HOME

Minggu, 08 Maret 2020

Univ. Islam Madinah Kampus Idaman Ku




Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja’far

Beberapa tahun silam, sekitar 4 tahun yang lalu (2014) saya mendaftar ke UIM (Universitas Islam Madinah), karena daftar nya hanya Online saja, maka tidak ada kesulitan di dalamnya, hanya saja persyaratan harus disiapkan sebelum memasuki website nya, misal Paspor, KTP, Foto, Tazkiyah, Ijazah dll

Ada latar belakang yang membuat saya pengen kuliah disana, Disaat kelas 2 SMK, ada seorang ustad yang memberikan saran kepada saya untuk daftar di UIM, padahal waktu itu kemampuan bahasa arab ana Pas-pas an, karena memang baru saja belajar dan masih proses. Lalu kabar yang saya dengar bahwa di UIM itu tidak mesti di terima dan harus nunggu dalam proses penerimaan nya, minimal setahun.

Pada tahun itu juga, saya daftar Lipia, Jakarta. Niatnya untuk memperdalam dan melancarkan bahasa arab sebelum kuliah di UIM. Qodarullah di Lipia belum di terima, mungkin karena bahasa arab saya masih berantakan. Akhirnya daftar di LSIA Bekasi, disitu di terima dan menjadi tempat belajar saya setelah lulus dari SMK.

Di sela-sela kuliah di LSIA, saya mengikuti muqobalah untuk ke UIM yang diadakan di Ponpes Darunnajah Jakarta, sekitar awal Januari 2015. Tapi ketika itu tidak terjadi muqobalah satu-satu, akan tetapi kita disuruh mengerjakan soal. Mungkin karena peserta membludak, dan waktu untuk muqobalah satu per satu sangat tidak memungkinkan di Karena kan Syaikh yang datang hanya 3 orang.
Sebelum Ramadhan, akhirnya lulus belajar di LSIA, karena program hanya satu tahun (hampir setara dgn i'dad Lipia yang di tempuh 2 tahun, karena kitab yang kami pelajari adalah kitab silsilah musatawa 1-4)

Pengumuman UIM tak kunjung datang, akhirnya saya mendaftar Lipia untuk yang kedua kalinya. Niatnya langsung masuk ke Takmili, karena peraturan saat itu tidak boleh daftar Takmili, akhirnya ikut tes i'dad lagi. Qodarullah setelah pengumuman nama saya tidak ada lagi.
Asa untuk belajar malah tak padam, saya mencoba daftar ke Ar-Royyah Sukabumi yang program S1, berangkat kesana dan tes, puluhan orang yang tes Program S1, kabarnya yang keterima hanya beberapa orang saja (tidak sampai 10 orang).

Setelah dari sana, ikut tes lagi untuk ke Mesir program S1 Universitas Al-Azhar Kairo , melalui jalur kementerian agama yang di adakan di beberapa UIN di Indonesia, saya ikut yang di Malang, karena deket dengan rumah. Alhamdulillah ikut tes disana dengan berbagai lika-likunya.
Menunggu pengumuman dari STIBA Arroyyah dan Mesir, alhamdulillah keduanya lulus. Akhirnya milih berangkat ke Mesir pada akhir bulan 2015.
Saat 2015 tidak ada pengumuman penerimaan ketika itu, baru ada pengumuman tahun 2016. Saat itu saya sudah di Mesir. Dan pada saat 2015 tidak mendaftar lagi.

Pada tahun 2017, mencoba daftar lagi dan langsung muqobalah di UIM. Karena kebetulan waktu itu lagi umroh Backpacker. Saya tinggal di asrama UIM selama kurang lebih 2 minggu layak nya mahasiswa, merasakan atmosfer kampus idaman dari dulu, tapi belum kesampean. Setidaknya sudah mengobati rindu meskipun hanya menjadi tamu. Memang disini bagus dari segi lingkungan dan hal-hal lain sangat mendukung dalam proses belajar.

Setelah saya muqobalah, beberapa hari ada pengumuman penerimaan UIM, qodarullah tidak ada nama saya disitu, berrti harus nunggu 2018.
Pada saat pengumuman 2018, nama saya juga tidak ada disitu. Dan sekarang saya lagi tinggal di asrama UIM hampir 10 hari pas bareng dengan kedatangan mahasiswa baru dari berbagai negara, status juga masih tamu, kali ini kebetulan saya lagi haji Backpacker.

Dan tahun ini, belum minat untuk muqobalah lagi, karena kuliah saya di Mesir sudah memasuki semester 7 (selesai sampai 10 semester). Itu tandanya selangkah lagi. Meskipun harapan untuk bisa kuliah di UIM masih ada. Ada rencana tahun depan 2019 muqobalah lagi saat umroh sekitar bulan maret, dengan harapan bisa diterima pada tahun 2020, berbarengan dengan selesainya pendidikan S1 di Mesir.

Begitulah alur kehidupan manusia, kadang menginginkan sesuatu tapi Allâh kasih yang lebih baik menurut Nya. Manusia hanya bisa berusaha yang terbaik dalam menggapai ridho Nya.
Intinya kita tetap semangat dimanapun berada, tempat belajar penting, tapi bukan itu yang utama. Semangat kita/ kesungguhan kita lah yang utama, di tempat sebagus apapun kita, kalau tidak semangat, malas-malasan, maka hal itu akan jadi bumerang buat kita. Tentu saja kita selalu memohon kepada Allah agar diberi kemudahan dalam belajar.

Pelajaran yang bisa di ambil : Dalam penantian, isilah dengan belajar atau hal positif lainnya. Jangan sampai kita berharap masuk pada Univ. Tertentu, tapi tidak mengisi waktu dengan hal yang positif, karena yang akan di dapatkan rugi dan rugi. Dan belajar itu tempat nya banyak, silahkan buat opsi lain kalau ditempat tujuan utama belum bisa.

Toh nanti bukan kampus yang di tanyakan oleh Allah, melainkan bagaimana amal kita setelah mempelajari ilmu. Intinya, nuntut ilmu untuk diamalkan mengharap pahala dari Allâh.
Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk belajar dan terus belajar.


Madinah, 03 Muharram 1440


0 komentar:

Posting Komentar