HOME

Selasa, 01 Maret 2022

Setelah Lulus Kuliah dari Timteng/Lipia, Balik Kampung Halaman atau di Kampung Orang?

 


Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far, Lc


Sempet ramai pembahasan ini, kalau sesuatu itu adalah bentuk nasihat maka jadikan sebagai bahan introspeksi diri. Jika itu kurang tepat, maka kita luruskan dengan baik.
Karena kami bukan siapa-siapa, maka akan kami nukilkan nasihat guru-guru kita dan kisah-kisah guru kita.
Kalau nasihat Ust. Ahmad Sabiq, Lc Hafidzahullahu Ta'ala setelah lulus kuliah dan memiliki gelar Lc/BA atau lainnya, ada 3 pilihan.
1. Balik kampung, babat alas (memulai perjuangan). Karena yang berhak menerima hasil dari belajar kita adalah keluarga dekat.
Allah Ta’ala berfirman :
و أنذر عشيرتك الأقربين
"Berilah peringatan kepada keluarga dekat kamu"
Namun tidak semua orang memiliki jiwa perintis. Karena merintis itu berat.
Jadi bisa memilih opsi dua, sambil menyiapkan strategi untuk balik kampung.
2. Ngabdi di tempat ia belajar dulu, misal dia sebelum kuliah di Timteng/atau tempat lain, mondok di Kota A, maka dia kembali kesana dan mengabdi disana.
Kalau misal bosen, pingin suasana baru. Dan alasan lainnya, bisa memilih opsi lainnya
3. Berkiprah di tempat lain, bukan kampung halaman, dan bukan juga tempat dia belajar.
Namun usahakan yang paling minim memberikan mukafaah maupun fasilitas (jika mengajar), tentunya untuk menjaga keikhlasan. Karena tidaklah kita memilih kesini, kecuali memang ingin berjuang, bukan karena kemewahan.
Kita Berkiprah dimana saja, yang paling penting tetap menjaga hati, agar selalu ikhlas dan menjauhi sifat cinta dunia yang membinasakan. Allahul Mustaan
Jangan sampai keluar perkataan, "kalau tidak disini kita makan apa, tidak mungkin bisa hidup".
Dimana saja kita hidup, Allah yang menjamin kehidupan kita, terlebih lagi orang-orang bertaqwa.
Fitnah harta menimpa siapa saja, baik dia ustadz ataupun bukan. Maka kita wajib terus waspada akan fitnah yang sangat berbahaya ini.
Semoga Allah menjaga kita semua.

Jadi ingat, kisah-kisah ustadz-ustadz kita dahulu.

Pertama : Ada seorang dai, selesai lulus kuliah di Ibukota, beliau mencoba merintis dakwah di kampung halaman, dengan perlahan dan pelan-pelan, namun ternyata masyarakat tidak terima hanya karena sang Da'i ini tidak mau tahlilan. Padahal perangai sang Da'i kepada masyarakat sangat bagus. Namun itulah, karena masyarakat kurang ilmu sehingga sang Da'i dianggap sesat, tentu ada yang menghasut dari pihak-pihak yang dengki.
Hingga akhirnya suatu hari, rumahnya di kepung preman bayaran, dilempari batu, dan di usir dari rumahnya sendiri.
Singkat cerita, sang dai akhirnya pindah ke kota Sebelah, untuk melanjutkan pendidikan S2 nya. Dan sekalian berdakwah disana, hingga Allah harumkan namanya di Kota sebelah, kini beliau memiliki Ponpes yang sangat besar dan sudah menelurkan alumni yang berkualitas setelah 20 tahun berjuang.
Namun sang Da'i tetap berupaya untuk dakwah di kampung halamannya, karena jaraknya tidak terlalu jauh.
Tentunya beliau menyusun strategi, agar dakwahnya bisa diterima. Akhirnya beliau mengirim muridnya untuk menikah dengan orang sana. Dan dari situlah pintu dakwah mulai terbuka, hingga kini masih bermanfaat untuk umat dalam penyebaran dakwah di atas manhaj Salaf.
Kini beliau ada agenda rutin memberi kajian di kampung halamannya.

Kedua : Ana kenal seorang dai juga, setelah lulus kuliah di Ibukota, lalu tugas di pelosok. Sampai akhirnya beliaupun betah disitu dan merintis dakwah disana hingga nikah dengan orang sana, padahal beliau berasal dari suatu kota yang ketika dia pulang, akan dijamin jadi PNS.
Alhamdulillah ponpesnya di pelosok mulai berkembang. Dan Dakwahnya juga diterima masyarakat.
Masya Allah, Semoga Allah mudahkan segala urusan beliau.


Itulah sedikit kisah nyata, semoga bermanfaat.


0 komentar:

Posting Komentar