Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far
Muqoddimah
الحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ ، كَمَا
يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَآيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَ إِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى ، وَ خيْرَ
الهَدْيِ هَدْيُ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، وَ شَرَّ
الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٍ
أمَّا بَعْدُ ،
Segala pujia bagi Allah atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya.
Betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, namun tidak banyak nikmat
yang diberikan olehNya kita manfaatkan untuk kebaikan dan ketaatan. Patut bagi
kita untuk selalu intropeksi diri setiap langkah yang kita lalui dalam
kehidupan dunia ini.
PEMBATAL ISLAM - 2
TAWASUL
2.
Orang yang membuat perantara antara dirinya dengan Allah, yaitu dengan berdo’a,
memohon syafa’at, serta bertawakkal kepada mereka. Perbuatan-perbuatan tersebut
termasuk amalan kekufuran menurut ijma’ (kesepakatan para ulama)
Allah
Ta’ala berfirman:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ
كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ
يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ
رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Katakanlah:
‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka
memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat
memindahkannya.’ Yang mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat
menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya.
Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Israa’: 56-57)
*PEMBAHASAN
TAWASUL*
Pengertian Tawasul secara bahasa adalah Sesuatu yang menyampaikan
ke tujuan disertai dengan usaha yang maksimal.
Sedangkan pengertian menurut Syari’at adalah Sesuatu perantara
untuk menggapai ke Ridho Allah dan Surga-Nya dengan melakukan amalan yang telah
ditetapkan oleh syari’at dan meninggalkan apa yang dilarang syari’at.
Secara garis besar bahwasannya Tawassul dibagi menjadi 2 bagian ,
diantranya ;
1.
Tawassul
yang disyari’atkan
2.
Tawassul
yang dilarang
Adapun
Tawasul yang disyari’atkan ada 3 macam,
a.
Tawassul
dengan Nama dan Sifat Allah Ta’ala
Dalilnya ada di Al-Qur’an , Allah Ta’ala berfirman :
وَ
للهِ الْأَسْمَاءُ الحُسْنَى فَادْعُوْهُ بِهَا
“Dan
Allah memiliki Nama-nama yang paling baik, maka berdo’alah dengannya” (QS. Al-A’raf : 180)
Contoh tawasul dengan Nama dan Sifat Allah : Ya Allah, Aku memohon
dengan Nama-Mu Ar-Rahman dan Ar-Rahim , Rahmatilah Aku ! atau Ya Allah, Aku memohon dengan Nama-Mu
Ar-Razzaq , berilah aku rezeki !. dll.
b.
Tawassul
dengan Amal Sholeh
Hal ini juga telah Allah Ta’ala firmankan dalam Al-Qur’an :
الَّذِيْنَ
يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
“Yaitu
orang-orang yang berdo’a , Ya Rabb kami sesungguhkan kami benar-benar beriman,
maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari adzab Neraka” (QS. Al-Imran : 16)
Contoh Tawassul dengan Amal Sholeh : Ya Allah, dengan Keimananku
kepada Engkau dan Cintaku kepada-Mu , Ampunilah aku ! atau Ya Allah, Aku telah
mengikuti jalan Rasul-Mu , hilangkanlah kesusahanku ! dll.
c.
Tawasul
dengan Do’a Orang Sholeh yang masih hidup dan dalam keadaan mampu
Dalilnya sangat banyak dalam hadist-hadist Nabi salallahu ‘alaihissalam
, diantaranya hadist dari Anas bin Malik , Ukaasyah , Ibnu Abbas, Umar bin
Katthab.[1]
Adapun Tawassul yang terlarang 3 macam, diantaranya :
1.
Tawassul
dengan orang mati, jin, malaikat dll
Apabila orang yang melakukan demikian meyakini bahwa orang mati bisa memberi
manfaat dan menolak mudharot, maka orang ini telah terjatuh dalam perbuatan
syirik besar, syirik yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Agama Islam apabila
tidak bertaubat. Dalam hal ini seringkali terjadi salah faham, apabila ada
orang yang memperingatkan orang lain dari perbuatan syirik dan bid’ah maka
orang tersebut dituduh extrim, suka mengkafirkan dll. Sungguh ini adalah
pemahaman yang salah, kami tidak pernah mengkafirkan orang per orang, akan
tetapi kami mengingkari perbuatannya yang mengarah pada kekafiran, adapun
orangnya kami tidak langsung menghukuminya, karena bisa saja ada orang yang
tidak tahu, belum sampai kepadanya dalil ataupun hanya ikut-ikutan.
2.
Tawassul
dengan mendatangi kubur dan meminta do’a disana dll
Perkara ini juga banyak terjadi di masyarakat kita, mereka
berkeyakinan bahwa orang yang mati bisa menyampaikan hajatnya kepada Allah Ta’ala,
sungguh ini adalah pemahaman yang sangat jauh dari paru ulama’ salaf terdahulu.
Hal ini perkara baru dalam agama, menyelisihi apa yang telah dicontohkan Nabi Muhammad
kepada umatnya. Adapun Islam tidak melarang untuk ziarah kubur, bahkan ziarah
kubur adalah disyariatkan, akan tetapi harus sesuai tata cara yang benar sesuai
dengan tuntunan Nabi Muhammad salallahu ‘alaihissalam.
3.
Tawassul
dengan kedudukan Nabi atau yang lainnya
Perkara ini dilakukan berdasarkan hadist palsu atau hadist yang
tidak ada asal usulnya, sebagaimana yang dibawakan oleh kaum kuburiyyun dan
pembela tawasul syirik, semua hujjah-hujjah mereka terbantahkan oleh Ulama’
Ahlus Sunnah dengan dalil-dalil yang shohih menurut pemahaman para salafus
sholih.[2]
Syubhat
kaum Kuburiyyun dan kaum pembela Tawassul Syirik dan Bid’ah tidak lepas dari
dua perkara, diantaranya :
a.
Berdalil
dengan hadist lemah, palsu, ataupun hadist tidak ada asal usulnya.
Contoh :
Hadits Pertama
توسلوا بِجَاهِيْ فَإِنَّ
جَاهِيْ عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ
“Bertawassullah kalian
dengan kedudukanku, sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat besar.”
إِذَا سَأَلْتُمْ اللهَ فَاسْأَلُوْهُ
بِجَاهِيْ فَإِنَّ جَاهِيْ عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ
Atau: “Apabila
kalian meminta kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya dengan kedudukanku,
sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat besar.”
Al’ Allamah Al
Muhaddits Al Albani berkata, “Hadits ini batil, tidak terdapat dalam
kitab-kitab hadits. Hadits ini hanya diriwayatkan oleh sebagian orang yang
bodoh terhadap As Sunnah.”[3]
Hadits Kedua
إِذَا أَعْيَتْكُمْ الأُمُوْرَ
فَعَلَيْكُمْ بِأَهْلِ القُبُوْرِ أو فَاسْتَغِيْثُوا ِبأَهْلِ القُبُوْرِ
“Apabila kamu terbelit
suatu urusan, maka hendaknya (engkau meminta bantuan dengan berdo’a) kepada
ahli kubur” Atau “Minta tolonglah dengan (perantaraan) ahli kubur.”
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata, “Hadits ini adalah dusta dan diada-adakan (atas Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam) berdasar kesepakatan ahli ma’rifah (hadits).[4]
Ketika Imam Ibnul Qoyyim
menyebutkan beberapa faktor penyebab para penyembah kubur terjerumus ke dalam
kesyirikan, beliau berkata, “Dan di antaranya adalah hadits-hadits
dusta dan bertentangan (dengan ajaran Islam), yang dipalsukan atas Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh para penyembah berhala dan pengagung kubur
yang bertentangan dengan agama dan ajaran Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
seperti hadits:
“Apabila kamu terbelit
suatu urusan, maka hendaknya (engkau meminta bantuan) kepada ahli kubur.”
Dan hadits,
لَوْ أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ
ظَنَّهُ بِحَجَرٍ لَنَفَعَهُ
“Seandainya kalian berharap
dan optimis walaupun terhadap sebuah batu, maka pasti batu itu akan mampu
mendatangkan manfaat kepada kalian.” [5]
Hadits Ketiga
Dari Umar ibn Al Khattab
secara marfu’:
Ketika Adam melakukan kesalahan,
dia berkata: “Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu dengan hak Muhammad agar
Engkau mengampuniku. Maka Allah berfirman, “Wahai Adam, bagaimana engkau
mengenal Muhammad, padahal Aku belum menciptakannya?” Adam berkata, “Wahai
Tuhanku, ketika Engkau menciptakanku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ruh ke
dalam diriku, aku mengangkat kepalaku, maka aku melihat tiang-tiang ‘arsy
tertuliskan “Laa ilaaha illallah Muhammadun rasulullah”, maka aku tahu bahwa
Engkau tidak menghubungkan sesuatu kepada nama-Mu, kecuali makhluk yang paling
Engkau cintai”, kemudian Allah berfirman, “Aku telah mengampunimu, dan
sekiranya bukan karena Muhammad tidaklah aku menciptakanmu.”
Al Allamah Al
Albani berkata, “Kesimpulannya sesungguhnya hadits ini Laa Ashla Lahu
(tidak berasal) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak salah
menghukuminya dengan batil sebagaimana penilaian dua orang Al Hafizh, Adz
Dzahabi dan Al Asqalani sebagaimana telah dinukil dari keduanya.” (Lihat
Silsilah Ahadits Addha’ifah sebagaimana dinukil oleh Syaikh Kholid
Mahmud Al-Juhany dalam kitab I’lamu Al-Anaam ).
b.
Berdalil
dengan dalil shohih akan tetapi difahami dengan pemahaman yang salah, tidak
sesuai metode para salafus Shalih.
*PEMBAHASAN DO’A*
Nabi
salallahu ‘alaihissalam bersabda :
الُدعَاءُ
مُخُّ العٍبَادَةِ
“Do’a
adalah inti Ibadah” (HR. Tirmidzi
No.3371 ) Hadist dengan lafadz ini dhoif. Adapun redaksi yang shahih
adalah
الدُعَاءُ
هُوَ العِبَادَةُ
“Do’a adalah Ibadah ”
(HR. Tirmidzi No. 3372 dan yang lainnya)
Doa
terbagi menjadi 2 :
a.
Do’a Mas’alah
Meminta sesuatu yang bermanfaat atau menolak mudharat bagi mudda’i
(orang yang berdo’a), contoh :
اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِيْ وَ ارْحَمْنِيْ
“Ya Allah Ampunilah aku
dan rahmatillah aku”
Pertanyaan
: Bagaiamana kalau meminta kepada selain Allah dalam do’a mas’alah ?
Syaikh
Kholid Mahmud Al-Juhany menjawab : Kalau yang dimintai do’a (pertolongan) itu
masih hidup dan mampu untuk memenuhinya maka ini bukan kesyirikan. Contoh :
Wahai fulan, ambilkan aku minum ! atau Wahai fulan, tolong bantu aku mengangkat
lemari ! dll. Ini hukumnya boleh, bukan kesyirikan.
Adapun
yang dimintai pertolongan (do’a) sudah meninggal atau seseorang yang tidak
mampu melakukannya, maka ini adalah kesyirikan yang menyebabkan keluar dari
agama Islam. Contoh : Wahai Wali Fulan (sudah meninggal), tolong aku dalam
mengerjakan ujian nasional ! atau Wahai Si mbah, tolong lindungi aku selama
perjalanan pulang dari pegunungan ! sedangkan si Mbahnya lagi di rumah,
otomatis si mbah tidak bisa melindunginya. Maka seperti contoh di atas ini,
perbuatan syirik besar.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan permasalahan ini
dalam syarhnya, Barangsiapa yang memalingkan do’a kepada selain Allah padahal
yang dimintai do’a itu tidak mampu untuk mengabulkannya baik itu orang hidup
atau mati maka ini perbuatan syirik bisa berujung kepada kekafiran. Contoh :
Berdo’a minta anak, dll. Karena yang ngasih anak adalah Allah, maka tiak boleh
dipalingkan kepada selain Allah.
Apabila berdoa kepada sesorang yang mampu memberikan hal itu, misal
ada yang mengatakan : Ya fulan, ambilkan aku makanan itu, atau Ya fulan
ambilkan aku minuman itu. Maka hal yang demikian adalah tidak mengapa.[6]
b.
Do’a Ibadah
Termasuk
semua jenis ibadah adalah do’a dan bukan termasuk permintaan, semua jenis
ibadah adalah do'a contoh : Sholat, Zakat, Puasa serta semua amalan yang dapat
mendekatkan diri keapda Allah baik itu secara dhohir (nampak) atau batin, dll.
Nabi
salallahu ‘alaihissalam bersabda :
الدُعَاءُ
هُوَ العِبَادَةُ
“Do’a adalah Ibadah ”
(HR. Tirmidzi No. 3372 dan yang lainnya)
Perlu diperhatikan, bahwa semua do’a ibadah ini harus dilakukan
karena Allah Ta’ala dan sesuai petunjuk Nabi salallahu ‘alaihisalam.
Allah
Ta’ala berfirman :
وَأَنَّ ٱلْمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu
adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya
di samping (menyembah) Allah.”(QS. Jin : 18)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan : “ Barangsiapa
yang memalingkan ibadah-ibadah (diatas atau yang selainnya, termasuk do’a),
maka dia disebut musyrik kafir”
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ
بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Dan
barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping (selain) Allah, padahal tidak
ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di
sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (QS. Surat Al-Mu’minun : 117)[7]
*PEMBAHASAN SYAFA’AT*
Definisi Syafa’at
Syafa’at berasal dari kata asy-syaf’u (ganda)
yang merupakan lawan kata dari al-witru (tunggal), yaitu
menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda. Ini pengertian secara bahasa.
Sedangkan secara istilah, Syafa’at berarti menjadi perantara (syafi’)
bagi orang lain (masyfu’ lahu) untuk didapatkannya manfaat atau tertolaknya
madharat atau memintakan manfa’at untuk orang lain (masyfu’
lahu).
Faedah dari definisi :
- Dari definisi dapat kita
simpulkan bahwa makna istilah syafa’at sesuai dengan makna bahasa, karena
permintaannya ada genap (dua), permintaan dari syafi’ dan masyfu’ lahu.
- Hakikat syafa’at itu adalah
permintaan, jadi apa yang dilakukan kaum musyrikin berupa meminta syafa’at
(tholabus Syafa’ah) kepada perantara (syafi’) agar ia
memintakan kebutuhan mereka kepada Allah. Sedangkan perantara yang mereka
mintai syafa’atnya, di antaranya adalah para Nabi, wali, atau orang-orang
sholeh yang sudah meninggal dunia, berarti kaum musyrikin berdo’a kepada
perantara.
Di sinilah nampak kesyirikan mereka dalam meminta
syafa’at, ketika mereka berdo’a kepada selain Allah. Contoh meminta syafa’at
yang dihukumi syirik adalah seseorang datang ke kuburan wali atau tempat kramat
yang diyakini bahwa ruh wali Allah menitis di tempat itu, lalu berdo’a, menyeru
mayit atau ruh wali Allah tersebut. Perbuatan tersebut dapat digambarkan dalam
dialog berikut ini.
“Wahai Wali Allah, mintakan kepada Allah agar saya
selamat dari Neraka!” atau “ Wahai Wali Allah, syafa’ati saya agar masuk
Surga!” atau “Wahai Wali Allah, saya banyak berbuat dosa, engkau wali Allah
yang dekat dengan-Nya, jika tidak engkau kasihani saya, ya Wali Allah, niscaya
saya akan celaka dunia Akhirat, maka syafa’ati saya!” atau “Wahai Wali
Allah, wahai sang penghilang duka, wahai sang pengangkat bala`,saya dalam kesempitan
dan sedang tertimpa musibah, saya bersimpuh di hadapanmu, memohon
belas-kasihmu, mohonlah kepada Allah agar mengangkat musibahku ini!” Ini semua adalah kalimat-kalimat syirik akbar!
Ditinjau dari ditetapkan atau tertolaknya, syafa’at terbagi dua macam:
- Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah
(ditetapkan keberadaannya/ diterima) dan
- Syafa’at manfiyyah/mardudah
(ditiadakan/ditolak).
Pertama Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah, yaitu:
Syafa’at yang didasarkan pada dalil yang Allah
Ta’ala jelaskan dalam Kitab-Nya atau yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam Sunnahnya, seperti firman Allah, surat
Al-Baqarah: 255, berisikan tentang adanya syafa’at yang mutsbattah (ditetapkan
keberadaannya).
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ
عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah
tanpa izin-Nya” (QS. Al-Baqarah: 255).
Dan syafa’at tidaklah diberikan kecuali kepada
orang-orang yang bertauhid.
Syafa’at Mutsbatah (ditetapkan) /Maqbulah (diterima) di
Akhirat mempunyai tiga syarat:
Pertama,
Allah meridhai orang yang mensyafa’ati (syafi’). Kedua, Allah
meridhai orang yang diberi syafa’at (masyfu’ lahu). Ketiga,
Allah mengizinkan pensyafa’at untuk mensyafa’ati. Syarat-syarat di atas dijelaskan
Allah dalam firman-Nya,
وَكَم مِّن مَّلَكٍ فِي
السَّمَاوَاتِ لاَتُغْنِى شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِن بَعْدِ أَن يَأْذَنَ
اللهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرْضَى
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at
mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang
yang dikehendaki dan diridhai (Nya)” (QS. An-Najm: 26)
Lalu firman Allah,
يَوْمَئِذٍ لاَتَنفَعُ
الشَّفَاعَةُ إِلاَّ مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً
“Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali
(syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia
telah meridhai perkataannya” (QS. Thaha: 109). Agar syafa’at seseorang
diterima, maka harus memenuhi ketiga syarat di atas.
Kedua: Syafa’at manfiyyah/mardudah (tertolak).
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah
mengatakan,
Syafa’at manfiyah (ditolak) adalah syafa’at yang
diminta kepada selain Allah, dalam perkara yang tidak satupun yang mampu
memberikannya kecuali Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا
بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan
Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum
datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi
persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir
itulah orang-orang yang zalim” (QS.
Al-Baqarah: 254).
Semoga Allah selalu melindungi kita agar selalu terhindar dari segala bentuk kesyirikan, agar kita bisa selamat di dunia dan akhirat dengan hati yang bersih dari perbuatan syirik.
[1] Tawasul
dengan do’a orang sholeh yang masih hidup adalah dengan do’anya
bukan dengan dzat atau kedudukannya. Hal ini yang difahami oleh Ahlussunnah wal
Jama’ah. Adapun kaum pembela tawasul syirik mereka memahami bahwa tawasul
dengan do’a orang sholeh adalah dengan dzat dan kedudukannya, Na’udzubillah.
[2]
Lihat penejelasan mengenai tawasul secara detail di kitab At-Tawassul
Ahkamuhu wa ‘Anwa’uhu oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.beliau
membantah syubhat-syubhat para penyembah kuburan dengan lebel tawasul.
[3] Lihat kitab At-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu hal 115 oleh Syaikh Nashirudin Al-Albani Rahimahullah.
[6]
Lihat
Syarh Tsalatsatul Al-Ushul hal 32-33 oleh Syaikh Ibnu Utsaimin-
diterjemahkan dengan tambahan contoh.
[7]
Lihat Syarh Ma’mul ‘Ala Tsalatsati Al-Ushul atau lihat kitab Ar-Rokizah
fii Syuruhaati Mutun Al-‘Aqidah hal 67 oleh Syakh Kholid Mahmud Al-Juhany.
0 komentar:
Posting Komentar