Oleh :
Abu Yusuf Akhmad Ja’far
Muqoddimah
الحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ ، كَمَا
يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَآيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَ إِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى ، وَ خيْرَ
الهَدْيِ هَدْيُ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، وَ شَرَّ
الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٍ
أمَّا بَعْدُ ،
Segala pujia bagi Allah atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya.
Betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, namun tidak banyak nikmat
yang diberikan olehNya kita manfaatkan untuk kebaikan dan ketaatan. Patut bagi
kita untuk selalu intropeksi diri setiap langkah yang kita lalui dalam
kehidupan dunia ini.
Kaidah Kedua
القاعدة
الثانية
أنّهم
يقولون: ما دعوناهم وتوجّهنا إليهم إلا لطلب القُرْبة والشفاعة، فدليل القُربة
قوله تعالى: {وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ
إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ
فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ
كَفَّارٌ}[الزمر:3].ودليل الشفاعة قوله تعالى: {وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا
عِنْدَ اللَّهِ}[يونس:18]، والشفاعة شفاعتان: شفاعة منفيّة وشفاعة مثبَتة:
فالشفاعة المنفيّة ما كانت تٌطلب من غير الله فيما لا يقدر عليه إلاّ الله،
والدليل: قوله تعالى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا
رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ
وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ}[البقرة:254]. والشفاعة
المثبَتة هي: التي تُطلب من الله، والشّافع مُكْرَمٌ بالشفاعة، والمشفوع له: من
رضيَ اللهُ قوله وعمله بعد الإذن كما قال تعالى: {مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ
عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ}[البقرة:255].
“Mereka (musyrikin) berkata “Kami tidaklah berdoa dan tidak
mempersembahkan ibadah kepada mereka (sembahan selain Allah) kecuali untuk
mencari qurbah (supaya mereka mendekatkan diri kami dengan Allah) dan
meminta syafaat (meminta mereka jadi perantara untuk mendo’akan kami)” Dalil tentang Qurbah adalah firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ
اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا
إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ
يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah
(berkata):”Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri
kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan
di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah
tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3). Adapun dalil tentang syafa’at adalah
firman Allah Ta’ala,
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ
اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ
شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat
mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka
(musyrikin) berkata: “Mereka (sembahan selain Allah) itu adalah perantara kami
di sisi Allah” (QS. Yunus: 18).
Syafa’at itu ada 2 macam:
1. Syafa’at manfiyah (yang ditolak keberadaannya).
2. Syafa’at mutsbatah (yang ditetapkan keberadaannya).
Syafa’at manfiyah (ditolak) adalah syafa’at yang diminta kepada
selain Allah, dalam perkara yang tidak satupun yang mampu memberikannya kecuali
Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا
بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari
yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan
yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah
orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah: 254).
Syafa’at mutsbatah (ditetapkan) adalah syafa’at yang diminta dari
Allah. Orang yang mensyafa’ati (memperantarai dengan cara mendo’akan, pent.)
itu dimuliakan (oleh Allah) dengan syafa’at tersebut, sedangkan yang
mendapatkan syafa’at adalah orang yang Allah ridhai, baik ucapan maupun
perbuatannya, sesudah Allah mengizinkannya. (Hal ini) sebagaimana firman Allah
Ta’ala,
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ
عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Siapakah yang mampu mensyafa’ati di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS. Al- Baqarah: 255).
Penjelasan
Kaidah Kedua, kaum musyrikin yang diperangi oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyekutukan Allah
dalam Rububiyyah-Nya, namun, mereka menyekutukan Allah dalam Uluhiyyah-Nya
(Ibadah).
Di dalam bab ini terdapat penjelasan tentang batilnya salah satu
alasan pokok kaum musyrikin zaman sekarang dalam menyembah selain Allah, bahwa
alasan mereka sama persis dengan alasan kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Kaum yang Allah sebut musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidaklah mengatakan sesungguhnya
sesembahan-sesembahan mereka itu bisa menciptakan, memberi rezeki, memberi
manfa’at kepada mereka atau menolak bahaya dari diri mereka.
Merekapun tidak meyakini bahwa sesembahan-sesembahan
mereka bisa mengatur alam semesta sebagaimana Allah Ta’ala. Akan tetapi,
Mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka itu hanya sebatas
perantara yang diharapkan menyampaikan kebutuhan mereka kepada Allah Ta’ala dan
diharapkan pula perantara-perantara tersebut mendekatkan diri mereka kepada
Allah, sehingga Allah memenuhi kebutuhan mereka. Walaupun status
sesembahan-sesembahan mereka itu diyakini hanya sebatas
perantara, namun hakikatnya inilah inti kesyirikan kaum musyrikin pada zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau perangi,
karena Allah Ta’ala nyatakan mereka berstatus musyrik.
Dalil-dalil dalam kaedah kedua
ini
Dalam kaedah ini ada empat ayat Al-Qur`an, yaitu:
1. Firman Allah dalam Az-Zumar: 3
Bantahan terhadap syubhat musyrikin mencari qurbah
(kedekatan dengan Allah) dalam melakukan peribadatan kepada selain
Allah.
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا
مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ
زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil wali-wali, penolong selain Allah
(berkata), ‘ Tidaklah kami menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan
diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’. Sesungguhnya Allah akan
memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya.
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat
ingkar.”
Penjelasan:
- Firman
Allah Ta’ala {أَوْلِيَاءَ}, “wali-wali”, ini
menunjukkan penamaan sesembahan dengan wali tidak merubah hakikat
kesyirikan.
- Firman
Allah Ta’ala {نَعْبُدُهُمْ}, “kami menyembah mereka” ini
menunjukkan mereka mengakui jika menyembah sesembahan selain
Allah. Hanya saja syubhat mereka adalah hal itu tidak mengapa kalau sebatas
hanya sebagai perantara. Padahal inilah yang dibantah dalam ayat yang
agung ini.
- Firman
Allah Ta’ala : {إِلَّا
لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى},
“melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya”, dalam ayat ini, mereka tidaklah
mengatakan bahwa alasan menyembah selain Allah adalah karena
mereka meyakini sesembahan-sesembahan itu bisa mencipta, memberi rezeki,
mengatur alam semesta, atau selainnya dari makna Rububiyyah,
bukan demikian. Akan tetapi, semata-mata alasan mereka adalah karena
mencari qurbah ( upaya agar sesembahan-sesembahan itu
mendekatkan diri mereka kepada Allah).
- Firman
Allah Ta’ala {كَاذِبٌ
كَفَّارٌ}, “pendusta dan
sangat ingkar,” ini menunjukkan bahwa mereka disebut pendusta karena
mereka mengklaim sesembahan tersebut bisa mendekatkan diri mereka kepada
Allah, padahal tidak demikian. Dan dikatakan kafir, karena mereka telah
mempersembahkan ibadah kepada selain Allah.
Kesimpulan:
Jadi, orang yang beralasan menyembah selain Allah, dengan harapan
sebagai wasilah (perantara), maka statusnya sama dengan musyrikin dulu, yaitu
sama-sama telah melakukan perbuatan kekafiran.
2. Firman Allah dalam Yunus: 18
Bantahan terhadap syubhat orang-orang musyrik berupa meminta
Syafa’ah kepada selain Allah, dalam melakukan peribadatan kepadanya.
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ
اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ
شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat menimpakan
kemudharatan kepada mereka dan tidak pula memberi kemanfa’atan, dan
mereka (musyrikin) berkata, ‘Mereka (sembahan selain Allah) itu adalah
pensyafa’at kami di sisi Allah.”
Penjelasan :
- Firman
Allah Ta’ala {وَيَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ}, ““Dan mereka
menyembah selain Allah” ini menunjukkan bahwa mereka itu melakukan kesyirikan,
karena menyembah selain Allah.
- Firman
Allah Ta’ala {مَا لَا
يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ}, “apa
yang tidak dapat menimpakan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula
memberi kemanfa’atan,” ini menunjukkan bahwa sesembahan-sesembahan
tersebut tidak mampu menimpakan bahaya dan memberi manfa’at sedikitpun.
Dan hakikatnya kaum musyrikin tersebut mengakui hal ini, karena mereka
sekedar menganggap bahwa sesembahan-sesembahan tersebut adalah
pensyafa’at mereka.
- Firman
Allah Ta’ala {هَؤُلَاءِ
شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ}, ““Mereka (sembahan
selain Allah) itu adalah pensyafa’at kami di sisi Allah,” ini
menunjukkan alasan kesyirikan mereka tholabus syafa’ah (minta
diperantarai untuk dimintakan kebutuhan mereka kepada Allah).
Kesimpulan:
Jadi, orang yang beralasan meminta syafa’at kepada
selain Allah, dalam melakukan peribadatan kepadanya, seperti berdo’a kepadanya,
menyembelih hewan kurban untuknya, bernadzar untuknya dan selainnya, maka
statusnya sama dengan orang-orang dulu, yaitu sama-sama telah melakukan
penyembahan kepada selain Allah.
Alasan kaum musyrikin dalam menyembah selain
Allah
Dalam kaidah kedua ini, alasan kaum musyrikin dalam menyembah
selain Allah adalah mereka tidaklah menyembah sesembahan selain Allah
kecuali dengan maksud:
- Mencari
qurbah (kedekatan dengan Allah) agar sesembahan
tersebut mendekatkan diri mereka kepada Allah, sehingga dengan kedekatan
itu mereka berharap Allah memenuhi kebutuhan mereka. Adapun alasan mereka
mengambil perantara dalam memenuhi kebutuhan mereka dan tidak langsung
berdo’a kepada Allah adalah karena mereka merasa banyak dosa, sedangkan
sesembahan-sesembahan (para Nabi, Wali, atau selainnya) itu orang-orang
yang bertakwa, sehingga dekat dengan Allah.
- Meminta
Syafa’ah (meminta dido’akan/diperantarai) agar
sesembahan tersebut menjadi perantara antara mereka dengan Allah, sehingga
sesembahan tersebut bisa memintakan kebutuhan mereka kepada Allah
(mendo’akan mereka).
- Hakikatnya
kedua maksud ini, yaitu mencari qurbah dan
- meminta
syafa’ah intinya sama, ditinjau dari sisi bahwa keduanya diyakini oleh
kaum musyrikin sama-sama sebagai sebab agar Allah memenuhi kebutuhan
mereka, padahal Allah tidak menjadikannya sebagai sebab.
- Memahami
ayat dengan pemahaman yang bathil, yaitu ayat ini
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”(QS. Al-Maidah : 35) Riwayat dari Qotadah bahwa
Wasilah yang dimaksud dalam ayat ini adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan ketaatan dan amal shaleh yang di ridhoi
oleh Allah.[1]
Bentuk penyembahan yang mereka lakukan
Sedangkan untuk mencapai kedua maksud ini (Qurbah dan Syafa’at),
maka kaum musyrikin melakukan penyembahan kepada sesembahan selain Allah dengan
berbagai bentuk ibadah, seperti berdo’a, menyembelih kurban, bernadzar atau
ibadah yang lainnya.
Ibadah-ibadah ini dipersembahkan kepada sesembahan selain Allah,
agar menjadi perantara antara mereka (musyrikin) dengan Allah dalam memintakan
kebutuhan mereka kepada-Nya.
Keyakinan kaum musyrikin yang diperangi oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Mereka
meyakini bahwa Allah lah satu-satunya Sang Pencipta, Sang Pengatur, dan
Sang Pemilik alam semesta.
- Mereka
meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka (para Nabi, Wali, orang-orang
shaleh atau selainnya) itu tidak bisa menciptakan,
mengatur dan tidak memiliki alam semesta ini.
- Namun,
kendati demikian, mereka mengakui bahwa para Nabi, Wali, orang-orang
shaleh atau selainnya tersebut adalah sesembahan-sesembahan mereka, bahkan
mereka mengingkari pengesaan Allah dalam peribadatan, sebagaimana
firman Allah Ta’ala,
أَجَعَلَ
الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Bagaimana ia menjadikan
sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini
benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan”(QS. Shaad: 5).
Ayat di atas menunjukkan mereka mengingkari satu-satunya sesembahan yang hak adalah Allah, bahkan menetapkan bahwa sesembahan-sesembahan mereka selain Allah itu disifati dengan berhak disembah, karena dalam ayat tersebut mereka sebut sesembahan-sesembahan mereka dengan sebutan “Aalihah”, yaitu makhluk-makhluk yang berhak untuk disembah. Meskipun mereka menyebut Allah dengan “Ilaah” juga, yaitu Dzat yang berhak untuk disembah, hanya saja mereka tidak mau mempersembahkan peribadatan untuk Allah saja atau dengan kata lain, mereka tidak mau meninggalkan syirik dalam beribadah.
Ayat di atas menunjukkan mereka mengingkari satu-satunya sesembahan yang hak adalah Allah, bahkan menetapkan bahwa sesembahan-sesembahan mereka selain Allah itu disifati dengan berhak disembah, karena dalam ayat tersebut mereka sebut sesembahan-sesembahan mereka dengan sebutan “Aalihah”, yaitu makhluk-makhluk yang berhak untuk disembah. Meskipun mereka menyebut Allah dengan “Ilaah” juga, yaitu Dzat yang berhak untuk disembah, hanya saja mereka tidak mau mempersembahkan peribadatan untuk Allah saja atau dengan kata lain, mereka tidak mau meninggalkan syirik dalam beribadah.
- Mereka
meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka ini adalah sesembahan
perantara saja, maksudnya sesembahan selain Allah itu mereka yakini tidak
bisa menciptakan, tidak bisa mengatur dan tidak memiliki alam semesta ini,
namun mereka menyembahnya agar sesembahan itu mendekatkan diri mereka
kepada Allah dan memperantarai diri mereka dengan Allah. Sebagaimana
ucapan mereka dalam Al-Qur’an,
مَا
نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Tidaklah kami menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya” (QS. Az-Zumar: 3).
Dan ucapan mereka yang lainnya
dalam surat Yunus,
وَيَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ
هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah
apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak
pula kemanfa’atan, dan mereka (musyrikin) berkata, “Mereka (sembahan
selain Allah) itu adalah perantara kami di sisi Allah” (QS. Yunus: 18).
Jadi, alasan mereka menyembah sesembahan- sesembahan selain Allah tersebut adalah dengan maksud mencari qurbah dan meminta syafa’ah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Jadi, alasan mereka menyembah sesembahan- sesembahan selain Allah tersebut adalah dengan maksud mencari qurbah dan meminta syafa’ah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Kesimpulan
Bahwa akar kesyirikan mereka adalah
Tholabul qurbah dan tholabus syafa’ah yang salah, yaitu mencari kedekatan dengan Allah dan meminta syafa’at
(meminta didoakan) kepada perantara dengan cara mempersembahkan peribadatan kepada
perantara tersebut. Diharapkan dengan itu, perantara tersebut menyampaikan
keperluan mereka kepada Allah Ta’ala.
Ini adalah kesyirikan yang dilakukan oleh kaum musyrikin yang
diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun
kaum musyrikin menamakan kesyirikan mereka itu dengan nama taqarrub, tawassul atau syafa’at,
namun hal ini tidaklah merubah hakikatnya.
Dan kesyirikan tersebut terbantah, biidznillah, dengan
dua perkara:
- Memahami
konsep ibadah yang benar.
- Memahami
konsep syafa’at yang benar dan perkara kedua inilah yang secara khusus
disebutkan di dalam kaidah kedua ini.
Oleh karena itulah, penulis membawakan dalil tentang syafa’at yang
ditetapkan keberadaannya dan syafa’at yang ditolak. Berikut ini penjelasannya:
Definisi Syafa’at
Syafa’at berasal dari kata asy-syaf’u (ganda)
yang merupakan lawan kata dari al-witru (tunggal), yaitu
menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda. Ini pengertian secara bahasa.
Sedangkan secara istilah, Syafa’at berarti menjadi perantara
(syafi’) bagi orang lain (masyfu’ lahu) untuk didapatkannya manfaat atau
tertolaknya madharat atau memintakan manfa’at untuk
orang lain (masyfu’ lahu).
Faedah dari definisi :
- Dari
definisi dapat kita simpulkan bahwa makna istilah syafa’at sesuai dengan
makna bahasa, karena permintaannya ada genap (dua), permintaan dari syafi’ dan masyfu’ lahu.
- Hakikat
syafa’at itu adalah permintaan, jadi apa yang dilakukan kaum musyrikin
berupa meminta syafa’at (tholabus Syafa’ah) kepada perantara (syafi’)
agar ia memintakan kebutuhan mereka kepada Allah. Sedangkan perantara yang
mereka mintai syafa’atnya, di antaranya adalah para Nabi, wali, atau
orang-orang sholeh yang sudah meninggal dunia, berarti kaum musyrikin
berdo’a kepada perantara.
Di sinilah nampak kesyirikan mereka dalam meminta syafa’at, ketika
mereka berdo’a kepada selain Allah. Contoh meminta syafa’at yang dihukumi
syirik adalah seseorang datang ke kuburan wali atau tempat kramat yang
diyakini bahwa ruh wali Allah menitis di tempat itu, lalu berdo’a, menyeru
mayit atau ruh wali Allah tersebut. Perbuatan tersebut dapat digambarkan dalam
dialog berikut ini.
“Wahai Wali Allah, mintakan kepada Allah agar saya selamat dari
Neraka!” atau “ Wahai Wali Allah, syafa’ati saya agar masuk Surga!”
atau “Wahai Wali Allah, saya banyak berbuat dosa, engkau wali Allah yang
dekat dengan-Nya, jika tidak engkau kasihani saya, ya Wali Allah, niscaya saya
akan celaka dunia Akhirat, maka syafa’ati saya!” atau “Wahai Wali
Allah, wahai sang penghilang duka, wahai sang pengangkat bala`,saya dalam kesempitan
dan sedang tertimpa musibah, saya bersimpuh di hadapanmu, memohon
belas-kasihmu, mohonlah kepada Allah agar mengangkat musibahku ini!” Ini
semua adalah kalimat-kalimat syirik akbar!
Ditinjau dari ditetapkan atau tertolaknya, syafa’at terbagi dua
macam:
- Syafa’at
Mutsbatah /Maqbulah (ditetapkan keberadaannya/ diterima) dan
- Syafa’at
manfiyyah/mardudah (ditiadakan/ditolak).
Pertama Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah, yaitu:
Syafa’at yang didasarkan pada dalil yang Allah Ta’ala jelaskan
dalam Kitab-Nya atau yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam Sunnahnya, seperti firman Allah, surat
Al-Baqarah: 255, yang sekaligus merupakan dalil keempat dalam kaidah kedua ini,
berisikan tentang adanya syafa’at yang mutsbattah (ditetapkan
keberadaannya).
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ
عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya”
(QS. Al-Baqarah: 255).
Dan syafa’at tidaklah diberikan kecuali kepada orang-orang yang
bertauhid.
Syafa’at Mutsbatah (ditetapkan) /Maqbulah (diterima) di Akhirat
mempunyai tiga syarat:
Pertama, Allah meridhai orang yang
mensyafa’ati (syafi’). Kedua, Allah meridhai orang yang diberi
syafa’at (masyfu’ lahu). Ketiga, Allah mengizinkan
pensyafa’at untuk mensyafa’ati. Syarat-syarat di atas dijelaskan Allah dalam
firman-Nya,
وَكَم مِّن مَّلَكٍ فِي
السَّمَاوَاتِ لاَتُغْنِى شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِن بَعْدِ أَن يَأْذَنَ
اللهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرْضَى
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka
sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang
dikehendaki dan diridhai (Nya)” (QS. An-Najm: 26)
Lalu firman Allah,
يَوْمَئِذٍ لاَتَنفَعُ
الشَّفَاعَةُ إِلاَّ مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً
“Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang
yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai
perkataannya” (QS. Thaha: 109). Agar syafa’at seseorang diterima, maka
harus memenuhi ketiga syarat di atas.
Kedua: Syafa’at manfiyyah/mardudah (tertolak).
Dalilnya telah disebutkan oleh penulis dalam kaidah kedua ini,
tepatnya pada dalil ketiga. Penulis, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah dalam
kaidah kedua ini mengatakan,
Syafa’at manfiyah (ditolak) adalah syafa’at yang diminta kepada
selain Allah, dalam perkara yang tidak satupun yang mampu memberikannya kecuali
Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا
بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari
yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan
yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah
orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah: 254).
Fungsi kaidah ini
Menghancurkan kerancuan pemikiran besar kaum musyrikin berupa
mengambil perantara antara mereka dengan Allah dalam beribadah. Dengan
hancurnya pemikiran tersebut, diharapkan mereka mudah menerima tauhid yang
benar dan mudah mengenal hakikat syirik.
Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita ke jalan Allah dan memberikan
manfaat dari kajian ini di dunia dan di akhirat. Wallahu A’lam
0 komentar:
Posting Komentar