Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja’far
(Mahasiswa Fakultas Syari’ah
Islamiyah Univ. Al-Azhar, Kairo - Mesir)
Cerita ini di awali pada
tahun 2012 sampai saat ini, Perjalanan ini adalah kisah nyata dari penulis
dalam menempuh perjalanan mengenal hidayah , sampai saat ini bisa menuntut ilmu
di Negeri para Nabi.
Sebuah Cita-cita Indah
Cita-cita itu penting sekali ternyata ! kenapa penting ? karena dengan
bercitra-cita kita akan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang lebih dari
biasanya, sesuai dengan cita-cita kita. Dan dengan cita-citalah hal yang terkecil
akan kita lakukan, untuk mencapai suatu hal yang besar pada suatu saat nanti.
Hati dan fikiranku memang selalu menyimpan sebuah keinginan yang terlalu tinggi , untuk ukuran orang sepertiku ini. Pokoknya aneh lah ! karena latar belakangku jauh dari semua itu. Akan tetapi yang namanya keinginan, Mau gimana lagi ? dan mungkin para pembaca bertanya-tanya ? kenapa kok bisa punya keinginan seperti itu? Apa motivasinya? Dan mungkin banyak lagi pertanyaan yang akan timbul dari netizen semuanya.
Sebuah keinginan atau cita-cita besar itu adalah bisa melanjutkan study di Luar Negeri, tepatnya di Kota Nabi Muhammad
Salallahu ‘alaihissalam ( University Islamic of Madinah). Terbayang kan?
Kalau kuliah ke Madinah , bakalan jadi Apa? Ulama’? Da’i? Dosen? Atau ……….Banyak
banget pokoknya bayangan-bayangan yang ada.
Yang semua itu belum terbetik di dalam benakku sebelumnya.
Saat itu saya sedang
kosentrasi di bidang Multimedia di salah satu sekolah menengah kejuruan terbaik
di kotaku, yaitu SMK Negeri 1 Pasuruan – Jawa Timur.
Sebuah motivasi yang sangat mengagumkan bagiku, untuk menekuni suatu
bidang yang tidak sesuai dengan jurusan di sekolahku. Motivasi itu timbul tatkala aku duduk di bangku smk
kelas X, tepatnya di penghujung kelas X. Saat itu timbul dari hati nurani yang
sangat dalam untuk ikut menyebarkan risalah da’wah Nabi Muhammad Salallahu
‘alaihissalam. Sebuah motivasi itu di sampaikan oleh seorang guru yang
sangat luar biasa. Beliaulah awal dari semuanya. Sehingga saya tersadar dari kehidupan ini, yang sudah terlanjur jauh dari Sang
Pencipta Alam semesta ini.
Mulai saat itulah aku mulai belajar , bagaimana cara kita beribadah
kepada sang pencipta. Dari situlah aku mulai sering belajar dan mengikuti program-program
ta’lim di suatu Pondok Pesantren As-Sunnah Pasuruan, yang kebetulan letaknya
tidak jauh dari sekolahku, sekitar 500 m.
Di sebuah Pondok Pesantren yang sederhana dengan pembimbing yang tulus
dan bijaksana. Aku mulai belajar agama step by step, meskipun kurang maksimal,
karena aku tetap harus menjalani kewajibanku sebagai siswa di sekolahku tercinta.
Ternyata, tidak mudah untuk selalu istiqomah dalam belajar, karena
banyak godaan dari sana dan sini. Meskipun begitu aku berusaha untuk selalu
focus pada tujuan dan cita-citaku yang indah itu. Waktu demi waktu berjalan
seperti air mengalir.
Pada saat aku duduk di bangku smk kelas XI , ada suatu kewajiban yang harus ku jalani
di luar sekolah, yaitu Prakerin/Magang selama 4 bulan (suatu hal yang masyhur
bagi orang-orang yang sekolah di smk). Pada awalnya aku sempat bingung untuk
mencari tempat yang cocok dan nyaman bagiku. Timbullah ide dari benakku untuk prakerin di Pondok Pesantren
As-Sunnah , karena kebetulan di dalam pondok tersebut ada Radio komunitas (milik pondok sendiri) yang
tentunya cocok dengan jurusanku saat itu di bidang Multimedia Broadcasting.
Suatu hal yang menarik apabila aku prakerin disitu, pasti banyak sekali
keuntungan yang akan aku peroleh. Akhirnya aku beranikan diri untuk mendatangi
direktur radio serta mudir pondok tersebut.
Suatu jawaban yang cukup mengejutkan bagiku, bahwa aku di izinkan untuk
prakerin disitu selama 4 bulan. Betapa bahagia hatiku saat itu, setelah mendengar
kabar gembira itu. Akan tetapi pihak sekolah belum mengetahui akan hal ini. Aku
berharap sekali bahwa ketua kopetensi keahlianku sudi memberiku izin. Dan
ternyata setelah aku berbicara sama beliau dan tawar-menawar yang cukup lama ,
akhirnya beliau memberi izin dengan syarat harus mengajak 1 teman lagi untuk
ikut bersamaku selama 4 bulan.
Siapa yang mau prakerin bersamaku? Dalam pikirku, karena banyak
pertimbangan kalau harus mengajak teman ke pondok tersebut. Karena banyak hal
yang berbeda antara lingkungan pondok dengan masyarakat umum, serta
pertimbangan yang lain. Tapi bagaimanapun aku harus tetap mencari teman untuk
prakerin bersamaku. Pada akhirnya aku dapat teman yang mau prakerin bersamaku.
Itupun dengan pertimbangan yang matang. Dan segala teknis tentang prakerin
sudah selasai semua, tinggal menjalankannya saja, yang akan di mulai di awal
bulan Januari 2013.
Saat-saat prakerin aku lalui dengan senang hati, di pondok inilah aku
sempatkan waktuku untuk memperdalam bahasa arab dan ilmu islam yang benar.
Karena cita-citaku adalah melancong ke negeri arab, tentunya aku harus bisa
berbahasa arab. Waktu demi waktu ku lalui dengan baik, dari sinilah aku mulai
mengenal bahasa arab dengan baik, meskipun kemampuanku terbatas karena memang susah sekali,
tapi semangatku tidak surut untuk meraih cita-cita yang besar dan indah itu.
Selain bisa belajar bahasa arab, aku juga mulai menghafal Al-Qur’an dan Hadist
Nabi salallahu ‘alaihissalam.
Waktu demi
waktu, kesusahan demi kesusahan ku lewati, seakan-akan aku sudah masuk dalam
perangkap nikmatnya belajar bahasa arab, yang mana itu adalah bahasa al-qur’an.
Dan saya mengakui bahwa bahasa arab itu sangat sulit, terlebih lagi bagi saya
yang tidak pernah mengenal seluk-beluk bahasa arab. Hanya bermodalkan sabar dan
usaha yang semaksimal mungkin, mulailah aku tahu susunan kata dalam bahasa
arab, mengi’rob kalimat di kitab-kitab para ulama’ , saya jadi tahu mana marfu’
, manshub dan majrur. Mungkin hal ini sudah tidak asing bagi anak-anak pondok,
dan sangat asing di telinga anak-anak umum.
Memahami
Al-Qur’an dan Hadist serta kitab-kitab para Ulama’ , itu adalah tujuan utama
dari mempelajari bahasa arab. Lidahku sudah mulai lunak dalam membaca kitab
gundul, meskipun masih sangat susah dalam menterjemahkannya. Yang terpenting
bagiku, saya punya bekal untuk belajar bahasa arab di tingkat lanjut.
Setidaknya saya bisa bersaing dengan anak-anak pondok setelah aku lulus nanti,
meskipun itu hal yang berat dan membutuhkan kesungguhan yang extra.
Waktu berjalan begitu cepat, tidak kurasa ternyata 4 bulan sudah
berakhir. Dan itu tandanya saya akan naik ke kalas 3. Begitu juga dengan
cita-citaku akan segera saya wujudkan
dengan beribu harapan. Karena lulus sekolah itu menjadi salah satu syarat
untuk bisa melanjutkan studiku. Baik itu di dalam ataupun luar negeri.
Seperti yang sudah diketahui oleh banyak orang, bahwa kelas XII itu , kelas yang sangat sibuk pada awalnya, karena harus mempersiapkan
segala sesuatu untuk menghadapi ujian nasional agar bisa lulus, baik itu mental
atau akademisnya. Pada saat itu aku pun harus kosentrasi penuh dalam
mempersipkan itu semua. Sehingga bahasa arab yang sudah ku pelajari terabaikan
untuk sementara.
Waktu ujian pun sudah berakhir, pintu gerbang kelulusan sudah di depan
mata. Apapun hasilnya akan aku terima dengan sepenuh hati. Pada saat ini banyak
tawaran masuk dari para guru untuk mengikuti seleksi di berbagai perguruan
negeri. Di dalam hatiku, aku tidak ada minat untuk kuliah di perguruan tinggi
negeri. Karena aku ingin belajar bahasa arab dan ilmu islam lebih dalam. Oleh
karenanya apabila aku masuk di perguruan tinggi negeri akan kesusahan untuk
belajar itu semua.
Suatu hal yang aku sangat hindari adalah mengecewakan orang lain,
terutama para guruku, yang telah mendidikku dengan gigih dan susah payah untuk menjadi pribadi yang tegar dan bijaksana. Tawaran demi
tawaran, saran demi saran pun terlontar dari mereka agar aku melanjutkan kuliah
di perguruan tinggi negeri, tentunya aku tidak bisa menolak, karena yang
mendapatkan tawaran itu hanya orang-orang pilihan, yaitu yang berprestasi di
kelas masing-masing, dan alhumdulillah aku termasuk di dalamnya, sehingga mau
tidak mau harus mengikuti seleksi itu.
Tidak ada yang sulit dalam mendaftarkan diri ke perguruan tinggi negeri,
karena semua sudah ditangani oleh pihak sekolah, sehingga aku hanya mengisi
data-data dan nma universitas yang dituju. Pada akhirnya aku
mengikuti tawaran yang diberikan kepadaku, dan aku pilih universitas yang akan
aku masuki.
Sebenarnya sih, pendaftaran Universitas Islam Madinah sudah buka, akan
tetapi aku tidak bisa daftar, karena salah satu persyaratan dalam pendaftaran
itu adalah ijazah atau bukti kelulusan, sedangkan aku belum mempunyai itu.
Sehingga aku ikuti saja perintah dari guru-guru di sekolah, untuk mendaftar di
perguruan tinggi negeri.
Aku mendaftar di beberapa Universitas, karena memang di beri
beberapa pilihan oleh pihak panitia Bidik Misi / SNMPTN. Di antara universitas
itu adalah :
1. Universitas Gajah Mada -
Arsitektur
-
Sastra Arab
2. Universitas Negeri Malang -
Pendidikan Bahasa Arab
Setelah pendaftaran selesai, aku hanya
bisa menunggu hasilnya yang akan di umumkan setelah pengumuman kelulusan
sekolah. Aku kira tidak ada lagi tawaran untuk daftar kuliah lagi, akan tetapi
perkiraanku salah, tawaran itu datang lagi, kali ini tawaran cukup bagus, yaitu
pendaftaran perguruan tinggi Islam negeri. Dan
aku mencoba
untuk mengikuti tawaran dari guruku. Akhirnya aku mendaftar juga di perguruan
tinggi Islam negeri. Diantarnya yaitu :
1. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
2. IAIN Sunan Ampel Surabaya
Semua itu aku jalani dengan enjoy-enjoy
saja, sebenarnya dalam hati kecilku aku tidak menginginkannya untuk masuk di
universitas-universitas di atas. Akan tetapi aku berfikir, kemanakah aku
setelah lulus nanti? Akankah aku nganggur setelah lulus sekolah, dan waktu
berlalalu begitu saja? Aku tidak ingin seperti itu.
Beberapa waktu itu, aku mencari-cari ma’had
atau tempat-tempat pembelajaran bahasa arab. Berbagai informasi aku cari-cari,
baik dari dunia maya maupun dari mulut ke mulut. Dan keinginanku saat itu,
bagaimanapun juga aku harus merantau ke luar kota,
meninggalkan kota tercintaku.
Akhirnya aku dapat informasi dari beberapa
website dan usulan-usulan dari beberapa teman, untuk mencoba mendaftar ke LIPIA
– Jakarta. Universitas yang belum pernah aku
denger namanya sebelumnya. Saya tertarik sekali dengan tempat itu dari berbagai
sisi, maka dari itu, saya bicarakan keinginanku itu kepada keluargaku, mereka
tidak setuju, dengan berbagai macam alasan, entah itu jauh, biayanya mahal, jauh
dari orang tua, dan berbagai alasan lainnya.
LIPIA menjadi obsesiku, karena kabar dari salah seorang temen bahwa
sistem pembelajaran di LIPIA seperti pembelajaran di luar negeri, dengan
pengantar bahasa arab dalam belajar mengajar, dosen-dosennya pun dari
negeri-negeri Arab. Letaknya pun di Ibukota Negara. Sangat cocok dengan
tabi’atku, yang suka keramaian.
Saya tetap menunggu hasil pengumuman dari universitas yang aku
daftari, yang akan diumumkan pada akhir bulan Mei, sedangkan pendaftaran di
LIPIA di buka pada awal bulan Juni. Sempat gelisah saya dibuatnya. Akan tetapi
pada saat itu, aku terus membujuk keluargaku agar merestui dan menyetujui agar
aku boleh untuk kuliah di Jakarta. Berbagai pertimbangan aku sampaikan kepada orang
tuaku, meskipun saat itu berat rasanya hati ini. Dan orang tuaku masih ragu
untuk menyutujuinya, mereka bilang saya harus nunggu pengumuman itu muncul, kalau saya tidak di terima di semua universitas yang aku telah mendaftar di dalamnya, maka saya boleh untuk merantau ke Ibukota yang jauh
di sana.
Waktu itupun datang, pengumuman pun telah
keluar, dan hasilnya yaitu, aku ditolak di semua universitas tempat aku mendaftar.
Dalam hatiku senang dan bahagia, karena itu tandanya saya akan merantau ke Jakarta. Tiket kereta sudah ku beli, berkas-berkas
sudah ku urusi semuanya. Dan bekal pun telah telah ku persiapkan.
Saya tidak sendirian dalam perantauanku, karena aku mempunyai teman dari kota
asalku yang saya ajak untuk belajar di Jakarta, dan dia pun
menyutujuinnya. Dia adalah kakak
kelasku dulu di SMK Negeri 1 Pasuruan. Dan dia sempat belajar di Pondok
As-Assunnah Pasuruan selama 1 tahun, setelah lulus tahun 2013.
Hanya menunggu keberangkatan, yaitu pada
tanggal 2 Juni 2014. Tentu saya akan mendapatkan pengalaman baru, karena
selama bertahun-tuhun saya tidak pernah pergi ke luar provinsi, dan saya akan menjalani ini semua……….menjadi
anak perantauan yang belum pernah saya rasakan.
Bersambung..................
0 komentar:
Posting Komentar