Oleh
: Abu Yusuf Akhmad Ja’far
Beberapa
tahun silam, sekitar 4 tahun yang lalu (2014) saya mendaftar ke UIM
(Universitas Islam Madinah), karena daftar nya hanya Online saja, maka tidak
ada kesulitan di dalamnya, hanya saja persyaratan harus disiapkan sebelum
memasuki website nya, misal Paspor, KTP, Foto, Tazkiyah, Ijazah dll
Ada
latar belakang yang membuat saya pengen kuliah disana, Disaat kelas 2 SMK, ada
seorang ustad yang memberikan saran kepada saya untuk daftar di UIM, padahal
waktu itu kemampuan bahasa arab ana Pas-pas an, karena memang baru saja belajar
dan masih proses. Lalu kabar yang saya dengar bahwa di UIM itu tidak mesti di
terima dan harus nunggu dalam proses penerimaan nya, minimal setahun.
Pada
tahun itu juga, saya daftar Lipia, Jakarta. Niatnya untuk memperdalam dan
melancarkan bahasa arab sebelum kuliah di UIM. Qodarullah di Lipia belum di
terima, mungkin karena bahasa arab saya masih berantakan. Akhirnya daftar di
LSIA Bekasi, disitu di terima dan menjadi tempat belajar saya setelah lulus
dari SMK.
Di
sela-sela kuliah di LSIA, saya mengikuti muqobalah untuk ke UIM yang diadakan
di Ponpes Darunnajah Jakarta, sekitar awal Januari 2015. Tapi ketika itu tidak
terjadi muqobalah satu-satu, akan tetapi kita disuruh mengerjakan soal. Mungkin
karena peserta membludak, dan waktu untuk muqobalah satu per satu sangat tidak
memungkinkan di Karena kan Syaikh yang datang hanya 3 orang.
Sebelum
Ramadhan, akhirnya lulus belajar di LSIA, karena program hanya satu tahun
(hampir setara dgn i'dad Lipia yang di tempuh 2 tahun, karena kitab yang kami
pelajari adalah kitab silsilah musatawa 1-4)
Pengumuman
UIM tak kunjung datang, akhirnya saya mendaftar Lipia untuk yang kedua kalinya.
Niatnya langsung masuk ke Takmili, karena peraturan saat itu tidak boleh daftar
Takmili, akhirnya ikut tes i'dad lagi. Qodarullah setelah pengumuman nama saya
tidak ada lagi.
Asa
untuk belajar malah tak padam, saya mencoba daftar ke Ar-Royyah Sukabumi yang
program S1, berangkat kesana dan tes, puluhan orang yang tes Program S1,
kabarnya yang keterima hanya beberapa orang saja (tidak sampai 10 orang).
Setelah
dari sana, ikut tes lagi untuk ke Mesir program S1 Universitas Al-Azhar Kairo ,
melalui jalur kementerian agama yang di adakan di beberapa UIN di Indonesia,
saya ikut yang di Malang, karena deket dengan rumah. Alhamdulillah ikut tes
disana dengan berbagai lika-likunya.
Menunggu
pengumuman dari STIBA Arroyyah dan Mesir, alhamdulillah keduanya lulus.
Akhirnya milih berangkat ke Mesir pada akhir bulan 2015.
Saat
2015 tidak ada pengumuman penerimaan ketika itu, baru ada pengumuman tahun
2016. Saat itu saya sudah di Mesir. Dan pada saat 2015 tidak mendaftar lagi.
Pada
tahun 2017, mencoba daftar lagi dan langsung muqobalah di UIM. Karena kebetulan
waktu itu lagi umroh Backpacker. Saya tinggal di asrama UIM selama kurang lebih
2 minggu layak nya mahasiswa, merasakan atmosfer kampus idaman dari dulu, tapi
belum kesampean. Setidaknya sudah mengobati rindu meskipun hanya menjadi tamu.
Memang disini bagus dari segi lingkungan dan hal-hal lain sangat mendukung
dalam proses belajar.
Setelah
saya muqobalah, beberapa hari ada pengumuman penerimaan UIM, qodarullah tidak
ada nama saya disitu, berrti harus nunggu 2018.
Pada
saat pengumuman 2018, nama saya juga tidak ada disitu. Dan sekarang saya lagi
tinggal di asrama UIM hampir 10 hari pas bareng dengan kedatangan mahasiswa
baru dari berbagai negara, status juga masih tamu, kali ini kebetulan saya lagi
haji Backpacker.
Dan
tahun ini, belum minat untuk muqobalah lagi, karena kuliah saya di Mesir sudah
memasuki semester 7 (selesai sampai 10 semester). Itu tandanya selangkah lagi.
Meskipun harapan untuk bisa kuliah di UIM masih ada. Ada rencana tahun depan
2019 muqobalah lagi saat umroh sekitar bulan maret, dengan harapan bisa
diterima pada tahun 2020, berbarengan dengan selesainya pendidikan S1 di Mesir.
Begitulah
alur kehidupan manusia, kadang menginginkan sesuatu tapi Allâh kasih yang lebih
baik menurut Nya. Manusia hanya bisa berusaha yang terbaik dalam menggapai
ridho Nya.
Intinya
kita tetap semangat dimanapun berada, tempat belajar penting, tapi bukan itu
yang utama. Semangat kita/ kesungguhan kita lah yang utama, di tempat sebagus
apapun kita, kalau tidak semangat, malas-malasan, maka hal itu akan jadi
bumerang buat kita. Tentu saja kita selalu memohon kepada Allah agar diberi
kemudahan dalam belajar.
Pelajaran
yang bisa di ambil : Dalam penantian, isilah dengan belajar atau hal positif
lainnya. Jangan sampai kita berharap masuk pada Univ. Tertentu, tapi tidak
mengisi waktu dengan hal yang positif, karena yang akan di dapatkan rugi dan
rugi. Dan belajar itu tempat nya banyak, silahkan buat opsi lain kalau ditempat
tujuan utama belum bisa.
Toh
nanti bukan kampus yang di tanyakan oleh Allah, melainkan bagaimana amal kita
setelah mempelajari ilmu. Intinya, nuntut ilmu untuk diamalkan mengharap pahala
dari Allâh.
Semoga
Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk belajar dan terus belajar.
Madinah,
03 Muharram 1440
Tidak ada komentar:
Posting Komentar