Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja’far
(Mahasiswa Fakultas Syari’ah
Islamiyah Univ. Al-Azhar, Kairo - Mesir)
Perjalananku sampai di Ibukota (Jakarta)
Perjalananku menuju ibukota akan ku lalui melalui jalan darat, dengan
menggunakan kereta api Gaya Baru Malam, yang akan berangkat jam 12.00 WIB dari Stasiun
Gubeng-Surabaya dan akan tiba di Stasiun Pasar Senin-Jakarta jam 01.30 WIB. Perjalanan
dari kotaku menuju Surabaya menempuh waktu 2 jam. Dari kotaku menuju kota
Pahlawan ku lalui dengan menggunakan kereta api Penataran Malang-Surabaya.
Aku berangkat dari kotaku pagi
hari dan aku tidak sendirian dalam perjalanan menuju Ibukota, aku bersama temanku
yang kebetulan dia juga ingin belajar di LIPIA, setelah 2 jam perjalananku tiba
di Surabaya pada jam 10.30 WIB, otomatis saya menunggu terlebih dahulu selama
satu jam kedepan.
Kereta mulai bergerak sedikit demi sedikit meninggalkan kota Pahlawan, suatu pengalaman yang baru, akan saya dapat dalam perjalanan ini. Mataku tidak sedikitpun terlewatkan oleh pemandangan yang sangat indah selama perjalanan berlangsung, betapa indah Negeriku ini Indonesia, seperti di film-film.
Stasiun demi
stasiun kulewati , provinsi demi provinsi kulalui, sehingga matahari yang dari
awal perjalananku selalu setia menemani kini terlihat telah hilang, karena
telah nampak bulan dan bintang di langit yang cerah saat itu.
Tepat pada jam 02.00 WIB, Saya menginjakkan kakiku di Ibukota tepatnya
di Stasiun Jatinegara , Jakarta Timur. Perjalanku berlanjut menuju LIPIA dengan
menggunakan angkot, dengan 2 kali
oper. Kebetulan pada jam segitu sudah banyak angkot, berbeda dengan kotaku. Angkutan umum di Ibukota stand by selama 24 jam.
Meskipun hanya bermodalkan alamat yang kurang jelas dan modal tanya sana-sini, akhirnya saya tiba di depan LIPIA. Tentunya perasaan
senang kurasakan saat itu, bisa melihat kampus yang katanya sih, menjadi idaman
banyak orang. Nampak biru indah, layaknya di
gambar yang tersebar di internet. Saya rasa LIPIA kecil dibanding dengan
universitas negeriyang ada di Indonesia.
Suasana saat itu masih sangat sepi, satpam pun masih tertidur lelap. Menurut
informasi yang saya dapat, formulir sudah dibagikan sejak hari senin kemari
dengan jumlah 500 lebih, sedangkan menurut jadwalnya tidak demikian. Hanya berdua saat itu, saya dan temen saya yang mulai mengambil
posisi antrian. Sedikit demi sedikit ada beberapa orang berdatangan, saya mulai
tanya sama mereka yang mungkin tahu informasi terbaru dalam mekanisme
pendaftaran. Saat itu saya ngobrol dengan salah satu ibu, yang dia itu sedang
mengantar anaknya, saya sempat berkenalan sama ibu tersebut beserta anaknya,
akhirnya adzan subuh berkumandang. Kami berdua diajak untuk sholat sama ibu
tersebut, beliau bersama sang sopir yang mulai masuk ke dalam mobil, mobil
mewah kami naiki untuk menuju masjid, ketika tiba di masjid, saya menghubungi
salah seorang ustad yang sedang kuliah di LIPIA, beliau pernah menjalankan
pengabdian di Pondok Pesantren As-Sunnah Pasuruan, setelah menyelesaikan
studinya di Pondok Al-Furqon Al-Islami Sedayu, Gresik. Sehingga kami berdua
mengenalnya dengan sangat dekat. Setelah beberapa kali kami menghubungi beliau,
pada akhirnya telpon kami di jawabnya, dan saat itu pun beliau menjemput kami
yang saat itu berada di masjid deket persimpangan jalan, otomatis kami berpisah
dengan ibu-ibu yang tadi, dan kami pun sudah mempunyai nomor beliau. Mungkin
saja suatu saat bisa bertemu kembali.
Menuju kamar
kost Ustad Husni, begitulah sapaan beliau. Kamar sepetak yang hanya muat untuk
3-4 orang , dalam bayangku apa memang sekeras ini hidup di Jakarta, entahlah,
mungkin ini sudah biasa. Setelah meletakkan barang bawaan dari kampung yang
cukup banyak, kami tidak langsung istirahat. Kami diajak sholat berjama’ah di
masjid deket kostnya itu, kemudian beberapa saat setelah subuh kami langsung
berjalan menuju kampus LIPIA, untuk mengambil formulir pendaftaran. Karena jarak dari rumah kost ke kampus
lumayan jauh, memakan waktu sekitar 10 menit dengan jalan kaki.
Dalam keadaan
capek, belum sempat istirahat , akibat dari perjalanan yang sangat jauh sekitar
15 jam berada di dalam kereta. Kami melihat pemandangan yang sangat mengagetkan
hati, tiba-tiba antrian membeludak di depan gerbang kampus, yang tadinya hanya
saya dan temen saya. Berdiri selama berjam-jam hanya untuk mendapatkan selembar
formulir, sungguh pengorbanan yang cukup melelahkan, dalam keadaan perut lapar,
hati cemas, karena saya dan temen saya belum mendapatkan formulir,sedangkan
formulir sudah habis, padahal kami sudah mengantri dari jam 3 pagi. Saya merasa
hal ini tidak adil, bikin bingung, masak iya, kami datang jauh-jauh tidak
mendapat formulir. Sungguh sedih hati ini termenung, apakah memang saya dan
temen saya tidak bisa daftar ke LIPIA pikirku dalam hati, sesulit inikah daftar
disini, sungguh berbagai pikiran berkecamuk di dalam benakku, melamun, dan
hampir saja air mata menetes dari katup mata ini. Saya terdiam di tengah
keramaian orang-orang mengisi data diri dll.
Saat itu saya
duduk termenung di depan gedung yang menjulang dengan keheningan, tiba-taba
suara ibu yang tadi subuh ketemu saya memanggil, otomatis saya langsung
menghampiri beliau. Tiba-tiba ibu tersebut bertanya : Apakah sudah dapat
formulir ? saya menjawab : belum bu, dengan malu dan mimik wajah yang
sedih saya lontarkan jawaban itu. Rasa
kaget menghampiriku, tiba-tiba ibu itu menyuruhku masuk ke dalam mobilnya, dan menyodorkan
kepada ku 1 lembar formulir. Otomatis saya sangat gembira saat itu, Allah
menjawab do’aku , Allah menurunkan pertolongannya melalui ibu itu, akan tetapi
hatiku terhenyut memikirkan temenku, yang mana dia belum dapat formulir, dan
rasanya tidak mungkin kalau saya membiarkan dia tidak dapat formulir. Bibirku
tiba-tiba berucap, apakah tidak ada lagi formulir buat temen saya itu ? sambil tanganku
berisyarat ke temenku yang sedang duduk termenung di depan gedung biru itu.
Singkat cerita , ibu itu langsung menelpon ke temennya , tampaknya menanyakan
perihal formulir itu, setelah menutup telepon , ibu itu memberitahukan kepadaku
bahwa ada lagi formulir tinggal 1, akan tetapi menunggu keputusan dari temen
ibu tersebut, mau ngasih atau tidak. Suasana hening, berharap semua seperti
yang kami berdua harapkan, bertekad untuk merantau hanya demi menimba lautan
ilmu bak samudra luas tiada habisnya. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya
temen ibu tersebut menyetujui , untuk memberikan sisa formulir itu untuk temen saya,
hampir menetes air mataku, katub mataku sudah basah, tidak menyangka bahwa
Allah membuka jalan bagiku dan temenku untuk ikut mengikuti tahapan selanjutnya
dalam pendaftaran LIPIA.
Rasa syukur
tidak henti-hentinya kupanjatkan, rasa terima kasih ku ucapkan berkali-kali
terhadap ibu itu, yang telah sudi menolong pengembara seperti kami ini, suatu
pengalaman yang melelahkan, rasa lapar sudah mulai melanda , setelah 5 jam
lebih berdiri menunggu , mengantri, berdesak-desakan. Pengen rasanya cerita
kepada orang tua, kawan-kawan bahwa hanya untuk mengambil formuir saja sudah
sedemikian sulit, apalagi tesnya, ujarku dalam hati. Tahap berikutnya
penyerahan berkas-berkas, dan kebetulan kami berdua mendapatkan nomor antrian
yang cukup besar, dan otomatis tidak bisa selesai hari ini, ujarku. Batas
penyerahan berkas sampai hari Jum’at, sementara antrian masih panjang,
prediksiku mungkin hari Jum’at kami
dapat giliran untuk menyerahkan berkas-berkas.
Tidak saya
sia-sia kan waktu ku begitu saja di Ibukota, sambil menungu waktu penyerahan
berkas tiba, Setelah menyantap sarapan pagi dengan makanan khas betawi, Nasi
Uduk. Katanya sih Nasi Uduk makanan yang harganya sangat relatif buat kalangan
mahasiswa. Kami sempatkan waktu untuk berkunjung ke Monas, yang biasanya hanya bisa
ku lihat di televisi kala itu, sekarang monumen itu nampak jelas di depan mata,
menjulang tinggi , sambil duduk merenung dan menikmati keramaian Ibukota, yang
memang terkenal dengan macetnya. Ku sempatkan beli oleh-oleh untuk keponakan
dan adekku yang berupa baju monas, yang harganya sangat terjangkau bagiku. Selain
mengunjungi monas saya dan temen saya sempat mampir di masjid terbesar di Asia
Tenggara, yaitu Masjid Istiqlal. Saya mampir kesana karena tempat keduanya
memang tidak jauh, sangatlah dekat. Baru pertama kali saya melihat dan
menginjakkan kaki di masjid sebesar itu, dan ternyata pengunjungnya bukan hanya
wisatawan dari dalam negeri melainkan dari mancanegara, yang jumlahnya cukup
banyak per harinya. Setelah keliling kedua tempat tersebut, kami pun merasa
lelah dan lapar. Kami melihat ada banyak sekali penjual di pinggiran masjid
Istiqlal, diantaranya ada penjual soto. Saya memulai obrolan dengan bapak
penjual itu, mulai dari tanya harga dll, alhasil kami pun tidak jadi beli,
karena memang harganya sangat mahal. Saya tidak terbiasa ke kota besar, jadi
sangat kaget dengan tawaran harga dari bapak penjual tersebut. akhirnya saya
beralih ke pedagang sebelahnya, rupa-rupanya makanan itu sangat asing di
pengetahuanku tentang makanan, maklum saja ! itu makanan khas Betawi , namanaya
Kerak Telor. Tanpa basa-basi langsung saya memesan dua porsi, karena kupikir
makanan seperti itu, kisaran harganya cuma 5 rb saja. Setelah menunggu cukup lama,
kerak telor nya siap di santap, satu suap dua suap terasa biasa saja, beberapa
suap setelahnya enek banget, saya sudah tidak sanggup lagi untuk
menghabiskannya, saya menyerah untuk makan kerak telor. Setelah kami selesai
makan , kami bertanya kepada sang penjual, berapa semua pak? ujarku. Sang bapak
itu menyambut pertanyaan saya dengan jawaban yang membuat saya terdiam
menyesal, kesal, dan tidak akan beli kerak telor lagi. Gimana tidak kesel semua
habis 40 rb , rasanya bikin enek, harganya mahal. Astagfirullah. Setelah
selesai semua itu, kami kembali ke tempat kos ustad Husni di daerah Jati
Padang.
Penyerahan
berkas sudah selesai, dan ternyata Ujian
Test Tulis untuk masuk LIPIA akan dilaksanakan tanggal 26 Agustus 2014 dan
dilanjutkan dengan test Lisan pada tanggal 28 Agustus 2014. Sungguh waktu yang
sangat lama, dan tidak mungkin kami menunggu di Jakarta. Akhirnya kami putuskan
untuk pulang lagi ke Pasuruan. Dan sebelum saya pulang kampung , saya ada
titipan dari Ibu angkat saya sebuah bingkisan dari kampung, agar saya
mengasihkan ke anaknya yang tinggal di Bekasi. Sabtu pagi kami meninggalkan
Jakarta menuju Bekasi, dan untuk pertama kali saya naik Busway untuk menuju
Stasiun Jatinegara, kemudian dilanjut dengan menggunakan Comuter Line (Kereta
Api daerah Jabodetabek) menuju Stasiun Bekasi. Karena kakak saya akan menjemput
di Stasiun Bekasi untuk kemudian menuju rumah beliau.
Tiba saya di
Bekasi di rumah kakak angkat saya itu, beliau berprofesi sebagai TNI AD. Dan
saat ini bertugas di daerah Bekasi dan sekitarnya. Beliau mempunyai Istri dan 2
Anak, 1 laki-laki dan 1 perempuan. Bermalam disitu , menikmati hawa perumahan
elit. Hari Ahad pagi saya dan temen saya pergi Kota Wisata Bogor, menggunakan
motor kakak saya. Indah sekali pemandangannya, sejuk hawanya, rindang
kawsannya. Jarak antara rumah kakak saya dengan Kota Wisata lumayan dekat.
Memang rumah kakak saya itu, terletak di perbatasan kota, antara Kota Bekasi
dan Bogor. Kebetulan di Masjid
Darussalam di wilayah Kota Wisata ada Tablig Akbar yang berjudul “ Sifat Shalat
Nabi” yang sebagai pembicara adalah Ust. Abu Yahya Badrussalam, Lc (Pembina
Radio Rodja). Beliau merupakan salah satu Ustad kesukaan saya. Banyak
kajian-kajian beliau yang saya punya di Laptop. Saya sempatkan duduk di majelis
beliau, mendengarkan penjelasan-penjelasan beliau yang cukup logis dan mengena.
Selesai dari kajian saya ingin beli tiket kereta api, untuk pulang. Saat itu di
Indomart atau Alfamart tidak bersedia, terpaksa saya harus minta tolong kakak
saya untuk mengantar saya ke stasiun, jarak yang cukup jauh antara rumah kakak
saya dengan Stasiun Bekasi. Alhasil nihil, saya belum mendapatkan tiket untuk
pulang ke Jawa Timur, rasa kangen sudah menggebu-gebu di hati ini, meskipun
belum seminggu saya meninggalkan kampung. Pengen rasanya mencurahkan pengalaman
saya kepada ibuku dan sanak saudaraku di kampung. Ba’da Ashr saya menghubungi
tetangga saya, minta alamat tempat dia kerja. Yang kebetulan tempat kerja dia
tidak terlalu jauh dari rumah kakak saya, kami putuskan untuk ketemuan di
Cibubur. Jujur saja saat itu saya hanya mengandalkan google maps untuk mencari
tempat-tempat yang ingin kami tuju. Setelah kami bertemu dengan teman saya itu,
kami diajak ke tempat dia kerja. Entah kebetulan atau apa, kakak dari tetangga
saya itu mau pulang ke Jawa Timur, untuk menghadiri undangan pernikahan
adeknya. Otomatis saya sangat bahagia, naik apapun itu yang terpenting saya
bisa pulang kampung dan bertemu denan keluargaku tercinta. Pada akhirnya kami
putuskan untuk pulang dari Bekasi menuju Pasuruan pada jam 23.00 WIB hari Ahad,
setelah pamitan dengan kakak saya , serta mengucapkan rasa terima kasih atas
segala sambutannya yang sudah cukup baik menurutku. Sampai jumpa kembali
Jaabodetabek 3 bulan kedepan.
Perjalanan
sangat jauh , hanya menggunakan mobil pick-up. Berjam-jam perjalanan , kota
demi kota terlewati, dua provinsi sudah terlewati. Pengalaman baru lagi saya
dapatkan melalui perjalanan ini. Gunung, hutan, pantai menghiasi perjalanan
kami, sampai saatnya kami tiba di rumah dengan selamat, tepat pukul 24.00 WIB
hari Senin.
Setelah sampai
di rumah, ku ungkapkan berbagai pengalaman yang saya dapat selama 1 minggu di
Jakarta dan sekitarnya. Dengan senang hati saya menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang di ajukan untukku.
Bersambung..
0 komentar:
Posting Komentar