Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far
Muqoddimah
الحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ ، كَمَا
يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَآيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَ إِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى ، وَ خيْرَ
الهَدْيِ هَدْيُ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، وَ شَرَّ
الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٍ
أمَّا بَعْدُ ،
Segala pujia bagi Allah atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya.
Betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, namun tidak banyak nikmat
yang diberikan olehNya kita manfaatkan untuk kebaikan dan ketaatan. Patut bagi
kita untuk selalu intropeksi diri setiap langkah yang kita lalui dalam
kehidupan dunia ini.
KAIDAH
KETIGA
القاعدة
الثالثة
أنّ
النبي ظهر على أُناسٍ متفرّقين في عباداتهم منهم مَن يعبُد الملائكة، ومنهم من
يعبد الأنبياء والصالحين، ومنهم من يعبد الأحجار و الأشجار، ومنهم مَن يعبد
الشمس والقمر، وقاتلهم رسول الله ولم يفرِّق بينهم، والدليل قوله تعالى : وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ (البقرة : 193)
ودليل
الشمس والقمر
قوله تعالى : وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا
تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ (فصلت : 37)
ودليل
الملائكة قوله تعالى : وَلَا
يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا (آل
عمران : 80)
ودليل
الأنبياء قوله تعالى : وَإِذْ
قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي
وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ
أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ
مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ
الْغُيُوبِ (المائدة : 116)
ودليل
الصالحين قوله
تعالى : أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ
الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ (الإسراء
: 57)
ودليل
الأحجار والأشجار قوله
تعالى : وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى (19) أَفَرَأَيْتُمْ اللَّاتَ
وَالْعُزَّى
(النجم
: 19-20)
وحديث
أبي واقدٍ الليثي قال : خرجنا مع النبي إلى حُنين ونحنُ حدثاء عهدٍ بكفر، وللمشركين
سدرة يعكفون عندها وينوطون بها أسلحتهم يقال لها ذات أنواط، فمررنا بسدرة فقلنا : يا
رسول الله إجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط (الحديث...)
Kaidah Ketiga
Artinya : “Sesungguhnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada ditengah-tengah
manusia yang bermacam-macam bentuk peribadahan (dan sesembahan, pent.) mereka. Di antara
mereka ada yang menyembah para Malaikat, ada yang menyembah para Nabi dan
orang-orang shalih, ada yang menyembah pepohonan dan bebatuan serta ada pula
yang menyembah matahari dan bulan. Namun mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan beliau tidak membeda-bedakan di antara mereka.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ
Dan perangilah
mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan Dien ini untuk Allah semata. (QS.Al-Baqarah: 193).
Dalil
(penyembahan mereka kepada) matahari dan bulan adalah firman Allah Ta’ala,
وَمِنْ
آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا
لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ
Dan sebagian
dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan.
Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan. (QS.Fushshilat: 37).
Dalil
(penyembahan mereka kepada) para Malaikat adalah firman Allah Ta’ala,
وَلَا
يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا
Dan dia (Nabi
Muhammad) tidak pernah memerintahkan kalian untuk menjadikan para Malaikat dan
para Nabi sebagai sembahan-sembahan. (QS. Ali
‘Imran: 80).
Dalil
(penyembahan mereka kepada) para Nabi adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِذْ
قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي
وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ
أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ
مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ
الْغُيُوبِ
Dan (ingatlah) ketika Allah
berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada
manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang sesembahan selain Allah?”. ‘Isa
menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan
hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah
mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui
perkara-perkara yang ghaib. (QS.Al-Maidah:
116).
Dalil
(penyembahan mereka kepada) orang-orang shalih adalah firman Allah Ta’ala,
أُوْلَئِكَ
الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ
وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ
Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di
antara mereka yang lebih dekat (dengan Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan
takut akan azab-Nya. (QS.Al-Israa`:
57).
Dalil (penyembahan mereka kepada) pepohonan
dan bebatuan adalah firman Allah Ta’ala,
أَفَرَأَيْتُمْ
اللَّاتَ وَالْعُزَّى(19)وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى
Maka apakah
patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap al-lata dan al-‘uzza, dan
manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (QS.An-Najm:
19-20).
Dan hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata:
“Kami keluar bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju (perang) Hunain, dan ketika itu
kami baru saja terbebas dari kekafiran (muallaf). Sementara itu, orang-orang
musyrikin mempunyai sebuah pohon bidara yang mereka berdiam diri (dalam bentuk
beribadah) di sisinya dan mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di situ
(untuk cari berkah, pent.). Pohon itu dikenal dengan nama Dzatu Anwath (yang
mempunyai tempat menggantung). Kami kemudian melalui pohon bidara itu,
lalu kami mengatakan: “Wahai Rasulullah, pilihkanlah bagi kami pohon untuk menggantungkan
senjata dalam rangka mencari berkah, sebagaimana mereka (musyrikin)
mempunyai pohon tersebut….” sampai
akhir hadits.
Penjelasan
Kaidah ketiga: “Inti kesyirikan dalam masalah Uluhiyyah itu semuanya sama, namun
sesembahan-sesembahan musyrikin berbeda-beda”.
Di dalam bab ini terdapat penetapan bahwa inti kesyirikan dalam
masalah Uluhiyyah adalah memalingkan peribadatan kepada selain Allah. Oleh
karena itu, ketika Allah Ta’ala menjelaskan tentang Tauhid,
Dia berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا
تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kalian jangan beribadah kecuali kepada-Nya saja. (Al-Israa`: 23).
Hanya saja, bentuk peribadatan yang dipersembahkan kepada sesembahan
selain Allah berbeda-beda. Demikian pula, sesembahan-sesembahan kaum musyrikin
itu juga beranekaragam macamnya, ada orang-orang sholeh, malaikat, bulan,
matahari, pohon dan ada pula yang lainnya.
Gambaran
keadaan musyrikin Arab, bahwa mereka menyembah sesembahan yang beranekaragam, dari
mulai bulan, matahari, batu, pohon, sampai makhluk yang ta’at,yaitu : Malaikat,
para Nabi dan Shalihin. Sesembahan-sesembahan mereka itu disebutkan dalam
Al-Qur`an. Selanjutnya, muncul sebuah pertanyaan: “Apakah
di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, Allah menyebutkan bahwa barang siapa yang
menyembah bulan, matahari, batu, dan
pohon, maka perangilah, namun barang siapa yang menyembah
Malaikat, para Nabi dan Shalihin, jangan diperangi?!”
Jawabannya : “Tidak,
Allah tidak menyebutkan hal itu! “.
Kesimpulan
Karena tidak terdapat dalil yang
membedakannya, berarti Allah menyamakan semua musyrikin, meski sesembahan
mereka berbeda-beda. Maka dari itu pantaslah jika yang pertama
kali disebutkan dari ketujuh dalil dalam kaedah ketiga ini adalah dalil yang
kesatu. Dalil tersebut mengisyaratkan kepada
kesimpulan di atas bahwa semua musyrikin statusnya sama, meski sesembahan
mereka berbeda-beda. Dengan disebutkannya kesimpulan kaedah ketiga
ini pada dalil yang pertama, maka diharapkan pembaca langsung meyakini
keyakinan yang benar terlebih dahulu secara global, baru kemudian pada
dalil-dalil setelahnya, pembaca diharapkan memahami bahwa walaupun
sesembahan-sesembahan kaum musyrikin berbeda-beda, namun semuanya sama-sama
terlarang, karena semuanya adalah kesyirikan dalam peribadatan.
Dalam kaedah ketiga ini terdapat tujuh macam dalil, yaitu
1. Firman Allah Ta’ala
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا
تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ
“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan
ketaatan ini menjadi milik Allah semuanya” (Al-Baqarah: 193).
Keterangan
- Firman
Allah Ta’ala,
وَقَاتِلُوهُمْ
“Dan perangilah mereka”
Maksud “mereka” di sini
adalah umum mencakup setiap orang musyrik, apapun sesembahan mereka, tanpa
kecuali.
- Fitnah
yang dimaksud dalam ayat ini adalah semua bentuk kesyirikan, tanpa
kecuali. Jadi, makna ayat ini adalah perangilah kaum musyrikin, sehingga
tidak terdapat kesyirikan dalam berbagai macam bentuknya, berupa syirik
dalam bentuk penyembahan Nabi dan Wali, penyembahan pohon, penyembahan
batu, penyembahan matahari maupun dalam bentuk penyembahan syirik
selainnya.
- Ad-Diin yang
dimaksud dalam ayat ini adalah seluruh bentuk ibadah. Jadi, makna ayat ini
adalah seluruh bentuk ibadah, haruslah dipersembahkan kepada Allah saja,
tidak boleh seseorang menyekutukan-Nya dengan selain-Nya di dalam
peribadatan.
- Ayat
ini menunjukkan kepada kesimpulan, yaitu semua orang musyrik itu
sama dan semua diperintahkan untuk diperangi.
2. Firman Allah Ta’ala:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ
وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang,
matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula)
kepada bulan” (Fushshilat: 37).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara sesembahan kaum musyrikin
adalah matahari dan bulan. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang shalat ketika terbit dan terbenamnya
matahari, dalam rangka mencegah terjadinya kesyirikan, karena di antara kaum musyrikin ada yang
sujud kepada matahari pada dua waktu tersebut.
3. Firman Allah Ta’ala :
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ
تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا
“Dan dia (Muhammad) tidak pernah memerintahkan kalian untuk
menjadikan para Malaikat dan para Nabi sebagai sembahan-sembahan” (Ali ‘Imran: 80).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara sesembahan musyrikin adalah
malaikat, mereka menyembah malaikat, berdoa kepadanya serta menjadikannya
sebagai perantara antara diri mereka dengan Allah dalam menyampaikan hajat
mereka. Lalu diutuslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
memberantas kesyirikan mereka ini dan menjelaskan bahwa malaikat adalah sebatas
makhluk yang tidak berhak disembah. Oleh karena itulah, dalam surat Saba`:
22-23, Allah jelaskan kelemahan malaikat, walaupun Allah menganugerahkan kepada
malaikat kekuatan dan tubuh yang besar, namun mereka tetaplah makhluk lemah
yang tidak berhak disembah.
4. Firman Allah Ta’ala :
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا
عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّي إِلَهَيْنِ
مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ
لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي
وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam,
adakah kamu mengatakan kepada manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah
selain Allah.” ‘Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku
mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya
maka tentulah Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui
hal-hal yang ghaib” (Al-Maidah: 116).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara sesembahan kaum musyrikin
adalah Nabi dan orang salih. Contohnya di antara mereka ada yang menyembah Nabi
‘Isa ‘alaihis salam dan Maryam, wanita yang salihah.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala mencela orang-orang yang
menjadikan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam dan Maryam sebagai sekutu
Allah Ta’ala dan meyakini dengan keyakinan yang salah bahwa
keduanya memiliki hak untuk disembah. Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ
قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا إِلَٰهٌ
وَاحِدٌ ۚ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah adalah salah satu dari
(sesembahan) yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada sesembahan yang
berhak disembah selain dari Tuhan Yang Esa (Allah). Jika mereka tidak berhenti
dari apa yang mereka katakan itu, pastilah orang-orang yang kafir dari mereka,
akan ditimpa siksaan yang pedih” (Al-Maa`idah: 73).
5. Firman Allah Ta’ala,
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ
يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ
وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ
“Orang-orang yang mereka sembah itu, mereka sendiri mencari jalan
untuk mendekatkan diri hanya kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang
lebih dekat (dengan Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya” (Al-Israa`: 57).
Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa para Nabi, Malaikat, dan
orang-orang salih yang disembah oleh orang-orang musyrik hanya menyembah Allah,
mentauhidkan-Nya, dan tidak menyekutukan-Nya. Ibadah mereka dalam bentuk takut
dan harap ditujukan kepada-Nya saja, tidak kepada selain-Nya, bahkan
mereka melakukan ibadah yang paling bisa mendekatkan diri mereka kepada-Nya.
Para Nabi, Malaikat, dan orang-orang salih yang mereka sembah itu semua butuh
kepada Allah, bagaimana mungkin memberi manfaat atau menolak bahaya? Maka
mengapa kaum musyrikin menyembah orang-orang salih tersebut, padahal
orang-orang shalih itu sendiri menyembah Allah semata dan tidak
menyekutukan-Nya.
6. Dalil yang keenam adalah firman Allah Ta’ala dalam
surat An-Najm: 19-20, namun untuk memperjelas, penyusun bawakan ketiga ayat
berikutnya sampai ayat ke-23:
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ
وَالْعُزَّىٰ. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ
الْأُنْثَىٰ. تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَىٰ. إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ
سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ
ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ ۖ وَلَقَدْ
جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَىٰ
“Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap al
lata dan al uzza. Dan yang lainnya, manah yang ketiga (sebagai anak
perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu
(anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian
itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain
hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak
menurunkan suatu keteranganpun (hujjah bagi apa yang kalian katakan bahwa tiga
berhala itu adalah sesembahan). Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan
sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (An-Najm:19-23).
Penjelasan
Tiga nama yang disebutkan dalam ayat di atas adalah nama-nama
berhala yang paling diagungkan oleh orang-orang musyrik, sehingga efek buruknya
sangat dahsyat, oleh karena itulah dalam ayat ini langsung disebutkan
nama-namanya.
- Adapun al-lata (dibaca
dengan huruf “ت” satu) adalah
batu yang dikeramatkan. Sedangkan jika al-latta (dibaca
dengan huruf “ت” dua) adalah
kuburan yang dikeramatkan.
- Dan al-uzza adalah
pohon yang dikeramatkan.
- Adapun manah adalah
patung (batu).
Perbuatan yang dilakukan oleh kaum musyrikin terhadap
berhala-berhala tersebut adalah mengagungkan dan menyembahnya, dengan tujuan
untuk mendapatkan berkah darinya atau dengan kata lain untuk mendapatkan
manfaat atau agar tertolak dari bahaya.
Dan dalam ayat ini Allah nyatakan batilnya kesyirikan mereka itu
dengan berfirman,
إِنْ هِيَ إِلَّا
أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ
سُلْطَانٍ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ ۖ
وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَىٰ
“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak
kalian mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun (hujjah bagi
apa yang kalian katakan bahwa tiga berhala itu adalah sesembahan). Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu
mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (An-Najm: 23).
Dengan demikian, kelakuan orang-orang musyrik zaman sekarang yang
ngalap berkah dengan kuburan orang-orang salih sama seperti orang-orang musyrik
zaman dulu yang ngalap berkah dengan berhala al-latta, sedangkan
kelakuan mereka ngalap berkah dengan pohon dan batu, maka seperti perbuatan
orang-orang musyrik zaman dulu yang ngalap berkah dengan berhala al-uzza dan manah.
Kesimpulan:
- Ayat
ini menunjukkan bahwa di antara kaum musyrikin dahulu, ada yang menyembah
batu dan pohon, sebagaimana dikatakan penulis dalam matan.
- Dan
dalam ayat ini Allah nyatakan batilnya perbuatan mereka mengagungkan dan
menyembah berhala-berhala tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan berkah
dari mereka, maka barangsiapa yang ngalap berkah dengan kuburan orang shalih,
pohon dan batu, dengan keyakinan bisa memberi manfaat atau menolak
keburukan, berarti hukumnya syirik seperti kesyirikan kaum musyrikin
dahulu, yaitu syirik akbar.
- Ngalap
berkah kaum musyrikin zaman dahulu sama dengan zaman sekarang.
7. Dan hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata,
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ
اللَّيْثِيِّ، قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ
وَسَلَّمَ إِلَى حُنَيْنٍ -وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ-، ولِلْمُشْرِكِينَ
سِدْرَةٌ يَعْكُفُونَ عِنْدَهَا، ويَنُوطُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ يُقَالُ لَهَا:
ذَاتُ أَنْوَاطٍ، قَالَ: فَمَرَرْنَا بِالسِّدْرَةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ
اللهِ, اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ، فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ: اللهُ أَكْبَرُ، إِنَّهَا
السُّنَنُ، قُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ كَمَا قَالَتْ بَنُو
إِسْرَائِيلَ: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ
قَوْمٌ تَجْهَلُونَ﴾ [الأعراف: ١٣٨]، لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ.
Dari Abu Waqid Al-Laitsi radhiyallahu’anhu, dia
menceritakan, “Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menuju (perang) Hunain, dan ketika itu kami baru saja terbebas dari
kekafiran (muallaf). Sementara itu, orang-orang musyrik mempunyai sebuah pohon
bidara yang mereka berdiam diri (dalam bentuk beribadah) di sisinya dan mereka
menggantungkan senjata-senjata mereka di situ (untuk cari berkah, pent.). Pohon
itu dikenal dengan nama Dzatu Anwath (yang mempunyai tempat menggantung). Kami
kemudian melalui pohon bidara itu, lalu kami mengatakan, ‘Wahai Rasulullah,
pilihkanlah bagi kami pohon untuk menggantungkan senjata dalam rangka mencari
berkah, sebagaimana mereka (musyrikin) mempunyai pohon yang seperti itu.’ Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Allahu akbar! Ini adalah
kebiasaan turun temurun! Demi Allah, yang jiwaku berada di tangan-Nya (Allah),
kalian telah mengatakan sesuatu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Isra`il
(kepada Nabi Musa ‘alaihis salam), ‘jadikanlah untuk kami sesembahan
sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan.’ Dia (Nabi Musa ‘alaihis
salam) berkata, ‘Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bertindak bodoh’ (QS.
Al-A’raaf: 138). Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti
kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian’” (HR. Tirmidzi dan
beliau mensahihkannya).
Penjelasan:
- Hadits
yang mulia ini adalah dalil yang menunujukkan bahwa kaum musyrikin zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada yang
menyembah pohon, karena apa yang mereka lakukan terhadap pohon tersebut
adalah bentuk-bentuk peribadatan, sebagaimana penjelasannya pada
keterangan berikutnya.
- Yang
diminta oleh sebagian muslimin yang baru masuk Islam adalah melakukan
seperti perbuatan kaum musyrikin, berupa syirik akbar, karena terkumpul
beberapa bentuk ibadah yang ditujukan kepada selain Allah, yaitu:
a.
Mereka (musyrikin)
mengagungkan pohon bidara tersebut. Dan mengagungkan (Ta’zhim) itu
ibadah.
- Mereka
i’tikaf (berdiam diri dalam bentuk beribadah dan taqrrub), ini
mengharuskan adanya ibadah (harap, takut dan cinta).
- Tabarruk
(mencari barakah/ kebaikan yang banyak dan terus menerus), yaitu
menginginkan pindahnya berkah dari pohon tersebut ke pedang, agar lebih
tajam dan membawa kebaikan pada pemegangnya. Contoh tabarruk yang
merupakan syirik akbar adalah mengusap-usap kuburan, mengusap-usap masjid
yang dikeramatkan, mengusap-usap petilasan, menaburkan debu ke kepala,
mengosok-ngosokkan tubuh ke tanah yang dikeramatkan dengan
keyakinan tempat tadi, atau ruh mayyit yang menitis di tempat tersebut
bisa menjadi perantara dalam mendekatkan diri pelakunya kepada Allah
sehingga terpenuhi hajatnya atau merasa lebih bisa terpenuhi dengan
bertabarruk seperti itu. Karena tiga perkara inilah, maka perbuatan
mereka dihukumi syirik akbar.
- Sebagian
kaum muslimin yang meminta hal itu tidaklah terjatuh ke dalam kekafiran,
karena baru masuk Islam sehingga tidak tahu tentang hal itu, tidak
menyengaja menyimpang, dan tidak melakukannya.
- Pentingnya
belajar tauhid bagi semua orang agar terhindar dari perbuatan syirik.
Fungsi kaedah ini :
- Seorang
muslim mampu memahami bahwa fenomena yang dilakukan oleh sebagian orang
zaman ini berupa penyembahan terhadap orang-orang salih, hakekatnya tidak
ada bedanya dengan penyembahan kepada matahari, pohon, dan batu di zaman
dulu, karena semuanya sama-sama perbuatan syirik.
- Sebagai
bantahan terhadap keyakinan batil bahwa syirik itu sebatas hanya
penyembahan patung saja dan bantahan pula terhadap keyakinan batil bahwa
tidak sama antara menyembah Nabi, Wali, dan orang shalih dengan menyembah
patung.
Padahal Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah membedakan antara keduanya.
Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita ke jalan Allah dan memberikan
manfaat dari kajian ini di dunia dan di akhirat. Wallahu A’lam
0 komentar:
Posting Komentar