Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja’far
(Mahasiswa Universitas Al-Azhar , Kairo)
Keadaan mahasiswa Indonesia di Mesir berbeda-beda antara satu
dengan yang lain, karena latar belakang mereka
berbeda-beda, ada yang dari pondok ataupun dari sekolah umum.
Menurut pandangan sebagian orang bahwa anak pondok (yang belajar
ilmu agama) itu mempunyai kelebihan secara intelekual daripada anak umum ( yang
sedikit belajar agama), apakah benar demikian?
Menurut saya itu semua tidak benar secara mutlak, yakni masih ada
kemungkinan untuk salah. Sebagaimana yang kami amati selama beberapa bulan ini
bahwa intelektual masisir sudah di ambang pintu.
Karena tidak semua orang yang belajar agama itu sholeh-sholeh,
karena memang untuk menjadi orang yang sholeh (yang mengamalkan ilmunya) itu
berat dan membutuhkan mujahadah yang tinggi.
Di dalam hal apa penurunan intelektual masisir yang paling nampak
oleh mata kita ? kami berusaha menyebutkan sesuai yang kami ketahui saja. Di
antaranya :
a.
Menganggap
remeh sholat berjama’ah di masjid (Bagi Laki-laki).
Di sini kita tidak membahas
masalah wajib atau tidaknya, karena di sana ada perselisihan di antara para
ulama. Akan tetapi yang harus kita tanamkan kepada diri kita bahwa sholat
berjamaah di masjid adalah syi’ar islam yang sangat besar. Bukan hanya itu,
fadhilahnya pun sangat agung. Sebagaimana hadist Nabi salallahu
‘alaihissalam :
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما : أن الرسول الله صلى الله عليه و
سلم قال : (( صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسع و عشرين درجة )) متفق عليه
Artinya
: Dari ‘Abdullah bin Umar Radiyallahu ‘anhuma : Bahwasannya Rasulullah salallahu
‘alahissalam bersabda : “ Sholat berjama’ah itu lebih utama daripada
sholat sendirian dengan 27 derajat ” Muttafaqun ‘alaihi
Sebagaimana penjelasan Syaikh
‘Abdullh bin ‘Abdurrahman Al-Bassam : di dalam hadist ini menjelaskan bahwa
keutamaan shalat berjama’ah dan shalat sendirian mempunyai perbedaan yang
sangat besar, baik itu dari segi pahala ataupun kesehatan jasmani.
Dari sini kita bisa berfikir lebih
dalam lagi , bahwa tidak selayaknya mahasiswa yang kesehariannya menuntut ilmu agama dan
bahasa arab, meremehkan dan meninggalkan amalan yang sangat besar ini.
Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “ ...berlomba-lomba kamu dalam kebaikan...”
(Al-Baqarah : 148)
Betapa banyak keutamaannya yang tentu tidak bisa di sebutkan di
sini, untuk itu penulis mengajak semua Masisir untuk back to Masjid, meramaikannya
dengan sholat barjama’ah.
Niat awal bagi mahasiswa yang melanjutkan studi di Mesir, tentunya
untuk mendalami ilmu agama yang mulia ini. Akan tetapi dengan berjalannya waktu
niat itu mulai pudar ataupun terlupakan.
Suatu hal yang membuat hati ini sedih, sepinya halaqoh ilmu yang
ada di ruwa’-ruwa’ ataupun madhiafah-madhiafah.
Kami tidak pungkiri bahwa kegiatan di kalangan Masisir itu sangat padat,
apalagi di dalam lingkup kekeluargaan ataupun almamater dll. Kami di sini tidak
mencela ataupun memojokkan organisasi, akan tetapi kami hanya ingin kita menjaga
keseimbangan dari semua itu.
Dan ada suatu hal yang sangat menyakitkan hati ini, tatkala melihat
sepinya majelis-majelis ilmu. Dan di
satu sisi acara-acara konser ataupun hura-hura di hadiri banyak orang. Inilah
hal yang menonjol, menunjukan bahwa masisir kritis.
Apa bedanya masisir dengan orang yang tidak menuntut ilmu agama di
luar sana, kalau dalam hal ini masih saja
di sukai. Apakah pantas seseorang yang kesehariannya mempelajari ilmu agama
ikut berjoget ria di depan panggung ? Na’udzubilla min dzalika.
Pantas saja kiprah masisir di Indonesia tidak terlalu menonjol
dalam menyebarkan dakwah Islam belakangan ini, karena keseharian masisir banyak di isi dengan hal
yang tidak ada manfaatnya, baik untuk agama maupun unuk masyarakat. Tentunya
hal-hal yang seperti ini mengurangi keberkahan ilmu.
Oleh sebab itulah tulisan ini kami tulis, karena betapa cintanya
kami dengan Masisir sehingga kami tidak mau kita semua menyia-nyiakan waktu
dengan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Semoga yang sedikit ini bisa
mengetuk hati kita semua, untuk kembali mengintropeksi diri kita masing-masing.
Dan kembali menjadi masisir yang berintelektual.
Di sudut malam yang dingin, dengan pena seadanya... tidak lain
hanya untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran.
Kairo, 12 November 2015