit
Dalil mengenai hal ini adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
Untuk orang sakit ada tiga kondisi di sebutkan di dalam kitab Kasyufatus Saja (dengan sedikit tambahan) :
Kondisi pertama adalah apabila sakitnya bisa bertambah parah atau akan menjadi lama sembuhnya dan menjadi berat jika berpuasa, namun hal ini tidak membahayakan. Untuk kondisi ini dianjurkan untuk tidak berpuasa dan dimakruhkan jika tetap ingin berpuasa.
Kondisi kedua adalah apabila tetap berpuasa akan menyusahkan dirinya bahkan bisa mengantarkan pada kematian. Untuk kondisi ini diharamkan untuk berpuasa. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu.” (QS. An Nisa’: 29). Jika tetap memaksa berpuasa, lalu wafat maka dia telah wafat dalam kemaksiatan. Allahu Mustaan
Kondisi ketiga adalah apabila sakitnya ringan dan tidak berpengaruh apa-apa jika tetap berpuasa. Contohnya adalah pilek, pusing atau sakit kepala yang ringan, dan perut keroncongan. Untuk kondisi pertama ini tetap diharuskan untuk berpuasa.
ولا ولا كما في المجنون
Ketiga : Tidak ada hukumnya Seperti orang gila (yaitu tidak wajib, juga tidak haram, tidak boleh)
Itulah makna ولا ولا
Yaitu ليس بواجب و لا جائز و لا محرم ولا مكروه
Sebagaimana kata Syaikh Nawawi Al-Banteni dalam kitab beliau Kasyifatus Saja.
محرم : كمن أخر قضاء رمضان مع تمكنه حتى ضاق الوقت عنه
Keempat : Haram, Seperti orang yang mengakhirkan Qodo Ramadhan hingga sempit waktunya (mendekati Ramadhan berikutnya) padahal mampu untuk mengqodo (tidak ada halangan).
Jika ada orang punya hutang puasa, lalu tidak mengqodo hingga datang bulan puasa berikutnya maka dia berdosa jika tidak ada udzur syari karena telah menunda kewajiban, dan dia tetap harus mengqodo' puasa tersebut dan harus memberi makan setiap orang miskin satu mud (3/4 kg beras) sesuai hari yang di tinggalkan.
Wallaahua’lam

0 komentar:

Posting Komentar