HOME

Rabu, 08 April 2020

Sekilas Mengenal Universitas Islam Madinah





Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far


Seputar Kampus

Berjarak sekitar 5 km dari Masjid Nabawi, anda akan segera di sambut gapura dengan arsitektur babilonia bercorak coklat muda yang menjulang tinggi.  Itu adalah pintu masuk utama kampus idaman jutaan remaja muslim di dunia, yaitu Universitas Islam Madinah, atau yang akrab disebut Al-Jami’ah Al-Islamiyah.

Luas area kampus tak kurang dari 50 hektar, UIM (Universitas Islam Madinah) merupakan basis pendidikan islam yang menyedot perhatian dunia.

Usianya masih muda dibanding kampus Islam lain yang sudah beradab abad lamanya, akan tetapi jutaan mata tertuju padanya. Rasanya, kata “Madinah” yang tersemat di belakang namanya, cukup membuat meleleh karena teringat, disanalah baginda Nabi Muhammad salallahu alaihissalam berjuang dan wafat.

         Populasi penduduk kampus ini tak hanya besar, namun juga heterogen. Ribuan mahasiswa yang berasal dari berbagai penjuru dunia terkonsentrasi di dua puluh (22+) gedung asrama di dalam kampus dan tiga belas (13) gedung asrama di luar kampus (dikenal dengan sebutan Asrama Robwah). Plus Asrama khusus dosen yang tak kalah luasnya.

Proses Menjadi Mahasiswa Univ. Islam Madinah

Satu hal yang patut kita banggakan sekaligus syukuri, ternyata persentase jumlah mahasiswa Indonesia menempati rangking tertinggi dibanding mahasiswa non Saudi lainnya. Tercatat hampir 1000 mahasiswa Indonesia menimba ilmu di sini (Hingga tahun 2020). Mereka datang dari seantero wilayah Republik Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke.

Terdaftar sebagai mahasiswa di sini merupakan anugrah besar. Coba bayangkan, betapa ketatnya persaingan masuk kampus ini. Di Indonesia saja ada jutaan remaja yang bermimpi untuk mendapatkan kursi belajar di sini, sedangkan kuota yang tersedia sangat terbatas. Hanya 100-200 pertahunnya.

Beribu cara, trik dan jalan mereka lalui demi mendapatkan kesempatan menimba ilmu di Tanah Suci Kota Nabi. Ada yang menunggu-nunggu info kapan diadakannya Dauroh dan Muqobalah yang diadakan oleh Para Dosen UIM di Indonesia untuk bisa mengikuti Muqobalahnya, Ada yang rela merogoh kocek dalam-dalam untuk pergi umroh sambil muqobalah (mendaftar langsung), namun hasilnya nihil. Ada yang melanglang buana beberapa tahun sebagai supir para syaikh, setelah itu baru memperoleh rekomendasi untuk belajar di sini. Bagi yang tak mampu datang muqobalah kemari, mereka hanya bisa mengirim berkas atau menitipkannya pada orang lain sambil memperbanyak doa dan memperkuat tawakkal.

Itulah diantara cara-cara yang ditempuh, demi bisa belajar di Univ Islam Madinah. Sungguh bukan hal yang mudah.

 Namun demikian, ada juga segelintir orang yang datang kemari dengan mulus. Biasanya, mereka berasal dari beberapa pondok pesantren ternama yang dikunjungi oleh para syaikh saat bertandang ke Indonesia, kemudian membuka muqobalah di tempat. Ini hanya sedikit, tak banyak.


Pemebelajaran di Univ. Islam Madinah

Layaknya kampus Saudi lainnya, mahasiswa UIM melalui hari-hari belajar resmi di sini dari pukul 08:00 hingga 13.00, dari hari ahad sampai hari kamis.

Dari lima fakultas yang tersedia; fakultas dakwah dan ushuluddin, syari’ah, bahasa arab, hadits, dan fakultas Al-qur’an, fakultas syariah menjadi lingkungan belajar terfavorit para mahasiswa, begitu juga Fakultas Dakwah dan Ushuludin. “Masyarakat nanti pasti tanya masalah masalah fiqh sehari hari dan seputar aqidah”, begitu jawaban temen-temen yang memilih kedua fakultas tersebut.

Fasilitas penunjang belajar yang disediakan universitas cukup memadai. Kuliah Gratis, malah di beri Mukafaah (Gaji) dengan nilai nominal SR 850 (hampir Rp. 3.500.000,-) per bulan, asrama, perpustakaan, kantin dengan harga menu extra miring (5 SR 3 kali makan), klinik kesehatan gratis, bis antar-jemput ke Masjid Nabawi, tiket Madinah-Jakarta PP selama libur musim panas, dan berbagai prasarana lainnya sangat menolong mahasiswa dalam memperoleh kemudahan menuntut ilmu.

Ketika awal berangkat ke Madinah pun, tiket di belikan kampus. Di awal tahun ajaran baru juga langsung dapat uang dari kampus, untuk mengganti pengurusan berkas selama di Indonesia dan uang kitab untuk berlangsungnya pembelajaran. Ya cukup fantastis nominalnya, bagi kita orang tak punya, diatas 10 jt. Masya Allah

Uang pembelian kitab dikasih setiap tahun, sebesar mukafaah (Rp 3.500.000), belum lagi jika nilai kita mumtaz, akan dapat tambahan (1000 SR = Rp. 4.000.000). Subhanallah.

Sebagai kampus dengan komposisi mahasiswa yang heterogen dengan berbagai macam latar belakang dan tabiat yang sangat beragam, tentu ada banyak hal yang dapat memicu perselisihan di sini. Namun, sepanjang sejarah berdirinya kampus ini, Alhamdulillah, reputasi mahasiswa Indonesia tetap harum di mata “dunia internasional”. Alhamdulillah
إندونسيون طيبون، أحسن الناس
"Orang Indonesia itu baik, bahkan sebaik baik manusia"
Itulah sebagian pujian dari orang-orang Arab maupun non Arab disini. Secara umum, Orang-orang Indonesia terkenal sebagai orang-orang yang berbudi pekerti luhur, santun, ramah, murah senyum, nyaman dalam berinteraksi dan bukan tukang bikin onar. Ini bukan hanya kesaksian segelintir individu, melainkan kesaksian hampir semua orang dari berbagai negara, bahkan perkataan dari Dosen-dosen di kampus maupun masyarakat Madinah secara umum. Oleh karenanya, kita selalu berusaha menjaga intergritas bangsa kita di Negara Orang.

Ada satu hal yang membuat belajar di Madinah begitu spesial, begitu sakral, dan begitu istimewa. Sesuatu yang tidak bisa tergantikan dengan fasilitas semewah apapun, tidak tertandangi oleh kampus manapun, dan tidak pula terbeli dengan mukafaah sebanyak apapun. Hal istimewa itu adalah Masjid Nabawi.

Masjid Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, pusat peradaban Islam yang pertama di bangun oleh Baginda Nabi, tempat permulaan, di mana Islam berkembang luas ke seluruh dunia. Setiap muslim bermimpi untuk bisa sholat setiap hari di tempat ini. Tidak sedikit orang-orang di tanah air rela membayar berapapun untuk bisa beberapa hari mengunjungi tempat paling Afdhol kedua di muka bumi ini setelah Masjid Al Haram di Kota Mekkah.

Adapun mahasiswa UIM, Alhamdulillah, hanya dengan duduk manis di kursi bis yang sudah menunggu setelah sholat Ashar di parkiran, atau membayar taxi dengan tiga lembar real, sudah bisa mendegarkan langsung lantunan ayat-ayat suci imam-imam Masjid Nabawi setiap hari dan mendapat keutamaan yang sangat besar, sebagaimana sabda Nabi Muhammad salallahu alaihissalam.
 صَلاَةٌ فِيهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ المَسَاجِدِ، إِلاَّ مَسْجِدَ الكَعْبَةِ
"Satu kali shalat di dalamnya (Masjid Nabawi) lebih utama dari seribu shalat di masjid-masjid lain, kecuali Masjid Ka’bah.” (HR. Muslim )

Oleh karenanya Buku kecil dari Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Hafidzahullahu Ta’ala, dibagikan oleh kakak kelas kepada mahasiswa baru tentang " Fadhul Madinah" Keutamaan Kota Madinah, agar di baca pertama kali menginjakkan kaki nya di Kota yang mulia ini. Sehingga isinya menjadi panduan untuk menetap di kota penuh sejarah ini.

Suasana hening, damai, dan tenang di masjid kesayangan Rosulullah -sholallahu ‘alaihi wasalam - ini membuat suasana belajar sangat kondusif. Ditambah lagi, halaqoh-halaqoh keilmuan yang banyak, menjadikan ruh tholabul ilmi sangat terasa. Denyut nadi ilmu di tempat ini begitu terasa.
Hal ini dirindukan semua orang lho, sungguh beruntung yang di pilih Allah untuk bisa kuliah dan tinggal disini.

Halaqoh dengan populasi terpadat adalah halaqoh syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad -hafidzohullah-. Beliau dikenal sebagai pakar hadits dari kota suci ini. Bahkan ada yang bilang, beliau adalah satu-satunya muhaddits yang tersisa di Madinah. Bahkan usia beliau sudah sangat sepuh lagi, sudah hampir satu abad. Hafidzahullahu Ta’ala wa Ra'aahu. Setelah kutubus sittah khatam, sekarang beliau membahas Kitab Muwatto karya Imam Malik Rahimahullah Ta'ala.

 Selain halaqoh beliau, masih banyak lagi halaqoh-halaqoh lain dengan berbagai pembahasan ilmu syar’I. Ada Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily, Syaikh Shaleh As-Suhaimi, Syaikh Anis Thahir, Syaikh Shalih Al-Ubud dll.

Kehadiran anak-anak jami’ah (predikat akrab bagi para mahasiswa UIM), di masjid nabawi selalu semarak. Sebab selama ini, merekalah yang menghembuskan kembali ruh kehidupan salafus sholih di masjid ini dengan halaqoh-halaqoh ilmu. Tanpa kehadiran thullabul ilmi, pemandangan di Masjid Nabawi akan terlihat seperti mayoritas masjid di tanah air, dimana kebanyakan jama’ah menjadikannya sebagai tempat nyaman untuk berleha-leha, santai-santai dan tidur setelah sholat.

Meskipun pahala sholat fardhu di Masjidil Haram 100 kali lebih banyak di bandingkan Masjid Nabawi, tapi banyak orang mengakui bahwa suasana belajar di sini lebih kondusif dibandingkan dengan Masjidil Haram. Lebih hening dan tenang, karena mungkin disini tak seramai di Mekkah. Dan tata letak kedua masjid tersebut berbeda.

Sebagai penutup tulisan singkat ini, sebagaimana yang pernah diungkapan Salman Al-Farisi, beliau berkata:
 المدينة لا تقدس أحدا و إنما يقدس المرء عمله
"Kota Madinah Tidak mensucikan orang, akan tetapi yang mensucikan orang adalah amalannya".

Sesuci apapun tempat, tidak bisa menjamin kesucian orang yang menempatinya. Buktinya, manusia paling kotor seperti abu jahal lahir di atas tanah paling suci (Makkah). Pun begitu kota Madinah, atau lebih spesifik lagi Jami’ah Islamiyah. Hanya orang yang di beri taufiq oleh Allah dan benar-benar memiliki semangat belajar, yang akan mengambil manfaat dari keberadaan dirinya di sini.
Semoga Allah memberikan kita keistiqomahan untuk selalu bersyukur menjadi bagian dari Universitas Islam Madinah.


Mahasiswa Fakultas Hadist Univ. Islam Madinah

Madinah, 15 Sya'ban 1441 H

0 komentar:

Posting Komentar