Oleh
: Abu Yusuf Akhmad Ja’far
Muqoddimah
الحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ ، كَمَا
يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَآيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَ إِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى ، وَ خيْرَ
الهَدْيِ هَدْيُ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، وَ شَرَّ
الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٍ
أمَّا بَعْدُ ،
Segala pujia bagi Allah atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya.
Betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, namun tidak banyak nikmat
yang diberikan olehNya kita manfaatkan untuk kebaikan dan ketaatan. Patut bagi
kita untuk selalu intropeksi diri setiap langkah yang kita lalui dalam
kehidupan dunia ini.
بِسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيْمِ
أسأل
الله الكريم رب العرش العظيم أن يتولاك في الدنيا و الأخرة، وأن يجعلك مباركا
أينما كنت، و أن يجعلك ممن إذا أعطي شكر، وإذا ابتلي صبر، وإذا أذنب استغفر، فإن
هؤلاء الثلاث عنوان السعادة
اعلم
أرشدك الله لطاعته أن الحنفية ملة إبراهيم
عليه السلام : أن تعبد الله وحده مخلصا له الدين، وبذلك أمرالله جميع الناس و خلقهم
لها، كما قال تعالى :
" وَمَا
خَلَقْتُ الجِنَّ وَ الإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ " (الذاريات : 56)
فإذا عرفت
أن الله خلقك لعباده، فاعلم أن العبادة لا تسمى عبادة إلا مع التوحيد كما أن
الصلاة لا تسمى صلاة إلا مع الطهارة
فإذا
دخل الشرك في العبادة فسدت كالحدث إذا دخل في الطهارة.
فإذا
عرفت أن الشرك إذا خالط العبادة أفسدها، وأحبط العمل، وصار صاحبه من الخالدين في النار
عرفت أن أهم ما عليك معرفة ذلك، لعل الله أن يخلصك من هذه الشبكة، وهي الشرك بالله
الذي قال الله فيه
: "إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ
يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ
بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا" (النساء: 48)
وذلك
بمعرفة أربع قواعد ذكرها الله تعالى في كتابه
“Tafsir
Bismillah”
بِسْمِ
اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيْمِ
Beliau
mengawali kitab dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang sebagaimana Al-Qur’an juga diawali dengan bismillah dan
mengikuti sunnah Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihissalam dalam
surat-suratnya yang di kirim ke raja-raja untuk menyerukan dakwah Islam. Hal
ini juga sesuai hadist berikut :
كُلُّ
أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لَا يُبْدَأْ فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَر
“Setiap
perkara yang tidak di awali dengan bismilah maka akan kacau (hilang
keberkahannya)”[1]
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Ada perselisihan diantara para ulama’
mengenai ke shohihan hadist ini, ada yang menshohihkannya (membenarkannya) dan
bersandar kepadanya seperti Imam An-Nawawi, ada pula yang mendo’ifkannya
(melemahkannya), akan tetapi diantara para ulama menerima hadist ini sehingga
mereka meletakkan hadist ini di kitab-kitab mereka, hal ini menujukkan bahwa
hadist ini ada asalnya”[2]
Secara
bahasa kalimat (بِ) di kalimat ini adalah untuk meminta
pertolongan, jadi kalimat bismillah disini berarti : Aku minta
pertolongan kepada Allah yang maha pengasih lagi Maha Penyayang.
Ada kalimat yang dihilangkan dalam bismillah,
kalau dalam ilmu bahasa arab istilahnya “Mahdzuf” taqdirnya adalah بِسْمِ اللهِ
أَكْتُبُ (Aku
minta pertolongan dengan Nama Allah untuk menulis kitab ini)
Kalimat (اِسْمِ) secara bahasa ada 2 pendapat dikalangan ulama Kufah
dan Bashra :
Pendapat
Ulama Kufah, berasal dari kata (السِّمَةُ (bermakna
(العَلَامَةُ) Tanda, sedangkan Ulama Basrah, berasal dari kata
(السُمُوْ)
bermakna (الرَفْعَةُ وَ العُلُو) Tinggi. Dari kedua pendapat ini yang
paling benar adalah pendapat ke-2 dengan dalil jama’ dari isim tersebut yaitu (أَسْمَاءُ) dan
tasghirnya yaitu (سُمِيَ).
Kalimat
(الله)
adalah Nama salah satu nama dari Dzat yang maha suci, tidak boleh satupun dari
makhluknya menamai diri-dirinya dengan kalimat “Allah”. Para Ulama mengatakan
bahwa Kalimat (الله) adalah Nama paling besar dan mulia buat
Dzat Allah yang Masa Suci. Perlu di ketahui bahwa Allah itu mempunyai banyak
Nama dan Sifat yang mulia, yang wajib bagi kita untuk beriman dengannya. Nama
Allah tidak sebatas 99 saja, akan tetapi angka 99 itu hanya sebagian saja
karena dalam hadist (yang menyebutkan) itu tidak mengandung pembatasan. Nabi salallahu
‘alaihissalam bersabda :
أن الله تسعةً و تسعين اسما مائةً إلا واحدا من
أحصاها دخل الجنة
Dalam riwayat selain Bukhari dan Muslim,
مَنْ حَفِظَهَا
دَخَلَ الجَنَّةَ
“Sesungguhnya
Allah itu mempunyai 99 nama, barangsiapa menghitungnya /menghafalnya, maka
pasti masuk surga”[3]
Jadi tidak boleh bagi seseorang menamakan
dirinya dengan “Allah”, Karena nama ini khusus buat Allah saja.
Kalimat
(الرحمن
الرحيم) :
kedua kalimat ini adalah salah satu dari nama dan sifat Allah yang wajib kita
Imani. Kedua kalimat itu terbentuk dari satu kata yaitu (الرَّحْمَةُ).
Dan perbedaan antara Ar-Rahman dan Ar-Rahiim,
diantaranya :
Ar-Rahman : Kasih Allah berupa rezeki dan yang lain
untuk orang beriman dan kafir di dunia.
Ar-Rahiim : Kasih sayang Allah berupa ampunan bagi orang
beriman saja di akhirat nanti.
Faidah :
Membaca bismillah dalam segala hal yang baik (selain perkara ibadah yang
mahdoh/paten) adalah sunnah, misal : Ketika kita mau membaca buku entah itu
buku agama atau buku pengetahuan umum, maka mulai dengan bismillah
karena ini sunnah, contoh lain : Ketika akan masak, ketika akan nulis pesan
(sms/chating) sebagaimana hal ini dilakukan Nabi ketika mengirim surat ke
raja-raja. Ada juga perkara dunia yang dianjurkan untuk mengucap bismillah
ketika akan melakukannya karena ada dalil khusus yang menjelaskan, misal :
ketika mau makan, ketika masuk masjid. Ketika mau masuk kamar mandi, ketika
melepas pakaian dll.
Tanbih/
Peringatan : Membaca bismillah tidak boleh dilakukan ketika ibadah
muqoyyad (paten), misal mau sholat membaca bismillah, ini tidak dianjurkan
karena tidak ada dalil khusus, jika ingin membacanya maka butuh dalil khusus.
Contoh lain, mau adzan mengucap bismillah, ini juga tidak dianjurkan karena
tidak ada dalil yang khusus dalam masalah ini. Wallahu A’lam.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata :
أسأل
الله الكريم رب العرش العظيم أن يتولاك في الدنيا و الأخرة، وأن يجعلك مباركا
أينما كنت، و أن يجعلك ممن إذا أعطي شكر، وإذا ابتلي صبر، وإذا أذنب استغفر، فإن
هؤلاء الثلاث عنوان السعادة
Artinya : “Aku (penulis kitab) meminta kepada
Allah yang memiliki Arsy yang Agung, semoga kamu (Para pembaca) selalu dalam
lindungan Allah di dunia dan akhirat, dan semoga selalu meraih keberkahan
dimanapun kamu berada, dan menjadikan orang yang selalu bersyukur ketika diberi
(1), menjadi orang sabar tatkala diuji (2), selalu istighfar tatkala terjatuh kedalam
perbuatan dosa (3), ketiga hal diatas adalah tanda kebahagiaan ”
Penjelasan :
Salah
satu kebaikan dari penulis kitab ini, beliau mendoakan setiap pelajar yang ingin belajar ilmu aqidah
yang benar dan juga beliau mendoakan para pembaca yang ingin mencari kebenaran
serta keselamatan (di dunia dan akhirat) agar selalu menjadi kekasih Allah.
Salah satu
sifat wali Allah (kekasih Allah) yaitu Tidak takut kepada siapapun kecuali
hanya keapda Allah dan tidak bersedih (mengalami penyesalan) di akhirat nanti. Allah
Ta’ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا
رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian
mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka
tiada (pula) berduka cita.” (QS. Al-Ahqof :
13)
Penulis
juga mendoakan agar para pembaca meraih keberkahan di dalam segala hal, yaitu
berkah kesehatannya, hartanya, keluarganya. Karena jika Allah Ta’ala memberkahi
seorang hamba maka akan diberkahi di seluruh kehidapnnya. Allah Ta’ala
berfirman mengenai Nabi Isa yang telah diberkahi :
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا
أَيْنَ مَا كُنْتُ
“Dan Dia
menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada” (QS. Maryam : 31)
Makna Barokah yaitu : Bertambah dan
berkembangnya harta, kesehatan dan keluarga.
Kemudian
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memberikan resep bahagia yang di ambil dari Al-Qur’an
:
1.
Apabila
diberi maka bersyukur
2.
Apabila
di uji maka bersabar
3.
Apabila
terjatuh kedalam dosa maka istighfar (memohon ampun kepada Allah)
Penjelasan :
*Syukur*
Ketahuilah
bahwa orang yang selalu bersyukur itu, dia telah mencapai derajat yang tinggi
disisi Allah, karena sedikit sekali dari hamba Allah yang bersyukur. Allah Ta’ala
berfirman :
اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ
شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Bekerjalah hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari
hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba’ : 13)
Ibnul
Qoyyim mendefinisikan Syukur di dalam kitabnya Madarijus Salikin, beliau
berkata : Menampakkan atsar (bekas) nikmat yang diberikan kepada Allah, dengan
memuji Allah dengan lisan atas nikmat yang diberikan kepadanya, menambah
keyakinan (kesaksian kepada kebesaran Allah) dan semakin nambah kecintaan
kepada Allah di dalam hatinya, serta mengaplikasikan nikmat yang diberikan oleh
Allah dengan amalan badan berupa kesungguhan dalam ketaatan.
-
Bersyukur
dengan lisan : berdzikir kepada Allah misal, bertasbih
(سبحان الله) , bertahmid (الحمد لله) ,
bertahlil (لاإله إلا الله) , bertakbir (الله أكبر)
-
Bersyukur
dengan anggota badan : melakukan amalan yang diwajibkan Allah, misal : Shalat
pada waktunya, Puasa Ramdhan atau berbakti kepada orang tua.
-
Bersyukur
dengan hati, berkeyakinan bahwa nikmat itu datangnya karena karunia Allah bukan
yang lain.
*Sabar*
Salah
satu sifat orang mukmin adalah sabar tatkala tertimpa musibah dan bermuhasabah
diri. Allah Ta’ala berfirman :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا
أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(155) (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji'uun".(QS. Al-Baqarah : 155-156)
Nabi salallahu
‘alaihissalam bersabda :
عَجَبًا لأَمْرِ المؤمنِ إِنَّ أمْرَه كُلَّهُ
لهُ خَيرٌ ليسَ ذلكَ لأَحَدٍ إلا للمُؤْمنِ إِنْ أصَابتهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فكانتْ
خَيرًا لهُ وإنْ أصَابتهُ ضَرَّاءُ صَبرَ فكانتْ خَيرًا لهُ
“Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sungguh seluruh
perkara adalah kebaikan baginya. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh
seorangpun kecuali seorang mukmin. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur
maka yg demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan ia
bersabar maka yg demikian itu baik baginya.”(HR. Muslim)
Makna
Sabar adalah menahan diri senantiasa dalam ketaatan kepada Allah, dan menahan
diri agar tidak bermaksiat kepada Allah dan menahan diri atas takdir buruk yang
menimpa kita semua. Dari pengertian diatas maka Sabar di kelompokkan menjadi 3
:
1.
Sabar
senantiasa taat kepada Allah
2.
Sabar
untuk meninggalkan maksiat
3.
Sabar
dalam menerima takdir buruk yang menimpa kepada kita.
*Istighfar*
Allah Ta’ala
menyebutkan tanda-tanda orang yang bertaqwa adalah tatkala dia terjatuh ke
dalam dosa maka dia beristighfar (minta ampun) kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا
فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا
لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ
مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Al-Imran : 135)
Nabi salallahu ‘alaihissalam bersabda
:
يا
عبادي ، إنكم تخطئون بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ، وأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا
، فَاسْتَغْفِرُوْنِيْ أَغْفِرْ لَكُمْ
“Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian
berbuat dosa di siang dan malam hari, dan Aku akan mengampuni seluruh dosa,
maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni dosa-dosa kalian” (HR. Muslim)
Tiga perkara diatas adalah alamat
kebahagiaan, sebab keberuntungan di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang
mampu merealisasikan ketiga hal diatas akan meraih kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Makna bahagia adalah seorang hamba
merasa ridha atas pemeberian Allah, merasa aman dan tidak takut kecuali kepada
Allah Ta’ala.
Kemudian Syaikh melanjutkan
perkataannya :
اعلم
أرشدك الله لطاعته أن الحنفية ملة إبراهيم
عليه السلام : أن تعبد الله وحده مخلصا له الدين، وبذلك أمرالله جميع الناس و خلقهم
لها، كما قال تعالى :
" وَمَا
خَلَقْتُ الجِنَّ وَ الإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ " (الذاريات : 56)
Penjelasan :
اِعْلَمْ
أرْشَدَكَ اللهُ لِطَاعَتِهِ
Ketahuilah wahai para pembaca اعلم :
Kata (اعلم) dalam bahasa arab menunjukkan bahwa seruan setelah kalimat ini
adalah penting.
Contoh
kalimat (اعلم) dalam
Al-Qur’an :
Allah
Ta’ala berfirman :
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
“
Ketahuilah bahwasannya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah Ta’ala” (QS. Muhammad : 19 )
Kalimat (لَاإِلَهَ إِلَّا
اللهُ) adalah kalimat yang sangat penting, hanya
dengan kalimat itu disertai keyakinan dengannya, maka seseorang bisa masuk
surga. Nabi salallahu’alaihissalam bersabda :
مَنْ
كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ
“
Barangsiapa yang akhir perkataannya (ucapannya) Lailaha illallah maka dia akan
masuk surga” (HR. Abu Dawud.
No. 3116)
Semoga Allah memberimu petunjuk أَرْشَدَكَ
اللهُ :
Ini
adalah do’a dari penulis untuk para pembaca semua, makna kalimat (الرَشد) adalah (الاستقامة)
istiqomah diatas petunjuk kebenaran. Kalimat
(الرُشْدُ)
lawan dari (الغَيُّ) : kesesatan.
Untuk selalu taat kepada Allah لِطَاعَتِهِ :
Ketaatan
adalah suatu yang sesuai dengan tujuan, yaitu mengerjakan setiap yang
diperintahkan dan meninggalkan apa saja yang dilarang.
إن
الحنفية ملة إبراهيم : أن تعبد الله وحده ، مخلصا له الدين ، و بذلك أمر الله جميع
الناس ، و خلقهم لها
Penjelasan :
Bahwasannya Al-Hanafiyyah itu إِنَّ
الحَنَفِيَّةَ :
Makna (الحَنَيْفُ)
secara bahasa berasal dari kata (الحَنَفُ)
yang bermakna condong (berpihak). Adapun secara istilah maknya adalah condong
(berpegang teguh) kepada tauhid dengan menjauhkan syirik.
Adalah Agama Nabi Ibrahim مِلَّةُ
إِبْرَاهِيْمَ :
Makna
dari Millah Ibrahim adalah jalan (syari’at) Nabi Ibrahim. Sebagian Para
ulama mengatakan bahwa Milla Ibrahim artinya agama yang haq/agama tauhid.
أَنْ
تَعْبُدَ اللهَ وَحْدَهُ ، مُخْلِصًا لَهُ الدِّيْنَ :
(Agama
Nabi Ibrahim) Yaitu beribadah kepada Allah dengan sebenar-benar ikhlas.
Makna
ikhlas yaitu bersih, maksudnya adalah beribadah kepada Allah hanya berharap
Wajah Allah agar sampai kepada tempat tujuan yang indah (surga).
Ikhlas
adalah satu diantara syarat diterimanya ibadah, sedangkan syarat yang kedua
yaitu Ittiba’ (mengikuti sunnah Nabi salallahu ‘alaihissalam).
وَ بِذَلِكَ
أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَ النَّاسِ ، وَ خَلَقَهُمْ لَهَا :
Dengan
tujuan diatas, Allah memerintahkan seluruh manusia dan menciptakannya yaitu
untuk beribadah dengan ikhlas.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا
خَلَقْتُ الجِنَّ وَ الإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ
“Tidaklah
aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah ”(QS.
Adz-Dzariyat : 56)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah berkata,
فإذا عرفت
أن الله خلقك لعباده، فاعلم أن العبادة لا تسمى عبادة إلا مع التوحيد كما أن
الصلاة لا تسمى صلاة إلا مع الطهارة
“Apabila kamu tahu bahwasannya Allah itu
menciptakan kamu untuk beribadah kepadanya, Ketahuilah bahwasannya Ibadah itu
tidak dinamakan ibadah kecuali disertai tauhid, sebagaimana shalat tidak
dinamakan shalat kecuali dengan thaharah (bersuci)”
Penjelasan :
Syarat diterimanya Ibadah ada 2 :
1.
Ikhlas
kepada Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus,”
2.
Mengikuti
petunjuk Nabi salallahu alaihissalam
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ
فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu,
maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”(QS. Al-Hasyr : 7)
Kalau tidak
terpenuhi 2 syarat diatas, maka Ibadah tidak diterima oleh Allah Ta’ala.
Ibadah itu akan ditrima hanya dari ahli Tauhid. Makna Tauhid adalah mengesakan
Allah Ta’ala di dalam perbuatannya, di dalam peribadatannya, dan di
dalam mengimani nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana
shalat seseorang yang dilakukan, tapi dia dalam keadaaan berhadast (tidak
bersuci), maka tidak akan diterima oleh Allah karena salah satu syarat sah
shalat adalah dengan bersuci (berwudhu). Nabi salallahu ‘alaihissalam bersabda
:
لا
تُقْبَلُ صلاةُ مَنْ أحدثَ حتى يتوضأَ
“ Tidak
diterima shalat siapa saja yang berhadast sampai dia wudhu” (Muttafaq
‘Alaihi)
Syaikh menyamakan
Tauhid dan Shalat, tapi kata para Ulama tatkala menjelaskan makna dari
perkataan syaikh yaitu bukan menyamakan, tapi pendekatan. Karena memang derajat
Tauhid lebih tinggi daripada Shalat.
فإذا
دخل الشرك في العبادة فسدت كالحدث إذا دخل في الطهارة.
“Apabila kesyirikan telah masuk ke dalam Ibadah
seseorang maka kesyirikan akan merusak (ibadah tersebut), sebagaimana hadast (najis)
yang (membatalkan wudhu atau mandi besar) ”
Penjelasan :
Yang dimaksud kesyirikan disini adalah syirik
besar. Kalau syirik kecil hanya akan menghapus amalan yang tengah dilakukannya,
misal : ada seseorang sedang puasa dan shalat, tapi puasanya ikhlas dan
shalatnya dilakukan dengan riya’ (ingin dipuji atau dilihat orang), maka disini
shalatnya saja yang tidak diterima, adapun puasanya diterima oleh Allah Ta’ala
jika sesuai sunnah Nabi salallahu ‘alaihissalam.
*MACAM-MACAM SYIRIK*
Dilihat dari besarnya dosa, syirik
terbagi dua, yaitu akbar (besar) dan ash-ghar (kecil).
1.
Syirik akbar menggugurkan seluruh amal dan menyebabkan kekal di
dalam neraka. Contoh syirik akbar seperti: Syirik doa, yaitu berdoa kepada
orang yang telah mati, patung, pohon, batu, atau lainnya. Contoh lainnya adalah
syirik ketaatan, yaitu mentaati selain Allâh di dalam maksiat, yaitu
menghalalkan apa yang Allâh haramkan, atau mengharamkan apa yang Allâh
halalkan.
2.
Syirik ash-ghar tidak menggugurkan seluruh amal, tetapi juga
berbahaya. Di antara contohnya adalah riya`, ucapan “mâsyâ Allâh wa syi’ta”
(apa yang Allâh kehendaki dan engkau kehendaki), bersumpah dengan menyebut
selain nama (sifat) Allâh, dan lainnya. Tapi perkara ini jika dilakukan terus
menerus maka akan menjadi syirik besar. Oleh karenya jangan pernah
meremehkannya.
فإذا
عرفت أن الشرك إذا خالط العبادة أفسدها، وأحبط العمل، وصار صاحبه من الخالدين في النار
عرفت أن أهم ما عليك معرفة ذلك،
Artinya
: “Apabila kamu tahu bahwasannya kesyirikan jika bercampur ke dalam Ibadah maka
akan merusak (Ibadah tersebut), dan membatalkan amal serta bisa menyebabkan
pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karenanya, Penting sekali bagimu untuk
mengetahui hal ini (lebih detail). ”
Penjelasan :
Kesyirikan itu membatalkan semua amalan dan
menyebabkan pelakunya menjadi kekal di Neraka. Allah Ta’ala berfirman :
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ
مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya
telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika
kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah
kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS.
Az-Zumar : 65)
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ
حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ
مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah : 72)
لعل
الله أن يخلصك من هذه الشبكة، وهي الشرك بالله الذي قال الله فيه : "إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا"
(النساء: 48) وذلك بمعرفة أربع قواعد ذكرها الله تعالى في كتابه.
“Semoga
Allah melepaskan/membersikan kamu dari perangkap kesyirikan. Syirik kepada
Allah itu sebagaimana yang difirmankan di dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala
berfirman : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar (QS. An-Nisa’: 48).” Dengan mengetahui 4 kaidah
di bawah ini yang Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an (Semoga bisa merubah
pemahaman kita dan memperkokoh kita di dalam beragama).
القاعدة الأولى
Kaidah Pertama
*Meyakini Tauhid Rububiyah saja Tidak cukup*
أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ الكُفَّارَ الذِّيْنَ قَاتَلَهُمْ رَسُوْلُ الله
يُقِرُّون بأنّ الله تعالى هو الخالِق المدبِّر، وأنّ ذلك لم يُدْخِلْهم في
الإسلام، والدليل: قوله تعالى: {قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ
مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ} (يونس:31)
Kaidah pertama:
Anda perlu mengetahui bahwa
orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meyakini bahwa Allah Ta’ala
adalah satu-satunya Sang Pencipta dan Pengatur (segala urusan). Meski demikian,
hal itu tidaklah menyebabkan mereka masuk ke dalam agama Islam. Dalilnya adalah
firman Allah Ta’ala:
قُلْ
مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ
وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ
مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا
تَتَّقُونَ
“Katakanlah: ‘Siapa yang memberi
rizki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa (menciptakan) pendengaran
dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
(menghidupkan) dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup (mematikan), dan
siapa yang mengatur segala urusan? ‘Maka mereka (kaum musyrikin) akan
menjawab:’Allah’. Maka katakanlah:’Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)” (QS. QS. Yunus: 31).
Penjelasan
Inti kaidah pertama ini adalah
penetapan Tauhid Rububiyyah mengharuskan kepada penetapan Tauhid Uluhiyyah (Ibadah). Di dalam bab ini terdapat
penjelasan bahwa penetapan Tauhid Rububiyyah tidak cukup bagi kesahan Islam
seseorang, akan tetapi haruslah diiringi dengan penetapan Tauhid Uluhiyyah, yang mengandung
penetapan Tauhid Al-Asma` wa
Shifat.
Dalam ayat tersebut di atas, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa orang-orang yang
menyekutukan Allah jika ditanya tentang keesesaan-Nya dalam
Rububiyyah-Nya,yaitu siapa yang memberikan rezeqi dari langit berupa hujan dan
dari bumi berupa pohon dan tanaman,siapa yang yang menciptakan dan memiliki
pendengaran dan penglihatan, siapa yang mengeluarkan sesuatu yang hidup
dari yang mati,seperti : pepohonan dari bebijian,burung dari telur dan
pengeluaran seseorang dari status kafir berubah menjadi mukmin, siapa yang
mengeluarkan sesuatu yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur alam
atas dan bawah, pastilah mereka akan mengatakan bahwa semua itu yang bisa
melakukan hanyalah Allah saja. Dengan demikian, mereka mengakui keesaan Allah
dalam Rububiyyah-Nya. Kemudian Allah berhujjah dengan pengakuan mereka tersebut
untuk mengharuskan mereka mentauhidkan Allah dalam Uluhiyyah-Nya, dengan
bertakwa,meninggalkan sesembahan selain Allah dan meninggalkan kesyirikan dalam
beribadah kepada Allah. Terkait dengan hal ini, Allah tegur mereka dengan
menggunakan pertanyaan pengingkaran,
{فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ}
Ini menunjukkan bahwa mengesakan
Allah dalam Rububiyyah-Nya, mengharuskan seseorang mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya
Bahwa Tuhan Pencipta,Yang Memberi rezeki,Yang Menghidupkan dan Mematikan serta
Sang Pengatur alam semesta, inilah satu-satunya yang harusnya
disembah,sebagaimana firman Allah :
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian
yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian
bertakwa. (Al-Baqarah : 21)
Kesimpulan Kaidah Pertama :
- Mengesakan
Allah dalam Rububiyyah-Nya, mengharuskan mengesakan-Nya dalam
Uluhiyyah-Nya
- Penetapan
Tauhid Rububiyyah tidak cukup bagi kesahan Islam seseorang, akan tetapi
haruslah bersamaan dengan penetapan Tauhid Uluhiyyah. Karena
kebanyakan musyrikin dari kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam sampai kaum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ,yaitu kafir Quraisy mereka mengakui Tauhid
Rububiyyah, namun tetap status mereka musyrikin,karena menentang
konsekuensinya berupa mentauhidkan Allah dalam Uluhiyyah-Nya. Sebagaimana
kaum musyrikin yang dihadapi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan dalam Ayat di atas.
- Adalah
sebuah kesalahan,jika seseorang memahami makna La ilaha illallahu sebatas pada makna Rububiyyah
saja, misalnya : Makna La ilaha illallahu adalah “Tidak ada Sang Pencipta
kecuali Allah”, ini adalah kesalahan dan tidak menyebabkan
masuknya seseorang ke dalam agama Islam, karena makna La ilaha illallahu yang benar adalah “Tidak ada sesembahan yang
berhak disembah kecuali Allah”.
- Hubungan
diantara ketiga macam Tauhid
1. Hubungan Tauhid Rububiyyah
dengan Tauhid Uluhiyyah
توحيدالربوبية
مستلزم لتوحيد الألوهية
Mengesakan Allah dalam
Rububiyyah-Nya mengharuskan mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya
Maksudnya :
Barangsiapa yang meyakini keesaan
Allah dalam Rububiyyah-Nya,yaitu: meyakini bahwa Allah itu Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya dalam menciptakan makhluk, mengaturnya, memberi rezeki, memberi
manfa’at, menimpakan musibah/mudhorot,menghidupkan,mematikannya dan lainnya
yang menjadi kekhususan Allah,maka keyakinan tersebut mengharuskannya
mempertuhankan-Nya dalam beribadah,mengesakan dan mentauhidkan-Nya dalam segala
bentuk peribadatan. Karena hanya Dzat yang mampu menciptakan
makhluk,mengaturnya,memberi rezeki kepadanya dan yang selainnya dari
makna-makna Rububiyyah itu sajalah yang pantas dan wajib disembah,selain-Nya
tidak boleh dan tidak pantas disembah.
توحيد
الألوهية متضمن لتوحيد الربوبية
Mengesakan Allah dalam
Uluhiyyah-Nya mengandung pengesaan-Nya dalam Rububiyyah-Nya
Maksudnya : Setiap orang yang mentauhidkan Allah dalam peribadatan dan tidak
melakukan kesyirikan,pastilah terkandung keyakinan dalam hatinya bahwa Allah
lah satu-satunya Dzat yang menciptakan dan memiliki alam
semesta,mengaturnya,memberi rezeki kepada makhluk-Nya,berarti ia meyakini bahwa
satu-satunya Tuhan yang berhak disembah adalah Allah yang Esa dalam
Rububiyyah-Nya,tidak ada tandingan-Nya,
2. Hubungan Tauhidul Asma` was
Shifat dengan kedua macam tauhid yang lainnya
توحيد
الأسماء والصفات شامل للنوعين
Mengesakan Allah dalam nama dan
sifat-Nya mencakup kedua macam tauhid yang lainnya (Tauhid Rububiyyah dan
Uluhiyyah sekaligus)
Maksudnya : Dalam nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya ada yang menunjukkan
Uluhiyyah-Nya,seperti : Allah, Al-Gafur, At-Tawwab, dan adapula yang
menunjukkan Rububiyyah Allah,seperti: Al-Khaliq,Ar-Razzaq, dan yang lainnya.
Diantara ulama rahimahumullah ada yang menjelaskan bahwa
Tauhidul Uluhiyyah mengandung Tauhidur Rububiyyah dan Tauhidul Asma` wash
Shifat, ditinjau dari sisi berikut ini :
Berkata Syaikh Muhammad Shaleh
Al-‘Utsaimin rahimahullah, ketika ditanya tentang cakupan
makna syahadat La ilaha
illallahu,: "Syahadat tersebut mencakup seluruh macam Tauhid (yang tiga macam),
baik secara tersirat dalam kandungan maknanya, maupun secara tersurat (secara
langsung dipahami dari lafadznya, pent.). Hal itu disebabkan bahwa ucapan
seseorang : Asyhadu an La ilaha illallah, segera dapat dipahami maknanya
adalah Tauhidul Ibadah. Sedangkan Tauhidul Ibadah –
yang disebut juga dengan Tauhidul Uluhiyyah – ini (sebenarnya) mengandung
Tauhidur Rububiyyah, alasannya karena setiap orang yang beribadah (menyembah)
kepada Allah semata, maka tidaklah ia menyembah-Nya kecuali sampai ia mengakui
keesaan Rububiyyah-Nya. Demikian juga (Tauhidul Uluhiyyah) mengandung Tauhidul
Asma` wash Shifat, karena manusia tidaklah menyembah kecuali suatu Dzat yang
diketahuinya berhak untuk disembah,alasannya karena memiliki nama (yang
terindah) dan sifat (yang termulia). Oleh karena itulah, Nabi Ibrahim (‘alaihis
salam) pernah berkata kepada bapaknya,
{ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي
عَنْكَ شَيْئًا}
“Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu
yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? ”. (QS. Maryam:42).
Maka (kesimpulannya) Tauhidul
Ibadah adalah Tauhidul Uluhiyyah yang mengandung Tauhidur Rububiyyah dan
Tauhidul Asma` wash Shifat.
- Kesimpulan:
Jadi, alasan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyembah selain Allah
bukanlah karena mereka meyakini bahwa sesembahan mereka memiliki
kekhususan Rububiyyah sebagaimana Allah,mereka tidak meyakini sesembahan
mereka bisa menciptakan makhluk,menghidupkan,mematikan dan mengatur alam
semesta ini. Lalu apakah alasan mereka ? Simak jawabannya dalam kaedah
ke-2!
Semoga bermanfaat
[1] Hadist
ini dikeluarkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitab Al-Jami’, dan
hadist ini ada bermacam-macam redaksi yang semakna dengan ini sebagaimana
dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin di dalam syarhnya, lebih
tepat dicatatan kaki hadist yang kami bawakan ini
[2] Lihat Syarh
Tsalatsatul Ushul oleh Ibnu Utsaimin, hal 18
[3] HR.
Bukhori. No 6410 (lafadz berbeda tapi satu makna) dan Muslim. No 2677
[4]
Tafsiran ini dibawakan oleh Imam Al-Qurtuby di dalam kitab Al-Jaamii’
Al-Ahkam Al-Qur’an Juz 19-hal 507 dan ini pendapat Al-Kalby. Adapun
pendapat Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat diatas yang diriwayatkan Ali Abi
Talhah yaitu: ليقروا لي العبادة طوعا و كرها (mengikrarkan/meyakini ibadah hanya kepada Allah dikala suka atau
terpaksa ).
0 komentar:
Posting Komentar