Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far
Seputar Kampus
Berjarak sekitar 5 km dari Masjid Nabawi, anda akan segera di
sambut gapura dengan arsitektur babilonia bercorak coklat muda yang menjulang
tinggi. Itu adalah pintu masuk utama
kampus idaman jutaan remaja muslim di dunia, yaitu Universitas Islam Madinah, atau
yang akrab disebut Al-Jami’ah Al-Islamiyah.
Luas area kampus tak kurang dari 50 hektar, UIM (Universitas Islam
Madinah) merupakan basis pendidikan islam yang menyedot perhatian dunia.
Usianya masih muda dibanding kampus Islam lain yang sudah beradab
abad lamanya, akan tetapi jutaan mata tertuju padanya. Rasanya, kata “Madinah”
yang tersemat di belakang namanya, cukup membuat meleleh karena teringat,
disanalah baginda Nabi Muhammad salallahu alaihissalam berjuang dan wafat.
Populasi
penduduk kampus ini tak hanya besar, namun juga heterogen. Ribuan mahasiswa
yang berasal dari berbagai penjuru dunia terkonsentrasi di dua puluh (22+)
gedung asrama di dalam kampus dan tiga belas (13) gedung asrama di luar kampus
(dikenal dengan sebutan Asrama Robwah). Plus Asrama khusus dosen yang tak kalah
luasnya.
Proses Menjadi Mahasiswa Univ. Islam Madinah
Satu hal yang patut kita banggakan sekaligus syukuri, ternyata
persentase jumlah mahasiswa Indonesia menempati rangking tertinggi dibanding
mahasiswa non Saudi lainnya. Tercatat hampir 1000 mahasiswa Indonesia menimba
ilmu di sini (Hingga tahun 2020). Mereka datang dari seantero wilayah Republik
Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke.
Terdaftar sebagai mahasiswa di sini merupakan anugrah besar. Coba
bayangkan, betapa ketatnya persaingan masuk kampus ini. Di Indonesia saja ada
jutaan remaja yang bermimpi untuk mendapatkan kursi belajar di sini, sedangkan
kuota yang tersedia sangat terbatas. Hanya 100-200 pertahunnya.
Beribu cara, trik dan jalan mereka lalui demi mendapatkan
kesempatan menimba ilmu di Tanah Suci Kota Nabi. Ada yang menunggu-nunggu info
kapan diadakannya Dauroh dan Muqobalah yang diadakan oleh Para Dosen UIM di
Indonesia untuk bisa mengikuti Muqobalahnya, Ada yang rela merogoh kocek
dalam-dalam untuk pergi umroh sambil muqobalah (mendaftar langsung), namun
hasilnya nihil. Ada yang melanglang buana beberapa tahun sebagai supir para
syaikh, setelah itu baru memperoleh rekomendasi untuk belajar di sini. Bagi
yang tak mampu datang muqobalah kemari, mereka hanya bisa mengirim berkas atau
menitipkannya pada orang lain sambil memperbanyak doa dan memperkuat tawakkal.
Itulah diantara cara-cara yang ditempuh, demi bisa belajar di Univ
Islam Madinah. Sungguh bukan hal yang mudah.
Namun demikian, ada juga
segelintir orang yang datang kemari dengan mulus. Biasanya, mereka berasal dari
beberapa pondok pesantren ternama yang dikunjungi oleh para syaikh saat
bertandang ke Indonesia, kemudian membuka muqobalah di tempat. Ini hanya
sedikit, tak banyak.
Pemebelajaran di Univ. Islam Madinah
Layaknya kampus Saudi lainnya, mahasiswa UIM melalui hari-hari
belajar resmi di sini dari pukul 08:00 hingga 13.00, dari hari ahad sampai hari
kamis.
Dari lima fakultas yang tersedia; fakultas dakwah dan ushuluddin, syari’ah,
bahasa arab, hadits, dan fakultas Al-qur’an, fakultas syariah menjadi
lingkungan belajar terfavorit para mahasiswa, begitu juga Fakultas Dakwah dan
Ushuludin. “Masyarakat nanti pasti tanya masalah masalah fiqh sehari hari dan
seputar aqidah”, begitu jawaban temen-temen yang memilih kedua fakultas
tersebut.
Fasilitas penunjang belajar yang disediakan universitas cukup
memadai. Kuliah Gratis, malah di beri Mukafaah (Gaji) dengan nilai nominal SR 850 (hampir Rp. 3.500.000,-) per
bulan, asrama, perpustakaan, kantin dengan harga menu extra miring (5 SR 3 kali
makan), klinik kesehatan gratis, bis antar-jemput ke Masjid Nabawi, tiket
Madinah-Jakarta PP selama libur musim panas, dan berbagai prasarana lainnya
sangat menolong mahasiswa dalam memperoleh kemudahan menuntut ilmu.
Ketika awal berangkat ke Madinah pun, tiket di belikan kampus. Di
awal tahun ajaran baru juga langsung dapat uang dari kampus, untuk mengganti
pengurusan berkas selama di Indonesia dan uang kitab untuk berlangsungnya
pembelajaran. Ya cukup fantastis nominalnya, bagi kita orang tak punya, diatas
10 jt. Masya Allah
Uang pembelian kitab dikasih setiap tahun, sebesar mukafaah (Rp
3.500.000), belum lagi jika nilai kita mumtaz, akan dapat tambahan (1000 SR =
Rp. 4.000.000). Subhanallah.
Sebagai kampus dengan komposisi mahasiswa yang heterogen dengan
berbagai macam latar belakang dan tabiat yang sangat beragam, tentu ada banyak
hal yang dapat memicu perselisihan di sini. Namun, sepanjang sejarah berdirinya
kampus ini, Alhamdulillah, reputasi mahasiswa Indonesia tetap harum di mata
“dunia internasional”. Alhamdulillah
إندونسيون طيبون، أحسن الناس
"Orang Indonesia itu baik, bahkan sebaik baik manusia"
Itulah sebagian pujian dari orang-orang Arab maupun non Arab
disini. Secara umum, Orang-orang Indonesia terkenal sebagai orang-orang yang
berbudi pekerti luhur, santun, ramah, murah senyum, nyaman dalam berinteraksi
dan bukan tukang bikin onar. Ini bukan hanya kesaksian segelintir individu,
melainkan kesaksian hampir semua orang dari berbagai negara, bahkan perkataan
dari Dosen-dosen di kampus maupun masyarakat Madinah secara umum. Oleh
karenanya, kita selalu berusaha menjaga intergritas bangsa kita di Negara
Orang.
Ada satu hal yang membuat belajar di Madinah begitu spesial, begitu
sakral, dan begitu istimewa. Sesuatu yang tidak bisa tergantikan dengan
fasilitas semewah apapun, tidak tertandangi oleh kampus manapun, dan tidak pula
terbeli dengan mukafaah sebanyak apapun. Hal istimewa itu adalah Masjid Nabawi.
Masjid Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, pusat peradaban Islam
yang pertama di bangun oleh Baginda Nabi, tempat permulaan, di mana Islam
berkembang luas ke seluruh dunia. Setiap muslim bermimpi untuk bisa sholat
setiap hari di tempat ini. Tidak sedikit orang-orang di tanah air rela membayar
berapapun untuk bisa beberapa hari mengunjungi tempat paling Afdhol kedua di
muka bumi ini setelah Masjid Al Haram di Kota Mekkah.
Adapun mahasiswa UIM, Alhamdulillah, hanya dengan duduk manis di
kursi bis yang sudah menunggu setelah sholat Ashar di parkiran, atau membayar
taxi dengan tiga lembar real, sudah bisa mendegarkan langsung lantunan
ayat-ayat suci imam-imam Masjid Nabawi setiap hari dan mendapat keutamaan yang
sangat besar, sebagaimana sabda Nabi Muhammad salallahu alaihissalam.
صَلاَةٌ
فِيهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ المَسَاجِدِ، إِلاَّ
مَسْجِدَ الكَعْبَةِ
"Satu kali shalat di dalamnya (Masjid Nabawi) lebih utama dari
seribu shalat di masjid-masjid lain, kecuali Masjid Ka’bah.” (HR. Muslim )
Oleh karenanya Buku kecil dari Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad
Hafidzahullahu Ta’ala, dibagikan oleh kakak kelas kepada mahasiswa baru tentang
" Fadhul Madinah" Keutamaan Kota Madinah, agar di baca pertama kali
menginjakkan kaki nya di Kota yang mulia ini. Sehingga isinya menjadi panduan
untuk menetap di kota penuh sejarah ini.
Suasana hening, damai, dan tenang di masjid kesayangan Rosulullah
-sholallahu ‘alaihi wasalam - ini membuat suasana belajar sangat kondusif.
Ditambah lagi, halaqoh-halaqoh keilmuan yang banyak, menjadikan ruh tholabul
ilmi sangat terasa. Denyut nadi ilmu di tempat ini begitu terasa.
Hal ini dirindukan semua orang lho, sungguh beruntung yang di pilih
Allah untuk bisa kuliah dan tinggal disini.
Halaqoh dengan populasi terpadat adalah halaqoh syaikh Abdul Muhsin
Al-Abbad -hafidzohullah-. Beliau dikenal sebagai pakar hadits dari kota suci
ini. Bahkan ada yang bilang, beliau adalah satu-satunya muhaddits yang tersisa
di Madinah. Bahkan usia beliau sudah sangat sepuh lagi, sudah hampir satu abad.
Hafidzahullahu Ta’ala wa Ra'aahu. Setelah kutubus sittah khatam, sekarang
beliau membahas Kitab Muwatto karya Imam Malik Rahimahullah Ta'ala.
Selain halaqoh beliau, masih
banyak lagi halaqoh-halaqoh lain dengan berbagai pembahasan ilmu syar’I. Ada
Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily, Syaikh Shaleh As-Suhaimi, Syaikh Anis Thahir,
Syaikh Shalih Al-Ubud dll.
Kehadiran anak-anak jami’ah (predikat akrab bagi para mahasiswa
UIM), di masjid nabawi selalu semarak. Sebab selama ini, merekalah yang
menghembuskan kembali ruh kehidupan salafus sholih di masjid ini dengan
halaqoh-halaqoh ilmu. Tanpa kehadiran thullabul ilmi, pemandangan di Masjid
Nabawi akan terlihat seperti mayoritas masjid di tanah air, dimana kebanyakan
jama’ah menjadikannya sebagai tempat nyaman untuk berleha-leha, santai-santai
dan tidur setelah sholat.
Meskipun pahala sholat fardhu di Masjidil Haram 100 kali lebih
banyak di bandingkan Masjid Nabawi, tapi banyak orang mengakui bahwa suasana
belajar di sini lebih kondusif dibandingkan dengan Masjidil Haram. Lebih hening
dan tenang, karena mungkin disini tak seramai di Mekkah. Dan tata letak kedua
masjid tersebut berbeda.
Sebagai penutup tulisan singkat ini, sebagaimana yang pernah
diungkapan Salman Al-Farisi, beliau berkata:
المدينة
لا تقدس أحدا و إنما يقدس المرء عمله
"Kota Madinah Tidak mensucikan orang, akan tetapi yang
mensucikan orang adalah amalannya".
Sesuci apapun tempat, tidak bisa menjamin kesucian orang yang
menempatinya. Buktinya, manusia paling kotor seperti abu jahal lahir di atas
tanah paling suci (Makkah). Pun begitu kota Madinah, atau lebih spesifik lagi
Jami’ah Islamiyah. Hanya orang yang di beri taufiq oleh Allah dan benar-benar
memiliki semangat belajar, yang akan mengambil manfaat dari keberadaan dirinya
di sini.
Semoga Allah memberikan kita keistiqomahan untuk selalu bersyukur
menjadi bagian dari Universitas Islam Madinah.
Mahasiswa
Fakultas Hadist Univ. Islam Madinah
Madinah,
15 Sya'ban 1441 H
0 komentar:
Posting Komentar