Oleh : Abu
Yusuf Akhmad Ja’far
(Mahasiswa
Fakultas Syari’ah Islamiyah, Universitas Al-Azhar, Kairo)
Ibadah tidak akan
sempurna apabila syarat dan rukunnya tidak terpenuhi, maka dari itu pembahaasan
kali ini mengenai syarat dan rukun puasa serta hukum-hukum yang terkait dengannya.
Sesungguhnya para ulama
terdahulu dan terkini telah menyusun syarat dan rukun puasa melalui penelitian
serta perpaduan antara berbagai dalil yang ada, oleh karenanya tatkala kita
teliti lebih dalam lagi di kebanyakan kitab-kitab para ulama’ penuh dengan
perkara yang membuat kita tercengang takjub ketika membacanya, betapa mereka
itu sangat teliti dan mempunyai pikiran yang sangat cerdas dalam mengambil
kesimpulan dalam setiap masalah.
Untuk itu pembahasan kali
ini, kami merujuk kepada kitab guru kami Syaikh Wahid bin AbdisSalam Bali Hafizahullah
Ta’ala yang berjudul “ Bidayatul Mutafaqqih” dan akan kami padukan
dengan kitab rujukan yang lainnya seperti kitab Al-Wajiiz fi Fiqhis Sunnah
wal Kitab Al-‘Aziiz , Taisirul ‘Allaam Syarh Umdatul Ahkam , Shahih Fiqhus
Sunnah , Fiqhus Sunnah li Sayyid Sabiq dan Matan Abi Syuja’ (Al-Ghayah
wa Taqrib) . Pembahasan kita masih menegnai “ Puasa Ramadhan ”
Syarat Wajib Puasa
Ø
Telah
memasuki Bulan Ramadhan
Ø
Islam
Ø
Baligh
Ø
Berakal
Ø
Mampu
untuk melakukannya (Tidak dalam keadaan Sakit atau lemah)
Ø Sadar
Rukun Puasa
Ø Niat
Niat
Puasa Ramdhan dilakukan ketika malam hari dari habis Magrib sampai menjelang
shubuh. Hal ini berdasakan riwayat Hafshah bahwasannya Nabi Salallahu
‘Alaihissalam bersabda :
مَنْ
لَمْ يجمع الصِيَام قَبْلَ الفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa
tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Perlu
diketahui Niat tempatnya di dalam hati dan tidak perlu untuk di ucapkan, karena
belum ada contoh dari Nabi masalah melafadzkan niat.
Ø Menahan dari Pembatal-pembatal puasa
dari Subuh sampai Magrib
Apa saja pembatal-pembatal puasa ?
1.
Makan
dan Minum secara sengaja
Apabila
dilakukan karena dia lupa maka dia wajib meneruskan puasanya sampai magrib,
puasanya sah tanpa harus mengqodha’, hal ini berdasarkan hadist dari Abu
Hurairah Radiyallahu ‘Anhu bahwasannya Nabi Salallahu ‘Alaihissalam bersabda :
مَنْ
نَسِيَ وَ هُوَ صَائِمٌ ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، فَإِنَّمَا
أَطْعَمَهُ اللهُ وَ شَقَاهُ
“Barangsiapa
lupa bahwa ia sedang berpuasa sehingga ia makan minum, maka sempurnakanlah
puasanya karena sesungguhnya Allah telah memberikan makan dan minum kepadanya” (Muttafaq ‘Alahi)
2.
Muntah
dengan sengaja
مَنْ
ذَرَعَهُ القَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ ، وَ مَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa terdesak muntah (tanpa sengaja), maka tidak ada qadha‟
(puasa) baginya, dan barangsiapa yang sengaja muntah, maka hendaklah ia
mengqadha‟ (puasanya).” (HR. Tirmidzi Juz 3 : 720, lafazh
ini miliknya Abu Dawud : 2380, dan Ibnu Majah : 1676.)
3.
Keluar
darah Haid atau Nifas
4.
Onani
atau Masturbasi
Hal
ini berdasarkan firman Allah Ta’ala didalam sebuah hadits qudsi tentang
kondisi orang yang berpuasa :
يَدَعُ
شَهْوَتَهُ وَ طَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ
“Ia
meninggalkan syahwat dan makannya karena Aku.” (HR. Bukhari & Muslim)
5.
Jima’
(bersetubuh pada siang hari)
6.
Berniat
untuk makan pada siang hari (bukan lupa)
Hal
ini merupakan pendapat jumhur Ulama’ berdasarkan hadist riwayat ‘Umar bin
Khattab, bahwasannya Nabi Salallahu ‘Alaihissalam bersabda :
إِنَّمَا
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلَّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya
setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan
dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.”
(HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karennya kaum muslimin harus lebih berhati-hari
dalam berucap dan berangan-angan dalam puasa di Bulan Ramadhan.
7.
Murtad
Tidak
ada perbedaan pendapat diantara ulama dalam masalah ini. Hal ini berdasarkan
firman Allah Ta’ala :
لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَ لَتَكُوْنَنَّ مِنَ الخَسِرِيْنَ
“Jika
engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi” (QS.
Az-Zumar : 65)
Semua pembatal-pembatal di atas harus di qodha’ puasanya di hari
berikutnya, kecuali jima’ , harus disertai kaffaroh.
Simak terus pembahasan selanjutnya tentang Fiqh Puasa di Bulan
Ramadhan, Semoga kita tetap istiqomah di jalan Allah Ta’ala.
0 komentar:
Posting Komentar