Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far
Muqoddimah
الحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ ، كَمَا
يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَآيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَ إِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى ، وَ خيْرَ
الهَدْيِ هَدْيُ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، وَ شَرَّ
الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٍ
أمَّا بَعْدُ ،
Segala
pujia bagi Allah atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya. Betapa banyak nikmat yang
Allah berikan kepada kita, namun tidak banyak nikmat yang diberikan olehNya
kita manfaatkan untuk kebaikan dan ketaatan. Patut bagi kita untuk selalu
intropeksi diri setiap langkah yang kita lalui dalam kehidupan dunia ini.
PEMBATAL ISLAM - 3
TIDAK TEGAS DENGAN MENGKAFIRKAN, RAGU ATAU
MEMBENARKAN KEYAKINAN ORANG-ORANG KAFIR
1.
Tidak mengkafirkan orang-orang
musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan pendapat mereka.
Yaitu orang yang tidak mengkafirkan
orang-orang kafir -baik dari Yahudi, Nasrani maupun Majusi-, orang-orang
musyrik, atau orang-orang mulhid (Atheis), atau selain itu dari berbagai macam
kekufuran, atau ia meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan pendapat
mereka, maka ia telah kafir.
Perlu
diketahui bahwa selain agama Islam itu berarti itu KAFIR. Wajib bagi
kita meyakini kekafirannya. Jadikan hal ini sebagai Aqidah kita. Agama dibangun
diatas dalil bukan perasaan, kalau ada orang bukan Islam maka sebutannya ORANG
KAFIR. Seperti Yahudi, Nasrani (Kr*st*n), Majusi, Komunis, Sekularisme, B*dh*,
H*nd*, K*nghuc* , Ateis atau keyakinan (kepercayaan) lainnya yang jelas kufur,
maka ia telah kafir.
Dalil
hanya Agama Islam Agama yang benar, Allah Ta’ala berfirman:
إنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya
agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…” (Ali ‘Imran: 19)
Juga
firman-Nya:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Pertanyaan
: Kenapa kok kita disuruh mengkafirkan orang yang jelas kekafirannya ?
Hal
ini dikarenakan Allah Ta’ala telah mengkafirkan mereka, namun siapa saja
yang menyelisihi Allah dan Rasul-Nya, ia tidak mau mengkafirkan mereka (seperti
contoh diatas), atau meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan pendapat
mereka, maka mereka itu telah menentang Allah Ta’ala.
Padahal
Allah Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ
ابْنُ مَرْيَمَ ۚ
“Sesungguhnya telah kafirlah
orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera
Maryam"...” (QS. Al-Maidah : 17)
لَّقَدْ كَفَرَ
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا
إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۚ وَإِن لَّمْ يَنتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan: Bahwa Allah salah satu dari yang tiga,
padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang
Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti
orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al-Maidah: 73)
Allah
Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ
فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya
orang-orang kafir, yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke
Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk
makhluk.” (Al-Bayyinah:
6)
Nabi Muhammad salallahu
‘alaihissalam bersabda : “Demi Dzat Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya,
tidaklah dari umat ini baik Yahudi atau Nashrani mendengar tentang aku,
kemudian dia mati dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya
kecuali ia termasuk ahli neraka.” (Shahih, HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu)
Yang
dimaksud Ahlul Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani, sedangkan kaum
musyrikin adalah orang-orang yang menyembah ilah yang lain bersama Allah.
Dari sini menimbulkan pertanyaan, apakah tidak
boleh bermuamalah dengan orang kafir sama sekali ? lalu bagaimana dengan
seorang muslim yang tinggal di wilayah
kaum kafir ?
Para ulama telah membahas masalah ini
jauh-jauh hari tentang permasalahan ini, ada beberapa point penting yang harus
kita ketahui tentang bermuamalah dengan orang kafir.
-
Perkara Aqidah
Haram hukumnya bermuamalah/negoisasi
tentang masalah aqidah (keyakinan) dengan orang kafir. hal ini sebagaimana
kisah yang masyhur tentang sebab turunnya surat Al-Kafirun.
Sebab turunnya ayat ini dikemukakan bahwa kaum kafir Quraisy
berkata kepada Nabi Muhammad, ”sekiranya engkau tidak keberatan mengikuti kami
menyembah berhala selama setahun, kami akan mengikuti agamamu selama setahun
pula.” Maka turunlah Q.S. Al Kafirun tersebut.
Dalam riwayat lain suatu ketika kaum kafir Quraisy mempengaruhi
Nabi dengan menawarkan kekayaan yang sangat melimpah. Tipu daya mereka ini
disampaikan dengan kata-kata, ”Inilah yang kami sediakan bagimu wahai Muhammad,
dengan syarat engkau tidak menjelek-jelekkan dan memaki tuhan kami. Selain itu
sembahlah tuhan kami selama beberapa saat setelah itu kami akan menyembah
Tuhanmu pula selama beberapa waktu.” Rasulullah menjawab, ”Aku akan menunggu
wahyu dari Tuhanku.”
Surat ini turun berkaitan dengan perintah untuk menolak tawaran
kaum kafir. Selain itu turun pula Q.S. Az Zumar ayat 64 sebagai perintah
menolak ajakan orang-orang bodoh yang menyembah berhala.
Selain itu disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Al Aswad bin
Mutalib dkk bertemu dengan Rasulullah dan berkata, ”Wahai Muhammad, mari kita
bersama-sama menyembah apa yang kami sembah dan kami akan menyembah apa yang
engkau sembah dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah pemimpin kami.”
Maka Allah menurunkan Q.S. Al Kafirun.[1]
Sekarang
sudah mulai Nampak bibit-bibit kaum munafik di negeri kita, ada sebagian orang
(gus atau kyai) yang mencampuradukkan antara agama Islam dengan agama selainnya
atas nama toleransi atau yang lebih dikenal dengan ajaran pluralisme.
Ini adalah penyimpangan dari aqidah yang benar. Na’udzubilla min dzalik.
Contoh yang lain dari perkara yang
dilarang dalam bab aqidah adalah : Ikut serta dalam hari raya mereka (seperti
natal atau yang lainnya), mengucapkan selamat atas hari raya perayaannya, menyerupainya
dalam hal-hal yang menjadi ciri khas bagi mereka (perayaan ulang tahun dan yang
lainnya), mendukungnya sebagai pemimpin yang mana di wilayah itu mayoritas
muslim dll. Semoga Allah melindungi anak keturunan kita dari hal yang demikian.
-
Perkara Muamalah Duniawi
Hukumnya adalah boleh bermualah dengan orang
kafir seperti melakukan jual beli, gadai-menggadai, mengambil pelajaran dari pengalamannya
dalam urusan duniawi atau sewa-menyewa, membalas kebaikannya dll. Hal ini
dilakukan selama tetap dalam batas-batas syariat Islam, tidak terlarut dalam
cinta dunia yang akan mengakibatkan kita menggadaikan agama kita.
Perkara Muamalah ini sudah terjadi
pada zaman Nabi salallahu ‘alaihisalam, Dari
‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata,
ﻋﻦ
ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻬﺎ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ
ﺍﺷْﺘَﺮَﻯ ﻃَﻌَﺎﻣﺎً ﻣِﻦْ ﻳَﻬُﻮﺩِﻱٍّ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﺟَﻞٍ ﻭَﺭَﻫَﻨَﻪُ ﺩِﺭْﻋﺎً ﻣِﻦْ ﺣَﺪِﻳﺪٍ
Dari
‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa : “Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran tertunda
dan menggadaikan baju besinya sebagai gadai”
(HR. Bukhari no. 2068).[2]
Syaikh
Sholeh Fauzan lebih memerinci permasalahan diatas di dalam Syarh Nawaqidul
Islam miliknya, bagaimana seharusnya sikap kita setelah berkeyakinan bahwa
agama selain Islam itu kafir ;
1.
Wajib
bagi kita membeci, memusuhi mereka dan tidak berkasih sayang dengan mereka
walaupun itu kerabat dekat.
Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (١) إِنْ يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ (٢) لَنْ تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (٣)
“1. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan
musuhmu sebagai teman-teman setia
sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa
kasih sayang; padahal mereka
telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu. Mereka mengusir Rasul
dan kamu sendiri karena kamu
beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada
jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (maka janganlah kamu berbuat demikian). Kamu
memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena
rasa kasih sayang, dan Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa
yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka
sungguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus.2. Jika mereka menangkapmu, niscaya mereka
bertindak sebagai musuh bagimu lalu melepaskan tangan dan lidahnya kepadamu untuk menyakiti dan mereka ingin agar
kamu (kembali) kafir. 3. Kaum kerabatmu dan anak-anakmu tidak akan bermanfaat bagimu pada hari
Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan” (QS. Al-Mumtahanah : 1-3)
Dan Allah Ta’ala juga
berfirman :
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ
أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي
قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tak akan mendapati (wahai Muhammad) kaum
yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,
atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan
mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.
Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”(QS. Mujadalah : 22).
2.
Tidak boleh mengantarkan jenazah ke tempat pengkuburannya,
kecuali kalau tidak ada lagi yang menguburkan dari kalangan kaum kafir, tapi
cukup dengan ditimbun tanah saja serta tidak bolehdikuburkan di pengkuburan
kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman :
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ
أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu sekali-kali
menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah
kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS. At-Taubah : 84)
3.
Tidak
saling mewarisi antara orang muslim dan kafir
Nabi salallahu ‘alaihissalam
bersabda :
لَا
يَرِثُ المُسْلِمُ الكَافِرَ وَ لَا الكَافِرُ المُسْلِمَ
“Tidak
boleh seorang muslim mewarisi orang kafir, ataupun orang kafir mewarisi seorang
muslim” (HR. Bukhari dan Muslim)
4.
Tidak
boleh bagi seorang muslim menikahi seorang gadis kafir kecuali ahli kitab
(Yahudi dan Nasrani) Dan tidak boleh bagi muslimah menikah dengan orang kafir
(tanpa terkecuali).
Allah
Ta’ala berfirman :
وَلَا تَنْكِحُوا
الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ
وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ
وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun
dia menarik hatimu…”(QS. Al-Baqarah : 221).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ
أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا
تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ
لَهُنَّ ۖ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ
تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۚ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ
الْكَوَافِرِ
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka
hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan
mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka
janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir.
Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada
halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang
telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar
kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali
(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir;…” (QS. Al-Mumtahanah : 10)
5.
Wajib
bagi seorang muslim untuk hijrah dari negeri kafir jikalau tidak bisa
menjalankan agama Islam dengan baik.
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ
الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ
كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ
أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ
وَسَاءَتْ مَصِيرًا (٩٧) إِلا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ
وَالْوِلْدَانِ لا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلا يَهْتَدُونَ سَبِيلا (٩٨)
فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا
غَفُورًا (٩٩)
“
(97) Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan
menzalimi diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, "Dalam keadaan
bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab, "Kami orang-orang yang
tertindas di negeri (Mekah)". Mereka (para malaikat) bertanya,
"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?
" Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali, (98) Kecuali mereka yang tertindas baik
laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui
jalan (untuk hijrah),(99). Mereka itu, mudah-mudahan Allah
memaafkannya. Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS. An- Nisa’ : 97-99)
Nabi
salallahu ‘alaihissalam bersabda :
أَنَا
بَرِيْءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيْمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الكَافِرِ
“Aku
berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal diantara orang-orang kafir” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
6.
Jika ketemu mereka tidak boleh
memulai mengucap salam
Nabi
salallahu ‘alaihissalam bersabda :
لَا
تَبْدَءُوْا اليَهُوْدَ وَ لَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ...
“Janganlah
kalian memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani…” (HR. Muslim)
7.
Tidak
boleh bermajlis dengan mereka dan mempersempit gerak-gerik mereka
Nabi
salallahu ‘alaihissalam bersabda :
فَإِذَا
لَقِيْتُمْ أَحَدَهُمْ فِيْ طَرِيْقٍ فَاضْطَرُّوْهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
“Jika
kalian berjumpa salah seorang diantara mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke
pinggirnya”(HR. Muslim) Maksud
mempesempit disini yaitu tidak memuliakannya atau menghormatinya.[3]
8.
Melarang
Orang kafir memasuki tanah haram Mekkah
Allah
Ta’ala berfirman :
يَآيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِنَّمَا المُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوْا المَسْجِدَ
الحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
“Wahai
orang-orang yang beriman ! sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor
jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati masjidil haram setelah tahun ini (9
hijriyah) ” (QS. At-Taubah
: 28)
9.
Wajib
bagi Ulil Amri untuk mengeluarkan kaum kafir dari Jazirah Arab
Nabi
salallahu ‘alaihissalam bersabda tatkala beliau sedang sakit menjelang
kematiannya :
أَخْرِجُوْا
المُشْركِينَ مِنْ جَزِيْرَةِ العَرَبِ
“keluarkanlah
kaum musyrikin dari Jazirah Arab” (HR.
Bukhari dan Muslim)
10. Tidak boleh memuji orang kafir
11. Haram hukumnya menyerupai kekhususan mereka, entah itu makanannya,
minumannya atau pakaiannya
12.
Penyerupaan
terhadap mereka dalam hal yang tampak dhohir (kasat mata) menunjukkan kecintaan
dan kekaguman kepada mereka
Nabi
salallahu ‘alaihissalam bersabda :
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan kaum tersebut
" (HR. Abu Dawud)[4]
PEMBATAL ISLAM - 4
BERKEYAKINAN BAHWA ADA HUKUM LEBIH BAIK SELAIN PETUNJUK
NABI MUHAMMAD SALALLAHU ‘ALAIHISSALAM
Orang yang meyakini bahwa ada
petunjuk lain yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, atau orang meyakini bahwa ada hukum lain yang lebih baik daripada
hukum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti orang-orang yang lebih
memilih hukum-hukum Thaghut daripada hukum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka ia telah kafir.
Termasuk
juga di dalamnya adalah orang-orang yang meyakini bahwa peraturan dan
undang-undang yang dibuat manusia lebih afdhal (utama) daripada sya’riat Islam,
atau orang meyakini bahwa hukum Islam tidak relevan (sesuai) lagi untuk
diterapkan di zaman sekarang ini, atau orang meyakini bahwa Islam sebagai sebab
ketertinggalan ummat. Termasuk juga orang-orang yang berpendapat bahwa
pelaksanaan hukum potong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi orang yang
(sudah menikah lalu) berzina sudah tidak sesuai lagi di zaman sekarang.
Juga
orang-orang yang menghalalkan hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil
syar’i yang telah tetap, seperti zina, riba, meminum khamr, dan berhukum dengan
selain hukum Allah atau selain itu, maka ia telah kafir berdasarkan ijma’ para
ulama.
Allah
Ta’ala berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ
اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah
hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maa-idah: 50)
Allah
Ta’ala berfirman:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوْحَى
“Nabi
tidaklah berbica dengan hawa nafsunya, melainkan hanya dengan wahyu yang
diwahyukan kepadanya” (QS. An-Najm : 3-4)
Allah
Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ
النَّاسِ بِمَا أَرَىكَ اللهُ
“Sungguh,
kami telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran,
agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah
kepadamu” (QS.
An-Nisa’ : 105)
Allah
Ta’ala berfirman :
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ
“Dan
hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah… ”(QS.
Al-Maidah : 49)
Allah
Ta’ala berfirman :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتَّي يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ
بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْ أَنْفُسَهُمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَ يُسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا
“Maka
demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad)
sebagai hakim dalam perkara yang mereka persilahkan, (sehingga) kemudian tidak
ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan
mereka menerima dengan sepenuhnya ” (QS.An-Nisa’ : 65)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَ رَسُوْلَهُ
أَمْرًا أَنْ يَكُوْنَ لَهُمْ الخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ، وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
فَقَدْ ضَلَالاً مُبِيْنًا
“Dan
tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, aka nada pilihan (yang
lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan
RasulNya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata” (QS. Al-Azhab : 36)
Ada
sebuah Faidah dari Syaikh Sholeh Fauzan di dalam kitabnya Syarh Nawaqidul Islam
:
Hukum
bagi yang berhukum dengan selain Hukum Allah :
1.
Barangsiapa yang berhukum dengan
selain hukum Allah karena lalai, sum’ah (ingin di dengan manusia), atau
karena jabatan. Sedangkan dia meyakini bahwa hukum Allah masih lebih baik dari
hukum selainnya maka orang seperti ini dihukumi sebagai pelaku dosa besar (kufrun
duna kufrin : kekafiran yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam).
2.
Barangsiapa yang berhukum dengan
selain hukum Allah, dan dia meyakini bahwa selain hukum Allah itu Afdhol (lebih
baik) maka dia telah KAFIR.
3.
Barangsiapa yang berhukum dengan
selain hukum Allah karena salah atau hasil ijtihad, dan dia termasuk orang yang
mumpuni untuk berijtihad[5],
maka baginya 1 pahala. Amr bin Al-Ash radiyallahu ‘anhu beliau mendengar
Nabi salallahu ‘alaihissalam bersabda :
إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ
ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ
أَجْرٌ
“Apabila seorang hakim memutuskan sebuah
perkara dengan ijtihadnya kemudian dia benar, maka baginya 2 pahala, dan
apabila salah maka dia mendapat 1 pahala” (HR. Bukhari dan Muslim)[6]
[1]
Lihat Tafsir Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wil Ayy Al-Qur’an Juz 24/hal 702-703
oleh Ibnu Jarir Ath-Thabary. (dengan sedikit penambahan dan pengurangan)
[2] Perkara ini bisa
dilihat secara terperinci di dalam kitab Ahkam At-Ta’amul ma’a ghoiri
Al-Muslimin oleh Syaikh Kholid bin Muhammad Al-Maajid.
[3] Dikatakan
oleh Imam Munawi dalam kitab Fathul Qodir, sumber www.muslim.or.id
[4]
Lihat Syarh Nawaqidul Islam hal 84-92 (dengan pengurangan serta
penambahan bahasa untuk memperjelas makna) oleh Syaikh Sholeh Al-Fauzan
[5]
Menjadi mujtahid mempunyai beberapa kreteria atau syarat. Syarat menjadi
mujtahid sebagai berikut :
1.
Islam
2.
Paham Al-Qur’an
3.
Paham Sunnah (hadist),
bisa membedakan atara hadist shahih dan dhoif
4.
Paham Bahasa
Arab
5.
Paham Ushul
Fiqh
6.
Paham tentang
permasalahan Ijma’
7.
Paham tentang
hukum Nasikh dan Mansukh
8.
Orang tersebut
harus mempunyai kecerdasan
Lihat di kitab Al-Kifayah
fii Syarhi Al-Bidayah fii Ushul Al-Fiqh hal 445-446 oleh Syaikh Khalid
Mahmud Al-Juhany
[6]
Lihat Syarh Nawaqidul Islam hal 103 oleh Syaikh Sholeh Al-Fauzan
0 komentar:
Posting Komentar