Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja’far
Muqoddimah
الحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ ، كَمَا
يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَآيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لَا تَمُوْتُوْنَ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَ إِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى ، وَ خيْرَ
الهَدْيِ هَدْيُ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، وَ شَرَّ
الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتِهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٍ
أمَّا بَعْدُ ،
Puji Syukur kehadirat Allah Ta’ala atas segala limpahan Rahmat
dan kurnia-Nya, sehingga kita bias tetap berada di atas keimanan dan Islam
sampai saat ini, dan juga masih diberi kesempatan untuk mengkaji Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi Salallahu ‘alaihissalam sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi
Radiyallahu ‘anhum.
Makna Thaghut dan Penutup
Pembahasan terakhir di kitab Tsalatsatu Al-Ushul, yaitu mengenai
Thagut. Sering kita dengar kata-kata ini, tapi sebagian kita atau hamper semua
dari kita masih belum tahu apa Thaghut itu ? disini Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab membuat bab tersendiri mengenai permasalahan ini, sehingga kita bias
mengambil manfaat dari pembahasan ini.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membawakan perkataan Ibnul
Qoyyim, beliau berkata : Makna Thaghut itu adalah segala sesuatu yang telah
melampaui batas, baik di sisi penyembahan, keikutsertaan dengan sesuatu dan
ketaatan yang membabi buta.
Perlu diketahui bahwa Thaghut itu sangat banyak, diantara
pembesar Thaghut ada 5 macam :
a.
Iblis la’natullah
b.
Siapa saja dari kalangan orang-orang yang disembah dan dia ridho
denganhal itu
c.
Siapa saja yang menyeru kepada penyembahan pada dirinya sendiri
d.
Siapa saja yang mengaku tahu ilmu ghaib
e.
Siapa saja yang tidak mau berhukum dengan hukum Allah
Pembagian ini dilakukan secara penelitian oleh para Ulama’.
Allah Ta’ala berfirman
:
:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ
الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ
فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al-Baqarah : 256)
Kenapa Allah Ta’ala memulai ayatnya dengan يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ (kufur terhadap thaghut) kemudian baru Iman
kepada Allah ? Syaikh Utsaimin berkata : Kesempurnaan sesuatu itu akan diraih
ketika menghilangkan penghalang-penghalang dahulu sebelum menetapkan sesuatu
yang benar, hal ini biasa disebut dengan Takhliyah dan Tahliyah (Pemurnian
kemudian menghiasi).[1]
Ayat ini adalah makna dari kalimat لاإله إلا الله
Dalam sebuah hadist, Nabi salallahu
‘alaihissalam bersabda :
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
“Pucuk urusan adalah Islam, Tiangnya adalah Sholat dan punuknya adalah Jihad”. (HR. Tirmidzi).
Dalam hadist ini menunjukkan betapa agungnya
perkara Shalat. Ada faidah yang di tulis oleh Syaikh Kholid Al-Juhany dalam
Syarhnya : Bagaimana hukum meninggalkan shalat ?
1.
Kalau seseorang itu meninggalkan shalat karena menganggap
tidak wajib (menentang) maka orang seperti ini telah Kafir menururt Ijma’ para Ulama’.
2.
Kalau seseorang itu meninggalkan shalat karena males tapi
masih meyakini kewajiban shalat, maka hukumnya dia belum dikatakan kafir. Allah
Ta’ala berfirman :
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain
syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.”
(QS. An-Nisa’ : 116)
Dalam hadist ini juga berbicara soal Jihad fii
Sabilillah, lalu bagaimanakah jihad yang dimaksud itu, apakah dengan ngebom
disana-sini itu jihad ?
Jawabannya :
Syarat Jihad ada 3 :
a.
Dengan Izin Ulil Amri (Pemerintah)
b.
Kaum muslimin bener-bener mempunyai kekuatan dalam
mengahadapi musuh
c.
Tujuan dari Jihad itu adalah meninggikan kalimat Tauhid
3 syarat di atas adalah jihad Talab (untuk membantu
kawan yang sedang perang) dan hukum jihad disini adalah fardhu kifayah bermakna
jika sudah ada yang melakukannya maka gugur kewajiban yang lain. Adapun kalau
jihad difa’ (perlawanan) maka ini adalah wajib bagi semua orang yang mampu yang
tinggal di wilayah yang sedang diserang musuh.
Bahaya meninggalkan jihad bagi mereka yang
sedang diserang musuh, dia akan ditimpakan kehinaan. Hal ini sebagaimana hadist
Nabi salallahu ‘alaihissalam :
إِذَا تَبَايَعْتُمْ
بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُـمُ
الْجِهَادَ سَلَّط اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى
تَرْجِعُواْ إِلَى دِيْنِكُم.
“Apabila
kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi[2],
kalian ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah
akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang
mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian kembali kepada
agama kalian.” (HR. Abu Dawud )
و الله أعلم، و الحمد لله الذي بنعمته تتم
الصلحات
Demikian Penjelasan Kajian kita mengenai Syarh
kitab Tsalatsatu Al-Ushul 16. Dan ini adalah pertemuan terakhir kita dalam
pembahasan kitab ini. Semoga bermanfaat dan menambah keimanan kita serta
menambah pengetahuan kita tentnag Islam. Wallahu ‘Alam.
0 komentar:
Posting Komentar