HOME

Jumat, 28 April 2017

KAJIAN NAWAQIDUL ISLAM - 2




Oleh :  Abu Yusuf Akhmad Ja'far
Muqoddimah

الحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَآيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَ إِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى ، وَ خيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، وَ شَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٍ
أمَّا بَعْدُ ،
 Segala pujia bagi Allah atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya. Betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, namun tidak banyak nikmat yang diberikan olehNya kita manfaatkan untuk kebaikan dan ketaatan. Patut bagi kita untuk selalu intropeksi diri setiap langkah yang kita lalui dalam kehidupan dunia ini.

PEMBATAL ISLAM - 2
TAWASUL

2. Orang yang membuat perantara antara dirinya dengan Allah, yaitu dengan berdo’a, memohon syafa’at, serta bertawakkal kepada mereka. Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk amalan kekufuran menurut ijma’ (kesepakatan para ulama)

Allah Ta’ala berfirman:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Israa’: 56-57)

*PEMBAHASAN TAWASUL*
Pengertian Tawasul secara bahasa adalah Sesuatu yang menyampaikan ke tujuan disertai dengan usaha yang maksimal.
Sedangkan pengertian menurut Syari’at adalah Sesuatu perantara untuk menggapai ke Ridho Allah dan Surga-Nya dengan melakukan amalan yang telah ditetapkan oleh syari’at dan meninggalkan apa yang dilarang syari’at.
Secara garis besar bahwasannya Tawassul dibagi menjadi 2 bagian , diantranya ;
1.      Tawassul yang disyari’atkan
2.      Tawassul yang dilarang
Adapun Tawasul yang disyari’atkan ada 3 macam,
     a.       Tawassul dengan Nama dan Sifat Allah Ta’ala
Dalilnya ada di Al-Qur’an , Allah Ta’ala berfirman :
وَ للهِ الْأَسْمَاءُ الحُسْنَى فَادْعُوْهُ بِهَا
“Dan Allah memiliki Nama-nama yang paling baik, maka berdo’alah dengannya” (QS. Al-A’raf : 180)
Contoh tawasul dengan Nama dan Sifat Allah : Ya Allah, Aku memohon dengan Nama-Mu Ar-Rahman dan Ar-Rahim , Rahmatilah Aku !  atau Ya Allah, Aku memohon dengan Nama-Mu Ar-Razzaq , berilah aku rezeki !. dll.

     b.      Tawassul dengan Amal Sholeh
Hal ini juga telah Allah Ta’ala firmankan dalam Al-Qur’an :
الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Yaitu orang-orang yang berdo’a , Ya Rabb kami sesungguhkan kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari adzab Neraka” (QS. Al-Imran : 16)
Contoh Tawassul dengan Amal Sholeh : Ya Allah, dengan Keimananku kepada Engkau dan Cintaku kepada-Mu , Ampunilah aku ! atau Ya Allah, Aku telah mengikuti jalan Rasul-Mu , hilangkanlah kesusahanku ! dll.

     c.       Tawasul dengan Do’a Orang Sholeh yang masih hidup dan dalam keadaan mampu
Dalilnya sangat banyak dalam hadist-hadist Nabi salallahu ‘alaihissalam , diantaranya hadist dari Anas bin Malik , Ukaasyah , Ibnu Abbas, Umar bin Katthab.[1]

Adapun Tawassul yang terlarang 3 macam, diantaranya :
     1.      Tawassul dengan orang mati, jin, malaikat dll
Apabila orang yang melakukan demikian  meyakini bahwa orang mati bisa memberi manfaat dan menolak mudharot, maka orang ini telah terjatuh dalam perbuatan syirik besar, syirik yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Agama Islam apabila tidak bertaubat. Dalam hal ini seringkali terjadi salah faham, apabila ada orang yang memperingatkan orang lain dari perbuatan syirik dan bid’ah maka orang tersebut dituduh extrim, suka mengkafirkan dll. Sungguh ini adalah pemahaman yang salah, kami tidak pernah mengkafirkan orang per orang, akan tetapi kami mengingkari perbuatannya yang mengarah pada kekafiran, adapun orangnya kami tidak langsung menghukuminya, karena bisa saja ada orang yang tidak tahu, belum sampai kepadanya dalil ataupun hanya ikut-ikutan.

     2.      Tawassul dengan mendatangi kubur dan meminta do’a disana dll
Perkara ini juga banyak terjadi di masyarakat kita, mereka berkeyakinan bahwa orang yang mati bisa menyampaikan hajatnya kepada Allah Ta’ala, sungguh ini adalah pemahaman yang sangat jauh dari paru ulama’ salaf terdahulu. Hal ini perkara baru dalam agama, menyelisihi apa yang telah dicontohkan Nabi Muhammad kepada umatnya. Adapun Islam tidak melarang untuk ziarah kubur, bahkan ziarah kubur adalah disyariatkan, akan tetapi harus sesuai tata cara yang benar sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad salallahu ‘alaihissalam.

     3.      Tawassul dengan kedudukan Nabi atau yang lainnya
Perkara ini dilakukan berdasarkan hadist palsu atau hadist yang tidak ada asal usulnya, sebagaimana yang dibawakan oleh kaum kuburiyyun dan pembela tawasul syirik, semua hujjah-hujjah mereka terbantahkan oleh Ulama’ Ahlus Sunnah dengan dalil-dalil yang shohih menurut pemahaman para salafus sholih.[2]



Syubhat kaum Kuburiyyun dan kaum pembela Tawassul Syirik dan Bid’ah tidak lepas dari dua perkara, diantaranya :
     a.       Berdalil dengan hadist lemah, palsu, ataupun hadist tidak ada asal usulnya.
Contoh :
Hadits Pertama
توسلوا بِجَاهِيْ فَإِنَّ جَاهِيْ عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ
“Bertawassullah kalian dengan kedudukanku, sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat besar.” 
إِذَا سَأَلْتُمْ اللهَ فَاسْأَلُوْهُ بِجَاهِيْ فَإِنَّ جَاهِيْ عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ 
 Atau: “Apabila kalian meminta kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya dengan kedudukanku, sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat besar.”

Al’ Allamah Al Muhaddits Al Albani berkata, “Hadits ini batil, tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits. Hadits ini hanya diriwayatkan oleh sebagian orang yang bodoh terhadap As Sunnah.”[3] 

Hadits Kedua
إِذَا أَعْيَتْكُمْ الأُمُوْرَ فَعَلَيْكُمْ بِأَهْلِ القُبُوْرِ أو فَاسْتَغِيْثُوا ِبأَهْلِ القُبُوْرِ
“Apabila kamu terbelit suatu urusan, maka hendaknya (engkau meminta bantuan dengan berdo’a) kepada ahli kubur” Atau “Minta tolonglah dengan (perantaraan) ahli kubur.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Hadits ini adalah dusta dan diada-adakan (atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) berdasar kesepakatan ahli ma’rifah (hadits).[4]

Ketika Imam Ibnul Qoyyim menyebutkan beberapa faktor penyebab para penyembah kubur terjerumus ke dalam kesyirikan, beliau berkata, “Dan di antaranya adalah hadits-hadits dusta dan bertentangan (dengan ajaran Islam), yang dipalsukan atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh para penyembah berhala dan pengagung kubur yang bertentangan dengan agama dan ajaran Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti hadits:
“Apabila kamu terbelit suatu urusan, maka hendaknya (engkau meminta bantuan) kepada ahli kubur.”
Dan hadits,
لَوْ أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ ظَنَّهُ بِحَجَرٍ لَنَفَعَهُ
 “Seandainya kalian berharap dan optimis walaupun terhadap sebuah batu, maka pasti batu itu akan mampu mendatangkan manfaat kepada kalian.” [5]

Hadits Ketiga
Dari Umar ibn Al Khattab secara marfu’:
Ketika Adam melakukan kesalahan, dia berkata: “Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu dengan hak Muhammad agar Engkau mengampuniku. Maka Allah berfirman, “Wahai Adam, bagaimana engkau mengenal Muhammad, padahal Aku belum menciptakannya?” Adam berkata, “Wahai Tuhanku, ketika Engkau menciptakanku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ruh ke dalam diriku, aku mengangkat kepalaku, maka aku melihat tiang-tiang ‘arsy tertuliskan “Laa ilaaha illallah Muhammadun rasulullah”, maka aku tahu bahwa Engkau tidak menghubungkan sesuatu kepada nama-Mu, kecuali makhluk yang paling Engkau cintai”, kemudian Allah berfirman, “Aku telah mengampunimu, dan sekiranya bukan karena Muhammad tidaklah aku menciptakanmu.” 
Al Allamah Al Albani berkata, “Kesimpulannya sesungguhnya hadits ini Laa Ashla Lahu (tidak berasal) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak salah menghukuminya dengan batil sebagaimana penilaian dua orang Al Hafizh, Adz Dzahabi dan Al Asqalani sebagaimana telah dinukil dari keduanya.” (Lihat Silsilah Ahadits Addha’ifah sebagaimana dinukil oleh Syaikh Kholid Mahmud Al-Juhany dalam kitab I’lamu Al-Anaam ).

    b.      Berdalil dengan dalil shohih akan tetapi difahami dengan pemahaman yang salah, tidak sesuai metode para salafus Shalih.

*PEMBAHASAN DO’A*
Nabi salallahu ‘alaihissalam bersabda :
الُدعَاءُ مُخُّ العٍبَادَةِ
“Do’a adalah inti Ibadah” (HR. Tirmidzi No.3371 ) Hadist dengan lafadz ini dhoif. Adapun redaksi yang shahih adalah
الدُعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ
“Do’a adalah Ibadah ” (HR. Tirmidzi No. 3372 dan yang lainnya)
Doa terbagi menjadi 2 :
     a.      Do’a Mas’alah
Meminta sesuatu yang bermanfaat atau menolak mudharat bagi mudda’i (orang yang berdo’a), contoh :
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَ ارْحَمْنِيْ
“Ya Allah Ampunilah aku dan rahmatillah aku”
Pertanyaan : Bagaiamana kalau meminta kepada selain Allah dalam do’a mas’alah ?
Syaikh Kholid Mahmud Al-Juhany menjawab : Kalau yang dimintai do’a (pertolongan) itu masih hidup dan mampu untuk memenuhinya maka ini bukan kesyirikan. Contoh : Wahai fulan, ambilkan aku minum ! atau Wahai fulan, tolong bantu aku mengangkat lemari ! dll. Ini hukumnya boleh, bukan kesyirikan.
Adapun yang dimintai pertolongan (do’a) sudah meninggal atau seseorang yang tidak mampu melakukannya, maka ini adalah kesyirikan yang menyebabkan keluar dari agama Islam. Contoh : Wahai Wali Fulan (sudah meninggal), tolong aku dalam mengerjakan ujian nasional ! atau Wahai Si mbah, tolong lindungi aku selama perjalanan pulang dari pegunungan ! sedangkan si Mbahnya lagi di rumah, otomatis si mbah tidak bisa melindunginya. Maka seperti contoh di atas ini, perbuatan syirik besar.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan permasalahan ini dalam syarhnya, Barangsiapa yang memalingkan do’a kepada selain Allah padahal yang dimintai do’a itu tidak mampu untuk mengabulkannya baik itu orang hidup atau mati maka ini perbuatan syirik bisa berujung kepada kekafiran. Contoh : Berdo’a minta anak, dll. Karena yang ngasih anak adalah Allah, maka tiak boleh dipalingkan kepada selain Allah.
Apabila berdoa kepada sesorang yang mampu memberikan hal itu, misal ada yang mengatakan : Ya fulan, ambilkan aku makanan itu, atau Ya fulan ambilkan aku minuman itu. Maka hal yang demikian adalah tidak mengapa.[6]

     b.      Do’a  Ibadah
Termasuk semua jenis ibadah adalah do’a dan bukan termasuk permintaan, semua jenis ibadah adalah do'a contoh : Sholat, Zakat, Puasa serta semua amalan yang dapat mendekatkan diri keapda Allah baik itu secara dhohir (nampak) atau batin, dll.
Nabi salallahu ‘alaihissalam bersabda :
الدُعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ
“Do’a adalah Ibadah ” (HR. Tirmidzi No. 3372 dan yang lainnya)
Perlu diperhatikan, bahwa semua do’a ibadah ini harus dilakukan karena Allah Ta’ala dan sesuai petunjuk Nabi salallahu ‘alaihisalam.
Allah Ta’ala berfirman :

وَأَنَّ ٱلْمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”(QS. Jin : 18)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan : “ Barangsiapa yang memalingkan ibadah-ibadah (diatas atau yang selainnya, termasuk do’a), maka dia disebut musyrik kafir”
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping (selain) Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (QS. Surat Al-Mu’minun : 117)[7]


*PEMBAHASAN SYAFA’AT*
Definisi Syafa’at
Syafa’at berasal dari kata asy-syaf’u (ganda) yang merupakan lawan kata dari al-witru (tunggal), yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda. Ini pengertian secara bahasa. Sedangkan secara istilah, Syafa’at berarti menjadi perantara (syafi’) bagi orang lain (masyfu’ lahu) untuk didapatkannya manfaat atau tertolaknya madharat  atau memintakan manfa’at untuk orang lain (masyfu’ lahu).
Faedah dari definisi :
  1. Dari definisi dapat kita simpulkan bahwa makna istilah syafa’at sesuai dengan makna bahasa, karena permintaannya ada genap (dua), permintaan dari syafi’ dan masyfu’ lahu.
  2. Hakikat syafa’at itu adalah permintaan, jadi apa yang dilakukan kaum musyrikin berupa meminta syafa’at (tholabus Syafa’ah) kepada perantara (syafi’) agar ia memintakan kebutuhan mereka kepada Allah. Sedangkan perantara yang mereka mintai syafa’atnya, di antaranya adalah para Nabi, wali, atau orang-orang sholeh yang sudah meninggal dunia, berarti kaum musyrikin berdo’a kepada perantara.

Di sinilah nampak kesyirikan mereka dalam meminta syafa’at, ketika mereka berdo’a kepada selain Allah. Contoh meminta syafa’at yang dihukumi syirik adalah seseorang datang ke kuburan wali atau tempat kramat yang diyakini bahwa ruh wali Allah menitis di tempat itu, lalu berdo’a, menyeru mayit atau ruh wali Allah tersebut. Perbuatan tersebut dapat digambarkan dalam dialog berikut ini.
“Wahai Wali Allah, mintakan kepada Allah agar saya selamat dari Neraka!” atau “ Wahai Wali Allah, syafa’ati saya agar masuk Surga!” atau “Wahai Wali Allah, saya banyak berbuat dosa, engkau wali Allah yang dekat dengan-Nya, jika tidak engkau kasihani saya, ya Wali Allah, niscaya saya akan celaka dunia Akhirat, maka syafa’ati saya!” atau “Wahai Wali Allah, wahai sang penghilang duka, wahai sang pengangkat bala`,saya dalam kesempitan dan sedang tertimpa musibah, saya bersimpuh di hadapanmu, memohon belas-kasihmu, mohonlah kepada Allah agar mengangkat musibahku ini!” Ini semua adalah kalimat-kalimat syirik akbar!

Ditinjau dari ditetapkan atau tertolaknya, syafa’at terbagi dua macam:
  1. Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah (ditetapkan keberadaannya/ diterima) dan
  2. Syafa’at manfiyyah/mardudah (ditiadakan/ditolak).

Pertama Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah, yaitu:
Syafa’at yang didasarkan pada dalil yang Allah Ta’ala jelaskan dalam Kitab-Nya atau yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Sunnahnya, seperti firman Allah, surat Al-Baqarah: 255, berisikan tentang adanya syafa’at yang mutsbattah (ditetapkan keberadaannya).
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya” (QS. Al-Baqarah: 255).
Dan syafa’at tidaklah diberikan kecuali kepada orang-orang yang bertauhid.
Syafa’at Mutsbatah (ditetapkan) /Maqbulah (diterima) di Akhirat mempunyai tiga syarat:
Pertama, Allah meridhai orang yang mensyafa’ati (syafi’). Kedua, Allah meridhai orang yang diberi syafa’at (masyfu’ lahu). Ketiga, Allah mengizinkan pensyafa’at untuk mensyafa’ati. Syarat-syarat di atas dijelaskan Allah dalam firman-Nya,
وَكَم مِّن مَّلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لاَتُغْنِى شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِن بَعْدِ أَن يَأْذَنَ اللهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرْضَى
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)” (QS. An-Najm: 26)
Lalu firman Allah,
يَوْمَئِذٍ لاَتَنفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلاَّ مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً
Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya” (QS. Thaha: 109). Agar syafa’at seseorang diterima, maka harus memenuhi ketiga syarat di atas.

Kedua: Syafa’at manfiyyah/mardudah (tertolak).
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah  mengatakan,
Syafa’at manfiyah (ditolak) adalah syafa’at yang diminta kepada selain Allah, dalam perkara yang tidak satupun yang mampu memberikannya kecuali Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah: 254).

Semoga Allah selalu melindungi kita agar selalu terhindar dari segala bentuk kesyirikan, agar kita bisa selamat di dunia dan akhirat dengan hati yang bersih dari perbuatan syirik.



































[1] Tawasul dengan do’a orang sholeh yang masih hidup adalah dengan do’anya bukan dengan dzat atau kedudukannya. Hal ini yang difahami oleh Ahlussunnah wal Jama’ah. Adapun kaum pembela tawasul syirik mereka memahami bahwa tawasul dengan do’a orang sholeh adalah dengan dzat dan kedudukannya, Na’udzubillah.
[2] Lihat penejelasan mengenai tawasul secara detail di kitab At-Tawassul Ahkamuhu wa ‘Anwa’uhu oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.beliau membantah syubhat-syubhat para penyembah kuburan dengan lebel tawasul.
[3] Lihat kitab At-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu hal 115 oleh Syaikh Nashirudin Al-Albani Rahimahullah.

[4] Lihat kitab Majmu’ Fatawaa juz 11/ hal 293 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah.

[5] Lihat kitab Ighatsatul Lahfaan hal 113-114 oleh Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah Rahimahullah.
[6] Lihat Syarh Tsalatsatul Al-Ushul hal 32-33 oleh Syaikh Ibnu Utsaimin- diterjemahkan dengan tambahan contoh.
[7] Lihat Syarh Ma’mul ‘Ala Tsalatsati Al-Ushul atau lihat kitab Ar-Rokizah fii Syuruhaati Mutun Al-‘Aqidah hal 67 oleh Syakh Kholid Mahmud Al-Juhany.

0 komentar:

Posting Komentar