HOME

Selasa, 11 April 2017

KAJIAN AL-QOWAID AL-ARBA'-2



Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja’far

Muqoddimah
الحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَآيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَ إِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى ، وَ خيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، وَ شَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٍ
أمَّا بَعْدُ ،
Segala pujia bagi Allah atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya. Betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, namun tidak banyak nikmat yang diberikan olehNya kita manfaatkan untuk kebaikan dan ketaatan. Patut bagi kita untuk selalu intropeksi diri setiap langkah yang kita lalui dalam kehidupan dunia ini. 
بِسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيْمِ
أسأل الله الكريم رب العرش العظيم أن يتولاك في الدنيا و الأخرة، وأن يجعلك مباركا أينما كنت، و أن يجعلك ممن إذا أعطي شكر، وإذا ابتلي صبر، وإذا أذنب استغفر، فإن هؤلاء الثلاث عنوان السعادة
اعلم أرشدك الله لطاعته أن  الحنفية ملة إبراهيم عليه السلام : أن تعبد الله وحده مخلصا له الدين، وبذلك أمرالله جميع الناس و خلقهم لها، كما قال تعالى :
" وَمَا خَلَقْتُ الجِنَّ وَ الإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ " (الذاريات : 56)
فإذا عرفت أن الله خلقك لعباده، فاعلم أن العبادة لا تسمى عبادة إلا مع التوحيد كما أن الصلاة لا تسمى صلاة إلا مع الطهارة
فإذا دخل الشرك في العبادة فسدت كالحدث إذا دخل في الطهارة.
فإذا عرفت أن الشرك إذا خالط العبادة أفسدها، وأحبط العمل، وصار صاحبه من الخالدين في النار عرفت أن أهم ما عليك معرفة ذلك، لعل الله أن يخلصك من هذه الشبكة، وهي الشرك بالله الذي قال الله فيه 
: "إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا" (النساء: 48)
وذلك بمعرفة أربع قواعد ذكرها الله تعالى في كتابه

“Tafsir Bismillah”
بِسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيْمِ
Beliau mengawali kitab dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang sebagaimana Al-Qur’an juga diawali dengan bismillah dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihissalam dalam surat-suratnya yang di kirim ke raja-raja untuk menyerukan dakwah Islam. Hal ini juga sesuai hadist berikut :
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لَا يُبْدَأْ فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَر
“Setiap perkara yang tidak di awali dengan bismilah maka akan kacau (hilang keberkahannya)[1]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Ada perselisihan diantara para ulama’ mengenai ke shohihan hadist ini, ada yang menshohihkannya (membenarkannya) dan bersandar kepadanya seperti Imam An-Nawawi, ada pula yang mendo’ifkannya (melemahkannya), akan tetapi diantara para ulama menerima hadist ini sehingga mereka meletakkan hadist ini di kitab-kitab mereka, hal ini menujukkan bahwa hadist ini ada asalnya”[2]
Secara bahasa kalimat (بِ) di kalimat ini adalah untuk meminta pertolongan, jadi kalimat bismillah disini berarti : Aku minta pertolongan kepada Allah yang maha pengasih lagi Maha Penyayang.
            Ada kalimat yang dihilangkan dalam bismillah, kalau dalam ilmu bahasa arab istilahnya “Mahdzuf” taqdirnya adalah  بِسْمِ اللهِ أَكْتُبُ  (Aku minta pertolongan dengan Nama Allah untuk menulis kitab ini)
Kalimat (اِسْمِ) secara bahasa ada 2 pendapat dikalangan ulama Kufah dan Bashra :
Pendapat Ulama Kufah, berasal dari kata (السِّمَةُ  (bermakna (العَلَامَةُ) Tanda, sedangkan Ulama Basrah, berasal dari kata (السُمُوْ) bermakna (الرَفْعَةُ وَ العُلُو) Tinggi. Dari kedua pendapat ini yang paling benar adalah pendapat ke-2 dengan dalil jama’ dari isim tersebut yaitu (أَسْمَاءُ) dan tasghirnya yaitu (سُمِيَ).
Kalimat (الله) adalah Nama salah satu nama dari Dzat yang maha suci, tidak boleh satupun dari makhluknya menamai diri-dirinya dengan kalimat “Allah”. Para Ulama mengatakan bahwa Kalimat (الله) adalah Nama paling besar dan mulia buat Dzat Allah yang Masa Suci. Perlu di ketahui bahwa Allah itu mempunyai banyak Nama dan Sifat yang mulia, yang wajib bagi kita untuk beriman dengannya. Nama Allah tidak sebatas 99 saja, akan tetapi angka 99 itu hanya sebagian saja karena dalam hadist (yang menyebutkan) itu tidak mengandung pembatasan. Nabi salallahu ‘alaihissalam bersabda :
 أن الله تسعةً و تسعين اسما مائةً إلا واحدا من أحصاها دخل الجنة

Dalam riwayat selain Bukhari dan Muslim,
مَنْ حَفِظَهَا دَخَلَ الجَنَّةَ
“Sesungguhnya Allah itu mempunyai 99 nama, barangsiapa menghitungnya /menghafalnya, maka pasti masuk surga”[3]
 Jadi tidak boleh bagi seseorang menamakan dirinya dengan “Allah”, Karena nama ini khusus buat Allah saja.
Kalimat (الرحمن الرحيم) : kedua kalimat ini adalah salah satu dari nama dan sifat Allah yang wajib kita Imani. Kedua kalimat itu terbentuk dari satu kata yaitu (الرَّحْمَةُ).
Dan perbedaan antara Ar-Rahman dan Ar-Rahiim, diantaranya :
Ar-Rahman : Kasih Allah berupa rezeki dan yang lain untuk orang beriman dan kafir di dunia.
Ar-Rahiim : Kasih sayang Allah berupa ampunan bagi orang beriman saja di akhirat nanti.
Faidah : Membaca bismillah dalam segala hal yang baik (selain perkara ibadah yang mahdoh/paten) adalah sunnah, misal : Ketika kita mau membaca buku entah itu buku agama atau buku pengetahuan umum, maka mulai dengan bismillah karena ini sunnah, contoh lain : Ketika akan masak, ketika akan nulis pesan (sms/chating) sebagaimana hal ini dilakukan Nabi ketika mengirim surat ke raja-raja. Ada juga perkara dunia yang dianjurkan untuk mengucap bismillah ketika akan melakukannya karena ada dalil khusus yang menjelaskan, misal : ketika mau makan, ketika masuk masjid. Ketika mau masuk kamar mandi, ketika melepas pakaian dll.
Tanbih/ Peringatan : Membaca bismillah tidak boleh dilakukan ketika ibadah muqoyyad (paten), misal mau sholat membaca bismillah, ini tidak dianjurkan karena tidak ada dalil khusus, jika ingin membacanya maka butuh dalil khusus. Contoh lain, mau adzan mengucap bismillah, ini juga tidak dianjurkan karena tidak ada dalil yang khusus dalam masalah ini. Wallahu A’lam.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata :
أسأل الله الكريم رب العرش العظيم أن يتولاك في الدنيا و الأخرة، وأن يجعلك مباركا أينما كنت، و أن يجعلك ممن إذا أعطي شكر، وإذا ابتلي صبر، وإذا أذنب استغفر، فإن هؤلاء الثلاث عنوان السعادة

Artinya : “Aku (penulis kitab) meminta kepada Allah yang memiliki Arsy yang Agung, semoga kamu (Para pembaca) selalu dalam lindungan Allah di dunia dan akhirat, dan semoga selalu meraih keberkahan dimanapun kamu berada, dan menjadikan orang yang selalu bersyukur ketika diberi (1), menjadi orang sabar tatkala diuji (2), selalu istighfar tatkala terjatuh kedalam perbuatan dosa (3), ketiga hal diatas adalah tanda kebahagiaan ”
Penjelasan :
Salah satu kebaikan dari penulis kitab ini, beliau mendoakan  setiap pelajar yang ingin belajar ilmu aqidah yang benar dan juga beliau mendoakan para pembaca yang ingin mencari kebenaran serta keselamatan (di dunia dan akhirat) agar selalu menjadi kekasih Allah.
Salah satu sifat wali Allah (kekasih Allah) yaitu Tidak takut kepada siapapun kecuali hanya keapda Allah dan tidak bersedih (mengalami penyesalan) di akhirat nanti. Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.(QS. Al-Ahqof : 13)

Penulis juga mendoakan agar para pembaca meraih keberkahan di dalam segala hal, yaitu berkah kesehatannya, hartanya, keluarganya. Karena jika Allah Ta’ala memberkahi seorang hamba maka akan diberkahi di seluruh kehidapnnya. Allah Ta’ala berfirman mengenai Nabi Isa yang telah diberkahi :
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ
“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada” (QS. Maryam : 31)
Makna Barokah yaitu : Bertambah dan berkembangnya harta, kesehatan dan keluarga.
Kemudian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memberikan resep bahagia yang di ambil dari Al-Qur’an :
1.      Apabila diberi maka bersyukur
2.      Apabila di uji maka bersabar
3.      Apabila terjatuh kedalam dosa maka istighfar (memohon ampun kepada Allah)
Penjelasan :
*Syukur*
Ketahuilah bahwa orang yang selalu bersyukur itu, dia telah mencapai derajat yang tinggi disisi Allah, karena sedikit sekali dari hamba Allah yang bersyukur. Allah Ta’ala berfirman :
اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. (QS. Saba’ : 13)
Ibnul Qoyyim mendefinisikan Syukur di dalam kitabnya Madarijus Salikin, beliau berkata : Menampakkan atsar (bekas) nikmat yang diberikan kepada Allah, dengan memuji Allah dengan lisan atas nikmat yang diberikan kepadanya, menambah keyakinan (kesaksian kepada kebesaran Allah) dan semakin nambah kecintaan kepada Allah di dalam hatinya, serta mengaplikasikan nikmat yang diberikan oleh Allah dengan amalan badan berupa kesungguhan dalam ketaatan.
-          Bersyukur dengan lisan : berdzikir kepada Allah misal, bertasbih (سبحان الله) , bertahmid (الحمد لله) , bertahlil (لاإله إلا الله) , bertakbir (الله أكبر)
-          Bersyukur dengan anggota badan : melakukan amalan yang diwajibkan Allah, misal : Shalat pada waktunya, Puasa Ramdhan atau berbakti kepada orang tua.
-          Bersyukur dengan hati, berkeyakinan bahwa nikmat itu datangnya karena karunia Allah bukan yang lain.
*Sabar*
            Salah satu sifat orang mukmin adalah sabar tatkala tertimpa musibah dan bermuhasabah diri. Allah Ta’ala berfirman :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".(QS. Al-Baqarah : 155-156)
Nabi salallahu ‘alaihissalam bersabda :
عَجَبًا لأَمْرِ المؤمنِ إِنَّ أمْرَه كُلَّهُ لهُ خَيرٌ ليسَ ذلكَ لأَحَدٍ إلا للمُؤْمنِ إِنْ أصَابتهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فكانتْ خَيرًا لهُ وإنْ أصَابتهُ ضَرَّاءُ صَبرَ فكانتْ خَيرًا لهُ
“Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sungguh seluruh perkara adalah kebaikan baginya. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mukmin. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur maka yg demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan ia bersabar maka yg demikian itu baik baginya.”(HR. Muslim)
Makna Sabar adalah menahan diri senantiasa dalam ketaatan kepada Allah, dan menahan diri agar tidak bermaksiat kepada Allah dan menahan diri atas takdir buruk yang menimpa kita semua. Dari pengertian diatas maka Sabar di kelompokkan menjadi 3 :
1.      Sabar senantiasa taat kepada Allah
2.      Sabar untuk meninggalkan maksiat
3.      Sabar dalam menerima takdir buruk yang menimpa kepada kita.

*Istighfar*
Allah Ta’ala menyebutkan tanda-tanda orang yang bertaqwa adalah tatkala dia terjatuh ke dalam dosa maka dia beristighfar (minta ampun) kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.(QS. Al-Imran : 135) 
Nabi salallahu ‘alaihissalam bersabda :
يا عبادي ، إنكم تخطئون بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ، وأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ، فَاسْتَغْفِرُوْنِيْ أَغْفِرْ لَكُمْ
 “Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di siang dan malam hari, dan Aku akan mengampuni seluruh dosa, maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni dosa-dosa kalian” (HR. Muslim)
Tiga perkara diatas adalah alamat kebahagiaan, sebab keberuntungan di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang mampu merealisasikan ketiga hal diatas akan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Makna bahagia adalah seorang hamba merasa ridha atas pemeberian Allah, merasa aman dan tidak takut kecuali kepada Allah Ta’ala.

Kemudian Syaikh melanjutkan perkataannya :
اعلم أرشدك الله لطاعته أن  الحنفية ملة إبراهيم عليه السلام : أن تعبد الله وحده مخلصا له الدين، وبذلك أمرالله جميع الناس و خلقهم لها، كما قال تعالى :
" وَمَا خَلَقْتُ الجِنَّ وَ الإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ " (الذاريات : 56)
Penjelasan :
اِعْلَمْ أرْشَدَكَ اللهُ لِطَاعَتِهِ
  Ketahuilah wahai para pembaca اعلم :

Kata (اعلم) dalam bahasa arab menunjukkan bahwa seruan setelah kalimat ini adalah penting.
Contoh kalimat (اعلم) dalam Al-Qur’an :
Allah Ta’ala berfirman :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
“ Ketahuilah bahwasannya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah Ta’ala” (QS. Muhammad :  19 )
Kalimat (لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ) adalah kalimat yang sangat penting, hanya dengan kalimat itu disertai keyakinan dengannya, maka seseorang bisa masuk surga. Nabi salallahu’alaihissalam bersabda :
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ
“ Barangsiapa yang akhir perkataannya (ucapannya) Lailaha illallah maka dia akan masuk surga” (HR. Abu Dawud. No. 3116)
Semoga Allah memberimu petunjuk أَرْشَدَكَ اللهُ : 
Ini adalah do’a dari penulis untuk para pembaca semua, makna kalimat (الرَشد) adalah  (الاستقامة) istiqomah diatas petunjuk kebenaran.  Kalimat (الرُشْدُ) lawan dari (الغَيُّ) : kesesatan.
Untuk selalu taat kepada Allah لِطَاعَتِهِ :   
Ketaatan adalah suatu yang sesuai dengan tujuan, yaitu mengerjakan setiap yang diperintahkan dan meninggalkan apa saja yang dilarang.
إن الحنفية ملة إبراهيم : أن تعبد الله وحده ، مخلصا له الدين ، و بذلك أمر الله جميع الناس ، و خلقهم لها 
Penjelasan :
Bahwasannya Al-Hanafiyyah itu إِنَّ الحَنَفِيَّةَ :
Makna (الحَنَيْفُ) secara bahasa berasal dari kata (الحَنَفُ) yang bermakna condong (berpihak). Adapun secara istilah maknya adalah condong (berpegang teguh) kepada tauhid dengan menjauhkan syirik.
Adalah Agama Nabi Ibrahim مِلَّةُ إِبْرَاهِيْمَ :  
Makna dari Millah Ibrahim adalah jalan (syari’at) Nabi Ibrahim. Sebagian Para ulama mengatakan bahwa Milla Ibrahim artinya agama yang haq/agama tauhid.
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَحْدَهُ ، مُخْلِصًا لَهُ الدِّيْنَ :
 (Agama Nabi Ibrahim) Yaitu beribadah kepada Allah dengan sebenar-benar ikhlas.
Makna ikhlas yaitu bersih, maksudnya adalah beribadah kepada Allah hanya berharap Wajah Allah agar sampai kepada tempat tujuan yang indah (surga).
Ikhlas adalah satu diantara syarat diterimanya ibadah, sedangkan syarat yang kedua yaitu Ittiba’ (mengikuti sunnah Nabi salallahu ‘alaihissalam).
وَ بِذَلِكَ أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَ النَّاسِ ، وَ خَلَقَهُمْ لَهَا :
Dengan tujuan diatas, Allah memerintahkan seluruh manusia dan menciptakannya yaitu untuk beribadah dengan ikhlas.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الجِنَّ وَ الإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ
“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah ”(QS. Adz-Dzariyat : 56)
Makna dari (لِيَعْبُدُوْنَ) adalah (يُوَحِّدُوْنَ)[4] yaitu meng-Esakan Allah
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah berkata,
فإذا عرفت أن الله خلقك لعباده، فاعلم أن العبادة لا تسمى عبادة إلا مع التوحيد كما أن الصلاة لا تسمى صلاة إلا مع الطهارة
“Apabila kamu tahu bahwasannya Allah itu menciptakan kamu untuk beribadah kepadanya, Ketahuilah bahwasannya Ibadah itu tidak dinamakan ibadah kecuali disertai tauhid, sebagaimana shalat tidak dinamakan shalat kecuali dengan thaharah (bersuci)”
Penjelasan :
Syarat diterimanya Ibadah ada 2 :
    1.      Ikhlas kepada Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ 
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,
    2.      Mengikuti petunjuk Nabi salallahu alaihissalam
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”(QS. Al-Hasyr : 7)

Kalau tidak terpenuhi 2 syarat diatas, maka Ibadah tidak diterima oleh Allah Ta’ala. Ibadah itu akan ditrima hanya dari ahli Tauhid. Makna Tauhid adalah mengesakan Allah Ta’ala di dalam perbuatannya, di dalam peribadatannya, dan di dalam mengimani nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana shalat seseorang yang dilakukan, tapi dia dalam keadaaan berhadast (tidak bersuci), maka tidak akan diterima oleh Allah karena salah satu syarat sah shalat adalah dengan bersuci (berwudhu). Nabi salallahu ‘alaihissalam bersabda :
لا تُقْبَلُ صلاةُ مَنْ أحدثَ حتى يتوضأَ
“ Tidak diterima shalat siapa saja yang berhadast  sampai dia wudhu” (Muttafaq ‘Alaihi)
Syaikh menyamakan Tauhid dan Shalat, tapi kata para Ulama tatkala menjelaskan makna dari perkataan syaikh yaitu bukan menyamakan, tapi pendekatan. Karena memang derajat Tauhid lebih tinggi daripada Shalat.
فإذا دخل الشرك في العبادة فسدت كالحدث إذا دخل في الطهارة.
“Apabila kesyirikan telah masuk ke dalam Ibadah seseorang maka kesyirikan akan merusak (ibadah tersebut), sebagaimana hadast (najis) yang (membatalkan wudhu atau mandi besar) ”
Penjelasan :
Yang dimaksud kesyirikan disini adalah syirik besar. Kalau syirik kecil hanya akan menghapus amalan yang tengah dilakukannya, misal : ada seseorang sedang puasa dan shalat, tapi puasanya ikhlas dan shalatnya dilakukan dengan riya’ (ingin dipuji atau dilihat orang), maka disini shalatnya saja yang tidak diterima, adapun puasanya diterima oleh Allah Ta’ala jika sesuai sunnah Nabi salallahu ‘alaihissalam.

*MACAM-MACAM SYIRIK*
Dilihat dari besarnya dosa, syirik terbagi dua, yaitu akbar (besar) dan ash-ghar (kecil).

    1.      Syirik akbar menggugurkan seluruh amal dan menyebabkan kekal di dalam neraka. Contoh syirik akbar seperti: Syirik doa, yaitu berdoa kepada orang yang telah mati, patung, pohon, batu, atau lainnya. Contoh lainnya adalah syirik ketaatan, yaitu mentaati selain Allâh di dalam maksiat, yaitu menghalalkan apa yang Allâh haramkan, atau mengharamkan apa yang Allâh halalkan.
   2.      Syirik ash-ghar tidak menggugurkan seluruh amal, tetapi juga berbahaya. Di antara contohnya adalah riya`, ucapan “mâsyâ Allâh wa syi’ta” (apa yang Allâh kehendaki dan engkau kehendaki), bersumpah dengan menyebut selain nama (sifat) Allâh, dan lainnya. Tapi perkara ini jika dilakukan terus menerus maka akan menjadi syirik besar. Oleh karenya jangan pernah meremehkannya.

فإذا عرفت أن الشرك إذا خالط العبادة أفسدها، وأحبط العمل، وصار صاحبه من الخالدين في النار عرفت أن أهم ما عليك معرفة ذلك،
Artinya : “Apabila kamu tahu bahwasannya kesyirikan jika bercampur ke dalam Ibadah maka akan merusak (Ibadah tersebut), dan membatalkan amal serta bisa menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karenanya, Penting sekali bagimu untuk mengetahui hal ini (lebih detail). ”
Penjelasan :
Kesyirikan itu membatalkan semua amalan dan menyebabkan pelakunya menjadi kekal di Neraka. Allah Ta’ala  berfirman :
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Az-Zumar : 65)
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.(QS. Al-Maidah : 72)

لعل الله أن يخلصك من هذه الشبكة، وهي الشرك بالله الذي قال الله فيه : "إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا" (النساء: 48) وذلك بمعرفة أربع قواعد ذكرها الله تعالى في كتابه.
“Semoga Allah melepaskan/membersikan kamu dari perangkap kesyirikan. Syirik kepada Allah itu sebagaimana yang difirmankan di dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman :  Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar (QS. An-Nisa’: 48).” Dengan mengetahui 4 kaidah di bawah ini yang Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an (Semoga bisa merubah pemahaman kita dan memperkokoh kita di dalam beragama).
القاعدة الأولى
Kaidah Pertama

*Meyakini Tauhid Rububiyah saja Tidak cukup*

أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ الكُفَّارَ الذِّيْنَ قَاتَلَهُمْ رَسُوْلُ الله يُقِرُّون بأنّ الله تعالى هو الخالِق المدبِّر، وأنّ ذلك لم يُدْخِلْهم في الإسلام، والدليل: قوله تعالى:  {قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ} (يونس:31)
Kaidah pertama:
Anda perlu mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya Sang Pencipta dan Pengatur (segala urusan). Meski demikian, hal itu tidaklah menyebabkan mereka masuk ke dalam agama Islam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah: ‘Siapa yang memberi rizki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati (menghidupkan) dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup (mematikan), dan siapa yang mengatur segala urusan? ‘Maka mereka (kaum musyrikin) akan menjawab:’Allah’. Maka katakanlah:’Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)” (QS. QS. Yunus: 31).

Penjelasan

Inti kaidah pertama ini adalah penetapan Tauhid Rububiyyah mengharuskan kepada penetapan Tauhid Uluhiyyah (Ibadah). Di dalam bab ini terdapat penjelasan bahwa penetapan Tauhid Rububiyyah tidak cukup bagi kesahan Islam seseorang, akan tetapi haruslah diiringi dengan penetapan Tauhid Uluhiyyah, yang mengandung penetapan Tauhid Al-Asma` wa Shifat.
Dalam ayat tersebut di atas, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah jika ditanya tentang keesesaan-Nya dalam Rububiyyah-Nya,yaitu siapa yang memberikan rezeqi dari langit berupa hujan dan dari bumi berupa pohon dan tanaman,siapa yang yang menciptakan dan memiliki pendengaran dan penglihatan, siapa yang mengeluarkan  sesuatu yang hidup dari yang mati,seperti : pepohonan dari bebijian,burung dari telur dan pengeluaran seseorang dari status kafir berubah menjadi mukmin, siapa yang mengeluarkan sesuatu yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur alam atas dan bawah, pastilah mereka akan mengatakan bahwa semua itu yang bisa melakukan hanyalah Allah saja. Dengan demikian, mereka mengakui keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya. Kemudian Allah berhujjah dengan pengakuan mereka tersebut untuk mengharuskan mereka mentauhidkan Allah dalam Uluhiyyah-Nya, dengan bertakwa,meninggalkan sesembahan selain Allah dan meninggalkan kesyirikan dalam beribadah kepada Allah. Terkait dengan hal ini,  Allah tegur mereka dengan menggunakan pertanyaan pengingkaran,
{فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ}
Ini menunjukkan bahwa mengesakan Allah dalam Rububiyyah-Nya, mengharuskan seseorang mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya Bahwa Tuhan Pencipta,Yang Memberi rezeki,Yang Menghidupkan dan Mematikan serta Sang Pengatur alam semesta, inilah satu-satunya yang harusnya disembah,sebagaimana firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (Al-Baqarah : 21)

Kesimpulan Kaidah Pertama :
  1. Mengesakan Allah dalam Rububiyyah-Nya, mengharuskan mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya  
  2. Penetapan Tauhid Rububiyyah tidak cukup bagi kesahan Islam seseorang, akan tetapi haruslah bersamaan dengan penetapan Tauhid Uluhiyyah. Karena kebanyakan musyrikin dari kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam sampai kaum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ,yaitu kafir Quraisy mereka mengakui Tauhid Rububiyyah, namun tetap status mereka musyrikin,karena menentang konsekuensinya berupa mentauhidkan Allah dalam Uluhiyyah-Nya. Sebagaimana kaum musyrikin yang dihadapi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan dalam Ayat di atas.
  3. Adalah sebuah kesalahan,jika  seseorang memahami makna La ilaha illallahu sebatas pada makna Rububiyyah saja, misalnya : Makna La ilaha illallahu adalah “Tidak ada Sang Pencipta kecuali Allah”,  ini adalah kesalahan dan tidak menyebabkan masuknya seseorang ke dalam agama Islam, karena makna La ilaha illallahu yang benar adalah “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah”.
  4. Hubungan diantara ketiga macam Tauhid

1. Hubungan Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Uluhiyyah
توحيدالربوبية مستلزم لتوحيد الألوهية
Mengesakan Allah dalam Rububiyyah-Nya mengharuskan mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya  
Maksudnya :
Barangsiapa yang meyakini keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya,yaitu: meyakini bahwa Allah itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam menciptakan makhluk, mengaturnya, memberi rezeki, memberi manfa’at, menimpakan musibah/mudhorot,menghidupkan,mematikannya dan lainnya yang menjadi kekhususan Allah,maka keyakinan tersebut mengharuskannya mempertuhankan-Nya dalam beribadah,mengesakan dan mentauhidkan-Nya dalam segala bentuk peribadatan. Karena hanya Dzat yang mampu menciptakan makhluk,mengaturnya,memberi rezeki kepadanya dan yang selainnya dari makna-makna Rububiyyah itu sajalah yang pantas dan wajib disembah,selain-Nya tidak boleh dan tidak pantas disembah.
توحيد الألوهية متضمن لتوحيد الربوبية
Mengesakan Allah dalam Uluhiyyah-Nya mengandung pengesaan-Nya dalam  Rububiyyah-Nya
Maksudnya : Setiap orang yang mentauhidkan Allah dalam peribadatan dan tidak melakukan kesyirikan,pastilah terkandung keyakinan dalam hatinya bahwa Allah lah satu-satunya Dzat yang menciptakan dan memiliki alam semesta,mengaturnya,memberi rezeki kepada makhluk-Nya,berarti ia meyakini bahwa  satu-satunya Tuhan yang berhak disembah adalah Allah yang Esa dalam Rububiyyah-Nya,tidak ada tandingan-Nya,

2. Hubungan Tauhidul Asma` was Shifat dengan kedua macam tauhid yang lainnya
توحيد الأسماء والصفات شامل للنوعين
Mengesakan Allah dalam nama dan sifat-Nya mencakup kedua macam tauhid yang lainnya (Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah sekaligus)
Maksudnya : Dalam nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya ada yang menunjukkan Uluhiyyah-Nya,seperti : Allah, Al-Gafur, At-Tawwab, dan adapula yang menunjukkan Rububiyyah Allah,seperti: Al-Khaliq,Ar-Razzaq, dan yang lainnya.
Diantara ulama rahimahumullah ada yang menjelaskan bahwa Tauhidul Uluhiyyah mengandung Tauhidur Rububiyyah dan Tauhidul Asma` wash Shifat, ditinjau dari sisi berikut ini :
Berkata Syaikh Muhammad Shaleh Al-‘Utsaimin rahimahullah, ketika ditanya tentang cakupan makna syahadat La ilaha illallahu,"Syahadat tersebut mencakup seluruh macam Tauhid (yang tiga macam), baik secara tersirat dalam kandungan maknanya, maupun secara tersurat (secara langsung dipahami dari lafadznya, pent.). Hal itu disebabkan bahwa ucapan seseorang : Asyhadu an La ilaha illallah, segera dapat dipahami maknanya adalah Tauhidul Ibadah. Sedangkan Tauhidul Ibadah  – yang disebut juga dengan Tauhidul Uluhiyyah –  ini (sebenarnya) mengandung Tauhidur Rububiyyah, alasannya karena setiap orang yang beribadah (menyembah) kepada Allah semata, maka tidaklah ia menyembah-Nya kecuali sampai ia mengakui keesaan Rububiyyah-Nya. Demikian juga (Tauhidul Uluhiyyah) mengandung Tauhidul Asma` wash Shifat, karena manusia tidaklah menyembah kecuali suatu Dzat yang diketahuinya berhak untuk disembah,alasannya  karena memiliki nama (yang terindah) dan sifat (yang termulia). Oleh karena itulah, Nabi Ibrahim (‘alaihis salam) pernah berkata kepada bapaknya,
{ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا}
 “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? ”. (QS. Maryam:42).
Maka (kesimpulannya) Tauhidul Ibadah adalah Tauhidul Uluhiyyah yang mengandung Tauhidur Rububiyyah dan Tauhidul Asma` wash Shifat.

  1. Kesimpulan: Jadi, alasan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyembah selain Allah bukanlah karena mereka meyakini bahwa sesembahan mereka memiliki kekhususan Rububiyyah sebagaimana Allah,mereka tidak meyakini sesembahan mereka bisa menciptakan makhluk,menghidupkan,mematikan dan mengatur alam semesta ini. Lalu apakah alasan mereka ? Simak jawabannya dalam kaedah ke-2!

Semoga bermanfaat




[1] Hadist ini dikeluarkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitab Al-Jami’, dan hadist ini ada bermacam-macam redaksi yang semakna dengan ini sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin di dalam syarhnya, lebih tepat dicatatan kaki hadist yang kami bawakan ini
[2] Lihat Syarh Tsalatsatul Ushul oleh Ibnu Utsaimin, hal 18

[3] HR. Bukhori. No 6410 (lafadz berbeda tapi satu makna) dan Muslim. No 2677

[4] Tafsiran ini dibawakan oleh Imam Al-Qurtuby di dalam kitab Al-Jaamii’ Al-Ahkam Al-Qur’an Juz 19-hal 507 dan ini pendapat Al-Kalby. Adapun pendapat Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat diatas yang diriwayatkan Ali Abi Talhah yaitu: ليقروا لي العبادة طوعا و كرها (mengikrarkan/meyakini ibadah hanya kepada Allah dikala suka atau terpaksa ).

0 komentar:

Posting Komentar